Muaratebo, AP – Ahli waris Alm. Cokro Sarjono, tidak akan mentolerir terhadap Sukandar, mantan Bupati Tebo, baik secara pribadi maupun kepemerintahan saat menjabat sebagai penguasa (Bupati, red) atas perlakuan semena-mena yang telah merampas dan menindas hak seorang warga negara, sehingga tanah seluas 20 hektar miliknya diklaim sebagai aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tebo.
Ibnu Sungkowo dikonfirmasi Aksi Post mengungkapkan, kekesalannya bahwa Sukandar (mantan bupati, red) sudah membuat kelurganya jadi susah dan tertindas ini sudah kelewatan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Jika dari awal Pemkab Tebo beritikad baik kenapa hanya tanah milik Jufrito saja yang dikeluarkan sertifikatnya, padahal tanah Jufrito dengan tanah Alm. Dr. Cokro Sarjono berbatasan dalam lokasi yang sama, ada apa dengan mereka semua sebenarnya,” tegasnya. Rabu (19/10) kemarin.
Dirinya mempertanyakan, kalau memang tanah seluas 20 hektar tersebut adalah milik Pemkab Tebo, kenapa saat akan dihibahkan kepada PT. PLN (Persero) tanah seluas tiga hektar untuk dibangun Gardu Induk (GI) harus minta izin kepada keluarga H. Harun Rangkuti.
“Ini kan lucu, kalau aset milik Pemkab Tebo kenapa tidak langsung serahkan saja kepada PT.PLN,” cetus Ibnu.
Ibnu juga bilang, Pemkab Tebo hendaknya tidak berdalih untuk kepentingan umum, tapi di sisi lain hak warga dirampas hingga tertindas.
“Di mata hukum semua warga negara Indonesia punya hak untuk pertahankan apa yang di milikinya sesuai data kepemilikan yang sah,” tegasnya.
Ditambahkan Ibnu, pernyataan Pemkab Tebo secara gamblang sudah jelas dilontarkan di hadapan publik, saat itu di ruang rapat Sekda Tebo oleh asisten III, M. Hatta dan Kabag Pem, Arif Haryoko juga menyebutkan hal yang sama.
“Bahwa klaim yang dilakukan sebelum berdirinya komplek perkantoran Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung, Desa Sungai Alai, kecamatan Tebo Tengah mereka mengklaim tanah seluas 1.000×1.000 atau 100 hektar tapi tak miliki data pendukung,” urainya.
Secara yuridis, dalam Pasal 1 angka 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Maka Pelanggaran HAM adalah tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh inividu maupun institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi manusia. ard