JAKARTA, AP – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Muhyiddin Junaidi mengatakan MUI menolak program pemerintah soal sertifikasi dai.
“MUI menolak rencana program tersebut,” kata Muhyiddin, Selasa (8/9).
Ia mengatakan program tersebut juga memicu kegaduhan di tengah masyarakat karena ada kekhawatiran intervensi pemerintah dalam pelaksanaan program.
Kekhawatiran tersebut, kata dia, pemerintah melalui sertifikasi dapat terlalu mengintervensi aspek keagamaan. “Dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat mengendalikan kehidupan keagamaan.”
Muhyiddin mengatakan keputusan MUI itu sesuai keputusan Rapat Pimpinan MUI pada Selasa (8/9). MUI memahami pentingnya program peningkatan kompetensi dai sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan terhadap materi dakwah/tabligh, terutama materi keagamaan seperti ekonomi syariah, bahan produk halal, wawasan kebangsaan dan sebagainya.
Namun, kata dia, program tersebut diserahkan sepenuhnya kepada ormas/kelembagaan Islam termasuk MUI dan pihak-pihak yang memiliki otoritas sertifikasi dai.
“Untuk itu, MUI mengimbau kepada semua pihak agar tidak mudah mengaitkan masalah radikalisme dengan ulama, dai/muballigh dan hafizh serta tampilan fisik mereka, termasuk yang lantang menyuarakan amar makruf nahi munkar bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata dia.
Sementara itu, Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan rencana penceramah bersertifikat yang digulirkan tidak akan diikuti dengan kebijakan larangan penceramah yang tidak bersertifikat dilarang untuk berceramah.
“Apakah penceramah yang tidak bersertifikat akan diturunkan aparat? Tidak akan pernah. Tidak akan ada kebijakan bahwa penceramah yang berceramah harus bersertifikat,” kata Fachrul di Jakarta, Selasa (8/9).
Fachrul mengatakan penceramah bersertifikat merupakan salah satu kegiatan Kementerian Agama yang berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mewujudkan peningkatan kompetensi individu di bidang dakwah yang berkarakter, berwawasan keagamaan mendalam serta berlandaskan pada komitmen falsafah kebangsaan.
Program penceramah bersertifikat akan didukung pemateri dari organisasi kemasyarakatan Islam, Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), dan akademisi atau pakar.
“Diharapkan BPIP bisa memberikan pembekalan tentang Empat Pilar, BNPT tentang pergolakan dengan latar belakang agama yang destruktif, dan Lemhanas tentang wawasan kebangsaan,” tuturnya.
Fachrul mengatakan selama mewacanakan program tersebut, Kementerian Agama terus berkoordinasi dengan berbagai pihak. Dalam proses tersebut didapat beberapa kesepahaman dan memang ada beberapa tentangan.
“Yang menentang tidak kami anggap lawan, tetapi akan kami dekati lebih jauh yang diharapkan bisa menerima dengan baik karena tujuan dari kegiatan ini baik, yaitu untuk kepentingan umat dan bangsa,” paparnya.
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf mengatakan peningkatan kapasitas mubaligh dan dai memang diperlukan, tetapi agar tidak menimbulkan kecurigaan sebaiknya dilakukan melalui MUI.
“Lebih baik tidak dilakukan lewat Kementerian Agama agar tidak timbul kecurigaan. Diperlukan kebijakan yang lebih bijaksana dan mengayomi,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Bukhori mengatakan pola-pola kebijakan yang berpeluang membelah umat dan rasa kebangsaan sebaiknya dihindari.
Menurut dia, rencana sertifikasi terhadap ulama atau penceramah bersertifikat berpotensi membelah umat dan bangsa.
“Karena itu, saya tidak setuju dengan program itu. Masukan dari beberapa organisasi, dai, dan ulama, rencana tersebut justru akan menimbulkan kondisi yang tidak kondusif. Tolong ditinjau lagi,” katanya. (Red)