JAMBI, AP – Pernyataan Ketua DPP Bidang Politik PDIP yang juga Ketua DPR RI Puan Maharan menyebutkan Provinsi Sumatera Barat tidak mendukung Pancasila, membuat Ikatan Keluarga Minang (IKM) Provinsi Jambi kecewa dan mengimbau Puan meminta maaf atas pernyataan tersebut.
Tokoh muda Jambi asal Minang sekaligus Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi dari Partai Gerindra, Rocky Chandra mengatakan sebagai Ketua DPR RI, Puan haruslah menjadi pemersatu bukan pemecah bangsa.
“Saya selaku putra Minang minta ada klarifikasi dari ibu Puan Maharani. Kita sama-sama tahu bahwa tokoh nasional sebagai pemersatu bukan sebagai pemecah,” ucap Rocky Chandra, Sabtu (5/9).
Tak hanya itu saja, Rocky berharap kepada seluruh pendukung Puan Maharani agar tidak memperuncing suasana.
“Saya harap jajaran-jajaran pendukung dari ibu Puan Maharani jangan memperuncing permasalahan ini, bernegara NKRI harus sama-sama meredam emosi dan menyejukkan suasana,” kata Rocky.
Senada dikatakan Ketua IKM Provinsi Jambi, Prof Johni Najwan. Dia mengatakan pernyataan tersebut keliru, karena para faunding father yang ikut membidangi kelahiran Negara Indonesia banyak berasal dari orang Minang.
“Ketua DPR yang mengatakan orang Sumbar itu diragukan Pancasila, saya pikir itu keliru,” ujar mantan Rektor Universitas Jambi (Unja) tersebut.
Ia meminta Puan untuk segera mengklarifikasi maksud dan tujuannya mengeluarkan statement yang melukai rakyat Minang tersebut.
“Kita berharap bisa diklarifikasi apa maksudnya, apakah terbawa emosi atau ada persoalan lain?. Karena itu sangat sensitive,” tuturnya.
Dia selaku tokoh Minang-Jambi dengan tegas mengimbau Puan Maharani secepatnya meminta maaf.
“Kita IKM Minang di Jambi minta agar Puan minta maaf, minimal ada klarifikasi apa maksudnya. Kalau tidak, persoalan akan terus bergulir” kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani saat mengumumkan pasangan cagub-cawagub Sumatera Barat untuk Pilkada 2020, berharap agar Provinsi Sumatera Barat mendukung Pancasila.
“Rekomendasi diberikan kepada Insinyur Mulyadi dan Drs H Ali Mukhni. Merdeka! Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila,” kata Puan.
Ketua Umum Megawati Soekarnoputri juga sempat curhat sulitnya PDIP menang di Sumatera Barat. Mega mempertanyakan kenapa rakyat di Sumatera Barat belum sepenuhnya mempercayakan pilihannya kepada PDI Perjuangan atau calon-calon yang diusung PDIP sebagai alat perjuangan politik di pemilihan umum.
Kembalikan Dukungan PDIP
Politikus Partai Demokrat Mulyadi resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon Gubernur Sumatera Barat ke Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat. Mulyadi menggandeng politikus Partai Amanat Nasional Ali Mukhni yang sudah dua periode menjabat Bupati Pariaman.
“Segala persyaratan insya Allah sudah lengkap dan sudah kami konsultasikan,” kata Mulyadi sebelum memasuki kantor KPU Sumatera Barat pada Minggu sore, 6 September 2020.
Mulyadi-Ali Mukhni mendaftar ke KPU dengan modal dukungan Partai Demokrat dan PAN. Keduanya memutuskan ‘meninggalkan’ Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sebelumnya turut menjadi partai pengusung, setelah polemik pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani terkait Sumatera Barat dan Pancasila.
Mulyadi dan Ali Mukhni merupakan putra asli Sumatera Barat. Mulyadi lahir di Bukitinggi, Sumatera Barat, pada 13 Maret 1963. Ia menempuh pendidikan dasar dan menengah di Sumatera Barat dan SMA di Bandung, Jawa Barat. Bergelar Sarjana Muda Teknik Lingkungan dari Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPU) Bandung (1987), ia mengambil jurusan Teknik Lingkungan di Universitas Trisakti hingga sarjana (1994).
Mengawali karier sebagai konsultan di bidang lingkungan, Mulyadi kemudian menjadi direktur dan komisaris di sejumlah perusahaan. Yakni Direktur PT Teifin Prima Rekayasa (1995-1996), Direktur Utama PT Adicitra Mulyatama (1996-2009), Komisaris Utama PT Adicitra Mulyatama (2009-2010).
Mulyadi bergabung dengan Partai Demokrat dan tercatat mulai menjadi pengusus sejak 2005. Adapun kariernya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dimulai pada 2009. Ayah dua anak ini kembali lolos ke Senayan dalam dua pemilihan legislatif berikutnya. Saat ini, dia duduk di Komisi III DPR yang menangani bidang hukum.
