RIBUAN mahasiswa dan aktivis di Provinsi Jambi turun ke jalan-jalan melakukan aksi damai menyuarakan penolakan terhadap Undang Undang Cipta Kerja pada Kamis (8/10). Sebagai langkah luar biasa penolakan UU tersebut.
Ribuan mahasiswa yang terdiri atas berbagai perguruan tinggi di Provinsi Jambi tersebut menggelar aksi damai di DPRD Provinsi Jambi dan DPRD kabupaten dan Kota. Di DPRD Provinsi Jambi, sebelum kumpulan masa menyuarakan tuntutannya, kumpulan masa terlebih dahulu berkumpul di simpang empat BI Telanaipura.
Dari simpang empat BI tersebut, masa bergerak secara serentak menuju DPRD Provinsi Jambi. Begitu pula dengan masa yang melakukan aksi damai di Kantor DPRD Kota Jambi. Sebelum masa bergerak menuju kantor DPRD Kota Jambi, kumpulan masa berkumpul di Tugu Keris Siginjai dan bergerak secara serentak menuju DPRD Kota Jambi.
Tuntutan massa yang mengatas namakan Aliansi Rakyat Jambi Berdaulat tersebut yakni menolak Undang-undang Cipta Kerja. Menurut aliansi tersebut Undang Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR tersebut tidak berpihak terhadap para buruh.
Selain itu, masa aksi damai menyayangkan tindakan pemerintah yang mengeluarkan regulasi tentang ketenagakerjaan di tengah pandemi COVID-19 dan meminta pemerintah sebaiknya lebih mengutamakan penyelesaian penanganan pandemi COVID-19.
Aksi damai tersebut tidak hanya dilaksanakan di DPRD Provinsi Jambi dan Kota Jambi, namun turut dilakukan olah aktivis dan mahasiswa di kabupaten lainnya di Provinsi Jambi. Di antaranya di Kabupaten Merangin, Kerinci, Sarolangun, Tanjung Jabung Timur dan Kota Sungai Penuh.
Tuntutan masa aksi damai di kabupaten dan kota tersebut sama, yakni menolak Undang Undang Cipta Kerja dan mendesak Presiden mengeluarkan Perppu untuk mencabut Undang Undang Cipta Kerja tersebut.
Berujung Ricuh
AKSI di gedung DPRD Provinsi Jambi berujung ricuh sehingga aparat kepolisian yang berjaga sempat menembakkan gas air mata ke kerumunan massa yang memenuhi halaman gedung dewan tersebut.
Hasil pantuan dari gedung DPRD Provinsi Jambi, aksi kericuhan tersebut bermula dari adanya lemparan baru yang dilakukan massa ke arah gedung dewan sehingga kepolisian terpaksa mengeluarkan tembakan gas air mata ke arah kerumunan massa untuk dibubarkan.
Namun dalam aksi tersebut tidak ada korban baik dari pihak pengunjukrasa maupun aparat kepolisian namun beberapa kaca jendela gedung DPRD Provinsi Jambi pecah akibat lemparan baru.
Aksi anarkis massa tersebut memicu aparat kepolisian mengeluarkan tembakan gas air mata ke arah kerumunan sehingga massa berlarian bubar dan menyelamatkan diri masing masing. Beberapa orang diduga pelaku pelemparan batu ke gedung DPRD Provinsi Jambi diamankan petugas kepolisian namun tidak menurunkan aksinya.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jambi Irjen Pol Firman Shantyabudi bersama beberapa pejabat utama Polda memimpin langsung pengamanan jalannya aksi unjukrasa di gedung DPRD Provinsi Jambi yang sempat memanas.
Massa yang berjumlah seribuan terdiri dari mahasiswa dan pelajar bertahan di sekitar perkantoran Jambi. Mereka juga merusak fasilitas umum taman yang ada kawasan perkantoran Provinsi Jambi.
Sementara itu Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto mengatakan, sebagai ketua dewan yang menwakili rakyat Jambi akan bersama sama rakyat Jambi memperjuangkan tuntutan dari rakyat untuk memperjuangkan perbaikan UU Cipta Karya.
Ketua DPRD mengajak 30 orang perwakilan dari mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Jambi untuk melakukan diskusi dan memberikan masukan kepada dewan namun belum sempat bertemu aksi berubah rusuh.
Bekas Tembakan di Kaca Gedung
KETUA DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto menyayangkan ditemukannya tiga lubang di kaca gedung DPRD Provinsi Jambi yang diduga bekas tembakan peluru senjata api.
“Saya sudah tanya Brimob, diduga kuat itu bekas peluru senjata api dan itu bukan dari aparat keamanan, sekarang sedang olah TKP,” kata Edi.
Menurut Edi, bekas tembakan tersebut mengindikasikan ada pihak-pihak yang berusaha menodai perjuangan suci para pengunjuk rasa.
Ia berharap kepolisian segera mengusut temuan tersebut. “Adek-adek mahasiswa, kawan-kawan LSM, buruh dan masyarakat Jambi yang berunjuk rasa juga harus hati-hati, jangan sampai ditunggangi oleh pihak-pihak yang punya niat buruk memperkeruh suasana,” ujarnya.
Sebelumnya aksi unjuk rasa tolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja di DPRD Provinsi Jambi diwarnai kericuhan antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian.
Ini terjadi karena massa aksi yang berjumlah seribuan tersebut memaksa masuk ke gedung DPRD Provinsi Jambi. Akhirnya polisi melakukan pembubaran paksa.
