JAKARTA, AP – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid berharap dalam peringatan Hari Santri pada 22 Oktober tahun ini menjadi momentum bagi bangsa Indonesia semakin memperkuat nilai-nilai persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat.
“Di tengah berbagai perbedaan, mari kita kokohkan nilai-nilai tersebut,” ujar Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul, Minggu (18/10).
Hal tersebut disampaikan Gus Jazil merefleksilan Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945 guna mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari upaya kembalinya penjajahan bangsa asing ketika seluruh komponen masyarakat bersatu padu berjuang bersama di medan laga.
Ketika Resolusi Jihad diserukan oleh Rais Akbar NU Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, kata dia, seluruh umat Islam, baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berada di radius 94 km dari Surabaya, wajib turun ke medan laga, sedangkan umat Islam yang berada di luar radius 94 km hukumnya fardu kifayah.
KH Hasyim Asy’ari dalam Resolusi Jihad menanamkan sikap patriotisme dan mencetuskan sikap dan pandangan bahwa cinta tanah air sebagian dari iman, “hubbul wathan minal iman”.
“Sikap inilah yang membakar semangat rakyat untuk berjuang. Beragam element ummat Islam dengan mengedepankan persatuan akhirnya mampu mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Dengan belajar pada seruan Resolusi Jihad yang mampu menyatukan seluruh kelompok masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, lanjut dia, nilai-nilai yang ada sangat relevan untuk diimplementasikan oleh bangsa Indonesia pada saat-saat ini.
Diakui Gus Jazil, bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku, agama, bahasa, dan budaya dengan penduduk yang ada di Indonesia pun tersebar di ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Pulau Rote.
“Perbedaan yang demikian sudah diselesaikan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan semangat ke-NKRI-an,” ujarnya.
Perbedaan yang dinamis saat ini, menurut alumnus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu, adalah perbedaan sikap politik dan pilihan yang melintasi batas suku, agama, dan bahasa.
“Meski berbeda sikap politik dan pilihan namun harus tetap mengedepankan nilai-nilai persatuan. Di masa menjelang dan saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia, di antara masyarakat juga ada yang berbeda sikap politik namun tetap mengedepankan kepentingan bangsa,” tegasnya.
Apabila masyarakat tetap mengedepankan nilai-nilai persatuan, kata dia, perbedaan suku, bahasa, agama, budaya, serta sikap politik dan pilihan tidak akan menjadi ancaman disintegrasi bangsa.
Sosok asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur itu ingin nilai-nilai persatuan ada dalam hati dan jiwa seluruh rakyat Indonesia. “Bila ada nilai persatuan maka ada Indonesia dan bila ada Indonesia maka ada nilai persatuan. Momen Hari Santri waktu yang tepat untuk membangkitkan nilai-nilai tersebut,” pungkasnya. (Red)