KREATIFITAS seorang Yulianis (54) warga Desa Nagasari Kecamatan Mestong Kabupaten Muarojambi bisa menghadirkan “ular kobra” menemani sopir saat berkendara di jalan raya.
Tak hanya ular kobra, pria tengah baya itupun bisa menghadirkan kuda, ikan, bahkan naga, yang jinak tanpa mengganggu bagi yang pengemudi maupun penumpang di dalamnya.
Terang saja, semuanya bisa diatur oleh Yulianis yang memang adalah seorang perajin ukiran. Ia menangkap peluang untuk membuat handle perseneling atau handel gigi mobil bermotif kepala hewan seperti itu sehingga menjadi daya tarik tersendiri.
“Sudah berprofesi sebagai perajin ukir kayu ini sejak tahun 2015 sampai sekarang, ternyata banyak peminatnya,” kata Yulianis yang akrab dipanggil Uda Handel itu di bengkelnya di Mestong.
Ia merupakan sosok yang berani mengambil keputusan dalam berusaha. Dari awal sebagai penjual nasi padang, namun kemudian banting stir memaksimalkan potensinya sebagai pengukir tuas perseneling kendaraan roda empat.
Dalam menghasilkan karya ukiran ular kobra dan lainnya yang menclok di atas tuas perseneling, ia menggunakan kayu-kayu yang mudah diperoleh, mudah untuk dibentuk, namun kuat, tak mudah pecah seperti kayu bayur, kayu barenlang, dan kayu sungkai.
Bahan kayu tersebut bisa ia beli dibeli langsung di daerah Muara Bulian Kabupaten Batanghari. Untuk berkarya atau berproduksi, ternyata ia termasuk produktif untuk sebuah produk yang rumit dan memerlukan ketelatenan, kesabaran, dan tentu kemampuan improvisasi. Ia mengaku bisa membuat 1-5 tuas perseneling setiap harinya. Di bengkel kerjanya ia mengukir mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Cepat lambatnya memproduksi karya seni ukir tersebut tergantung bentuk yang dibuat. Terkadang ia juga menerima pesanan bentuk tertentu dengan tingkat kerumitan yang berbeda.
“Kalau yang ular cobra sama naga itu memiliki kesulitan yang berbeda, bentuk ular kobra lebih mudah, sedangkan bentuk kepala naga naga ini yang lebih rumit dari motif yang lainnya,” kata Yulianis.
Setelah diukir dengan menggunakan pahat dan pisau ukir, selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan amplas sambil dilakukan finishing dan memperkuat karakter ukirannya. Selanjutnya dipernis atau pelitur dengan baik warna original maupun warna gelap. Selanjutnya produk siap dijual.
Untuk harga jual, Yulianis mengaku mematok harga yang wajar untuk sebuah karya kreatif. Ia menawarkan satu unit tuas ini bervariasi mulai dari harga Rp50.000 sampai Rp150.000 per buah.
“Kita harga bervariasi kalau untuk naga sendiri memiliki tingkat kerumitan yang lebih dari pada motif yang lain seperti kuda, ikan, dan ular. Sehingga untuk harga naga mulai dari Rp100.000 sampai Rp150.000,” katanya.
Ia mengaku bersyukur, pasalnya karyanya mendapat penghargaan dari pasar, khususnya para pemilik kendaraan yang ingin menghadirkan sesuatu yang beda di kendaraan mereka.
Lintas kota
Di kiosnya di jalur lintas Jambi – Muarabulian – Padang, Yulianis memajang ukiran tuas ular kobra dan lainnya sehingga bisa dilihat oleh pengendara yang melintas.
“Kebanyakan yang mampir untuk membeli perseneling ini para sopir-sopir lintas provinsi,” katanya.
Dan memang, ia membuat berbagai jenis dan ukuran tuas kepala binatang itu yang disesuaikan dengan tingkat kenyamanan bagi pengendara yang menggunakannya.
Untuk kendaraan besar seperti truk dan bus, ukurannya lebih besar dan tinggi, pegangannya juga disesuaikan dengan ketinggian tuas perseneling agar tetap nyaman diraih dan dipindahkan.
“Selain berjualan di kios di rumah saya ini, juga memasarkan ukiran ini ke toko-toko variasi mobil yang ada di Jambi. Saya juga mencoba pasarkan ke Palembang dan Bandung,” katanya.
Sementara itu Jordi, salah seorang pemilik toko aksesoris kendaraan roda empat di Jambi menyebutkan pegangan tuas perseneling berpengaruh kepada kenyamanan pengendara.
“Memang tinggi rendah dan ukuran handel itu berpengaruh kepada kenyamanan saat berkendara, meski tidak terlalu signifikan,” katanya.
Yang terpenting, kata dia, perseneling saat dipindah gigi tidak sulit sehingga tak berpengaruh kepada kenyamanan saat membawa kendaraan.
“Kebanyakan pengemudi memilih gagang handel yang standar, bisa berbahan plastik juga berbagan kayu, atau karet campuran. Beda-beda selera sih kalo pengemudi itu,” katanya.
Ia menyebutkan ada pengendara yang suka tuas perseneling yang agak lengket berlapis karet, ada juga yang ingin halus seperti berbahan kayu. Ada juga yang meninggikan tuas agar lebih gampang diraih.
“Kebanyakan alasannya ganti seperti itu. Meninggikan handel ada memang, tergantung selera, kalo memendekkan jarang ya. Karena berpengaruh kepada tenaga kita saat memindahkan tuas, biasanya kurang nyaman,” kata Jordi.
Ia menjual tuas perseneling itu bervariasi mulai dari Rp30.000 hingga Rp150.000 tergantung bahan dan spesifikasinya. Terkait bahan ukiran, menurut dia, ada juga yang menggunakan, tapi ia tidak menjualnya.
“Biasanya ada mereka yang kreatif membuat memproduksi, ada yang gunakan juga. Tapi dari sisi fungsinya tetap sama, hanya masalah selera saja,” kata Jordi.
Namun, menurut dia, yang lebih nyaman dan standar adalah yang berbentuk bulatan sehingga bisa digenggam tangan kiri pengemudi dengan enteng.
Sementara itu Cecep, salah seorang pengemudi lintas Sumatera mengaku tuas perseneling merupakan salah satu yang memberikan kenyamanan kendaraan. Namun ia lebih kepada kemudahan pindah gigi persneling yang enteng dan tanpa nyangkut.
“Handel memang berpengaruh, yang mudah digenggam tentu lebih nyaman. Kalaupun ada yang menggunakan variasi itu selera saja. Pada intinya bawaan mobil sudah standar, asalkan tidak slip over gigi tak masalah,” kata Cecep yang rutin mengemudi kendaraan Jambi – Jakarta bolak balik. (Red)