PERSATUAN Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) menyatakan pemerintah maupun perusahaan swasta sekitarnya harus terjun mendampingi petani sawit swadaya untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi berbagai persoalan terkait budi daya kelapa sawit.
Pembina POPSI Gamal Nasir menyatakan salah satu kunci sukses program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) adalah pembinaan petani yang intensif oleh pemerintah lewat area development officer (ADO) dan perusahaan inti.
Setelah ADO tidak ada pada era PIR Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA), tambahnya dalam webinar POPSI dengan tema Pendampingan Perkebunan Sawit Rakyat Indonesia, “Di mana Peran Negara dan Swasta?”, petani yang berhasil yakni mereka yang dibina secara intensif oleh perusahaan inti.
“Saat ini, kelapa sawit rakyat luasnya 41% dan didominasi oleh petani swadaya. Banyak masalah yang mereka hadapi yaitu masuk dalam kawasan hutan, produktivitas rendah dan lain-lain. Masa depan sawit Indonesia ada di tangan petani, karena itu pemerintah dan perusahaan swasta sekitarnya harus terjun mendampingi petani untuk memperbaiki semuanya,” ujarnya, Selasa (13/10).
Kepala Pusat Pelatihan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Bustanul Arifin Caya, menyatakan sebagian besar model bisnis perkebunan kelapa sawit rakyat adalah petani mandiri.
Sensus 2013 menyatakan hanya 8 persen yang mendapat penyuluhan, 72 persen tidak bergabung dalam kelompok, kemampuan budi daya, akses permodalan dan pasar masih terbatas, lanjutnya, sehingga diperlukan peran dan fungsi penyuluh pertanian (PNS, swasta dan swadaya).
“Pada kelapa sawit yang diutamakan perannya adalah penyuluh swasta dan swadaya. Peran penyuluh sangat penting bagi pemberdayaan petani sawit,” katanya.
Menurut dia, peran mereka membangun model bisnis dengan skema kemitraan berkelompok, koperasi, pengelolaan perusahaan, menggabungkan petani sawit dalam kelompok; penyuluhan teknis budidaya dan panen, penyediaan sarana produksi, membuka akses pasar; penganekaragaman usaha.
Sementara itu Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Edi Wibowo menyatakan peningkatan produktivitas untuk menghasilkan peningkatan produktivitas Crude Palm Oil (CPO) memerlukan peran SDM. Tenaga kerja terampil di perkebunan kelapa sawit sangat dibutuhkan.
SDM yang diperlukan pada perkebunan rakyat adalah asisten kebun (setara dengan perusahaan besar), penyuluh dan pendamping kelompok tani, pada koperasi/kelembagaan pengelola, krani administrasi dan keuangan, auditor internal.
Kemudian untuk peremajaan sawit rakyat pendamping tingkat desa, kecamatan dan kabupaten, pendamping penyiapan sertifikasi kebun rakyat, pendamping sustainability.
Program pengembangan SDM BPDPKS saat ini untuk pendidikan D1 1200 orang, D3 630 orang, D4 120 orang. Sedang program pelatihan petani 4.529 orang dan masyarakat umum 3300 orang.
Menurut Direktur Inisiatif Dagang Hijau (IDH), Fitrian Ardiansyah dukungan yang diberikan pada petani sawit lewat IDH adalah kebijakan ekonomi hijau, investasi hijau, platform multipihak dikaitkan langsung ke aktivitas lapangan.
Selain itu, bahan tanam yang baik, verified sourcing area (daerah pasokan terverifikasi), kesepakatan public private untuk produksi, proteksi dan inklusi. Untuk daerah pasokan verifikasi IDH saat ini bekerja di Aceh, Jambi, Sumsel, Kalbar, Papua Barat dan Papua.
Di Aceh Tamiang contohnya dibangun kesepakatan antara Pemkab Aceh Tamiang, KPH III,Gapki Aceh, FKI,KTNA dan IDH. Ada komiten pembeli yaitu Musim Mas selanjutnya CPO ditampung Unilever dan Pepsi.Co.
Aktivitas pemetaan lebih dari 500 petani swadaya untuk GAP, kapasitas, perlindungan dan restorasi hutan. Akses terhadap pembiayaan dan bahan tanaman, pengelolaan HCV/HCS dan penerapan ISPO/RSPO. (Red)