JAKARTA, AP – Tim Pendamping Wadah Pegawai KPK menyatakan pimpinan tidak pernah gelar perkara (ekspose) terkait dengan penindakan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
“Tim pendamping WP menemukan fakta dugaan tidak ada ekspose atau gelar perkara di tingkat pimpinan sebagaimana seharusnya dilakukan untuk membahas hasil dan tindak lanjut penyelidikan, termasuk keputusan pelimpahan penyelidikan ke aparat penegak hukum lain,” kata Kepala Biro Humas KPK yang juga menjadi tim pendamping proses persidangan Aprizal, Febri Diansyah, Kamis (3/9).
Febri mendampingi jalannya sidang etik terhadap terlapor Plt. Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Aprizal atas dugaan melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) di Kemendikbud atau yang dikenal sebagai “OTT ONJ” tanpa koordinasi.
Aprizal disangkakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku “Sinergi” pada Pasal 5 Ayat (2) Huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020.
“Hal ini juga kami pandang perlu diurai lebih cermat agar persoalan yang sesungguhnya dapat dipetakan. Jika ada pelanggaran, dapat diproses lebih lanjut agar perbaikan ke depan dapat dilakukan secara lebih sistematis,” kata Febri.
Saat “OTT UNJ” terjadi pada tanggal 20 Mei 2020 itu tim dari Direktorat Dumas KPK berada dalam posisi melakukan pencarian informasi, pendalaman, hingga verifikasi informasi yang diterima. Pada saat yang sama Inspektorat Jenderal Kemendikbud juga sedang melakukan fungsi pengawasan internal mereka sebagai aparat pengawas internal pemerintah (APIP) dan meminta pendampingan KPK.
Namun, kondisi berubah ketika ada instruksi agar sejumlah pejabat di Kemendikbud dan UNJ dibawa ke Kantor KPK. Menurut Febri, peristiwa yang dituduhkan melanggar etik sebenarnya adalah pelaksanaan tugas Dumas untuk melakukan pengumpulan informasi serta koordinasi atau pendampingan terhadap Inspektorat Kemendikbud berdasarkan surat tugas sesuai dengan tugas dan fungsi Dumas dalam Peraturan KPK Nomor 3 Tahun 2018.
“Tim Dumas telah kembali ke kantor pada sekitar pukul 16.00 WIB, melakukan koordinasi internal hingga kembali ke kediaman masing-masing, saat itu sedang bulan Ramadan sehingga tim kembali lebih awal ke rumah,” kata Febri.
Dalam rentang pelaksanaan tugas Dumas tersebut, tidak seorang pun dari UNJ ataupun Kemendikbud yang dibawa ke KPK, tidak ada uang yang diamankan karena memang yang dilakukan Dumas bukan OTT.
“Persoalan kami pandang baru terjadi ketika ada perintah membawa orang-orang dari Kemendikbud atau UNJ, menurut hemat kami, inilah yang seharusnya juga didalami. Tim diperintahkan menjemput orang-orang dari Kemendikbud dan UNJ saat itu menuju lokasi pada sekitar pukul 23.00—24.00 pada hari yang sama,” kata Febri menjelaskan.
Pada sidang ke-3 untuk Aprizal tersebut sudah ada 13 orang saksi yang diperiksa Dewas KPK, yaitu berasal dari unsur pimpinan KPK (tiga orang), Deputi Bidang Penindakan Karyoto, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) Herry Muryanto, Direktur Penyelidikan Endar Priyanto, Plt. Juru Bicara Penindakan Ali Fikri, pegawai dari Dumas, penyelidikan, dan unit terkait.
“Sesuai dengan Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020, kami telah mengajukan ahli dan saksi agar dapat menjelaskan tentang hukum acara pidana, hukum administrasi negara, dan etika. Namun, Dewas menolak pengajuan ahli tersebut,” ungkap Febri.
Tim Pendamping selanjutnya juga mengajukan saksi dari unsur pimpinan KPK, yaitu Nawawi Pomolango.
“Kami juga menyarankan agar pemeriksaan juga dilakukan terhadap pihak Inspektorat Kemendikbud atau pihak terkait lainnya agar seluruh peristiwa terkait dapat diketahui sebelum pengambilan keputusan,” kata Febri.
Persidangan akan dilanjutkan pada hari Selasa (8/9) pada pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terperiksa dan pemeriksaan terperiksa. (Red)