Selain berpartai, Mulyadi juga pernah aktif di sejumlah organisasi. Ia pernah menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) pada 2002-2006, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Konsultan Indonesia (Perkindo) pada 2006-2012, Ketua Dewan Pembina Perkindo pada 2012-sekarang, dan Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Konstruksi dan Konsultasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pada 2008-2010.
Pada Januari lalu, Mulyadi sempat disorot publik setelah tertangkap kamera tengah turun dari mobil dengan pelat nomor khusus Kepolisian Republik Indonesia. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Komisaris Besar Satake Bayu ketika itu membenarkan foto itu benar adanya.
“Betul ada kejadian seperti itu. Tapi saat dihampiri petugas langsung diganti pelat nomornya,” kata Satake pada Sabtu, 18 Januari 2020. Namun Satake mengatakan Kepolisian tak mengetahui dari mana Mulyadi mendapatkan plat nomor itu. Apalagi Toyota Fortuner hitam yang ditumpanginya milik pribadi, bukan aset Polri.
Menurut informasi yang didapat, foto tersebut diambil saat Mulyadi melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, Senin, 13 Januari 2020 pukul 15.00 WIB, di rumah toko Ritel Mart.
Menurut sumber yang sama, Mulyadi menghadiri kegiatan temu kader dengan peserta kurang lebih 200 orang. Peserta yang hadir ada Ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat Kabupaten Lima Puluh Kota yang juga merupakan kandidat bakal calon bupati setempat. Ada pula anggota DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota, di antaranya Sastri Andiko Dt. Putiah dan Marshal.
“Menurut keterangan kader, tujuan utama Mulyadi ke Lima Puluh Kota adalah untuk ikut acara temu kader dalam pemenangan Mulyadi menjadi Gubernur Sumbar tahun 2020 dan Darman Sahladi menjadi Bupati Lima Puluh Kota,” kata Satake.
Mulyadi juga berselisih dengan Bupati Agam Indra Catri, yang maju sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit. Indra Catri dilaporkan simpatisan Mulyadi ke polisi lantaran dianggap berada di balik unggahan Facebook berisi foto Mulyadi bersama seorang perempuan.
Mulyadi mengklarifikasi bahwa perempuan dalam foto tersebut adalah istrinya. Namun ia mempersoalkan narasi yang seolah-olah membingkai perempuan tersebut bukan istrinya.
Saat ini, Indra Catri dan empat orang lainnya berstatus tersangka, termasuk Sekretaris Daerah Agam Martias Wanto, ES (58) yang merupakan pegawai di Pemerintah Kabupaten Agam, serta RH (50) dan RP (33) yang merupakan ajudan Indra Catri.
Laporan Ditolak Polisi
Laporan yang dibuat Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) terhadap Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani ditolak oleh petugas Bareskrim Polri, karena dinilai tidak memenuhi unsur yang disyaratkan.
“Kedatangan kami diterima dengan baik, kami diskusi sangat alot. Secara kesimpulan, laporan kami tidak memenuhi unsur,” kata Ketua PPMM David di Kantor Bareskrim Polri Jakarta, Sabtu (6/9).
David tidak keberatan laporannya ditolak oleh kepolisian karena itu merupakan tugas kepolisian dan ia sebagai warga negara hanya menggunakan haknya untuk menempuh jalur hukum dengan membuat laporan.
“Kami sebagai warga negara tugasnya hanya melapor. Kalau diproses atau tidak, itu hak polisi. Kami yakin polisi profesional sesuai tagline promoter dan seimbang melihat situasi ini,” ujarnya.
David mengatakan padahal dalam pelaporan ini sudah membawa sejumlah barang bukti, seperti flashdisk yang berisi rekaman suara Puan dari situs berbagi Youtube, kemudian hasil cetak media online terkait pernyataan Puan yang dianggap menyinggung warga Sumatera Barat dan beberapa lampiran lainnya.
“Kami sudah me-review pasal-pasalnya yakni Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP, Pasal 27 Ayat (3) UU ITE,” kata David
Sementara kuasa hukum PPMM Khoirul Amin mengatakan pihaknya sempat berdiskusi panjang dengan penyidik Bareskrim Polri. Menurut Khoirul, penyidik menyebut kalau barang bukti yang dibawa untuk membuat laporan merupakan produk jurnalistik sehingga polisi tidak bisa menerima laporan tersebut.
“Kami diterima bagian Siber sama Kriminal Umum, kami berdiskusi panjang. Mabes Polri sudah MoU dengan Dewan Pers yang mana kalau produk jurnalistik harus ada rekomendasi dari Dewan Pers,” katanya. (Red/Tempo/Pemayung)