Edi Purwanto, Ketua DPRD Provinsi Jambi menyampaikan bahwa dirinya sudah menemui pengunjuk rasa, mendukung dan siap meneruskan aspirasi mereka ke DPR RI.
“Tapi mereka tetap maksa masuk semua, kan nggak mungkin, susah kan mengendalikannya,” terang Edi.
Edi menambahkan bahwa DPRD Provinsi Jambi terbuka bagi setiap aspirasi masyarakat Jambi dan siap memperjuangkannya selama sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Selama disampaikan baik-baik kita welcome kok, tapi kalo udah anarkis, harus berhadapan dengan aparat keamanan,” tutup Edi.
Guru Besar Unja: Teliti Dulu UU Ciptaker
GURU Besar Fakultas Hukum Universitas Jambi Soekamto menghimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu terkait Undang Undang tentang Cipta Kerja.
Menurut Soekamto, ada baiknya masyarakat terlebih dahulu membaca, meneliti dan memahami substansi dari undang undang tersebut.
“Jangan mudah terprovokasi, ada baiknya diteliti terlebih dahulu substansi dari UU Cipta Kerja tersebut dan menginventarisasi mana substansi yang merugikan buruh dan masyarakat,” kata Prof Soekamto.
Jika masyarakat sudah meneliti dan memperhatikan substansi dari UU itu maka masyarakat baru dapat menelaah mana substansi yang merugikan buruh dan masyarakat atau sekelompok orang yang dirugikan dengan adanya UU tersebut.
Menurut Prof Soekamto, saat ini sangat riskan jika melakukan aksi demonstrasi, mengingat masih dalam masa pandemi COVID-19. Jika masyarakat dan sekelompok organisasi merasa UU tersebut merugikan dan tidak berpihak pada kaum buruh dan masyarakat, baiknya diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Soekamto menjelaskan jika telah diteliti substansi dan diinventarisasi Uu tersebut ada substansi yang merugikan buruh dan tidak berpihak kepada masyarakat, baiknya disusun dalam bentuk laporan dan dilaporkan ke MK.
Tindakan tersebut akan lebih elegan dilaksanakan ketimbang melakukan aksi demonstrasi di tengah pandemi COVID-19 saat ini.
“Sampai saat ini MK merupakan mahkamah yang sangat dipercaya, dulu sudah pernah Undang Undang Ketenagakerjaan digugat dan undang undang tersebut dibatalkan,” kata Soekamto.
Selain itu, jika disusun laporan dan dilaporkan ke MK maka akan lebih efektif dan efisien untuk menyuarakan hak hak buruh dan masyarakat yang dirugikan dengan adanya Undang Undang Cipta Kerja tersebut.
Ia mengingatkan adanya kemungkinan aksi demonstrasi ditunggangi oleh oknum oknum yang ingin mengambil keuntungan dari aksi-aksi yang dilakukan di beberapa daerah, khususnya di Jambi.
“Saya rasa mengajukan ke MK akan lebih efektif dan efisien,” kata Prof Soekamto.
Desak Jokowi Cabut
KETUA Umum Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Hanief mengatakan dengan adanya UU Cipta Kerja, DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja bukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
“Untuk itu, PB PMII menolak keras UU Cipta Kerja, dan mengintruksikan PMII se-Indonesia untuk melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja,” kata dia.
Hanief mengatakan tidak akan segan-segan melakukan aksi di tengah pandemi COVID-19. Sebab, selama ini pun DPR dan Pemerintah telah secara diam-diam membahas UU Cipta Kerja dan dadakan untuk mengesahkannya. “PC PMII Kota Jambi tidak takut untuk melakukan aksi pada hari Kamis, 08 Oktober 2020,” ujar dia.
Hanif juga menuntut agar Presiden tidak menandatangani RUU Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Meski, secara otomatis bila tidak ditanda tangani oleh Presiden tetap akan menjadi Undang-Undang.
“Kita akan desak Presiden untuk mengeluarkan Perppu secepatnya, agar UU Cipta Kerja dibatalkan,” tegasnya.
Hanief berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja ini, Hanief mengatakan nantinya akan mengubah banyak tatanan kehidupan perekonomian daerah dan nasional serta juga akan berdampak pada perubahan ekonomi keuangan individu rakyat.
Maka, berikut 7 point-point penolakan PC PMII Kota Jambi terhadap Substansi UU Cipta Kerja dan juga Sikap PC PMII Kota Jambi:
1. PC PMII Kota Jambi Kecewa karena DPR RI dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemi COVID-19 dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan COVID-19, justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat. Tetapi, justru membuat regulasi yang menguntungkan para investor dan pengusaha karena proses perizinan yang disederhanakan.
2. PC PMII Kota Jambi mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalih mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
3. PC PMII Kota Jambi merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi. Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa UU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang dinilai over regulated.
Namun, faktanya nantinya akan banyak pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang ada didalam UU Cipta Kerja.
4. PC PMII Kota Jambi mengatakan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khsusunya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada di dalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, yakni Pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas; Pasal 79 hari libur dipangkas.
Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja; Pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja; Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan.
5. PC PMII Kota Jambi merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja menghapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA).
Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tanpa izin lainnya.
6. PC PMII Kota Jambi berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
7. PC PMII Kota Jambi sangat kecewa UU Cipta Kerja menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal.
Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
PMII Kota Jambi juga kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja. (Red)