Jambi, AP – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jambi merekomendasikan kepada pemerintah setempat agar mendorong industri makanan untuk menggunakan cabai olahan.
“Itu salah satu cara kita untuk mengurangi permintaan cabai segar khususnya bagi industri,” kata Asisten Manager Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan pada BI Jambi Galih Riyandi, Minggu (23/10).
Menurut dia, saat ini konsumsi cabai di Jambi sebagian besar atau 50 persennya masuk konsumsi pasar industri yang kemudian disusul oleh konsumsi rumah tangga sehingga konsumsi cabai segar bagi industri perlu dikurangi.
“Cabai olahan kekurangannya memang tidak besar, dari segi harga pun cabai olahan lebih kompetitif,” katanya.
Apalagi saat ini harga cabai di sejumlah pasar tradisional di daerah Jambi mengalami peningkatan karena berkurangnya pasokan dari daerah penghasil.
Harga cabai segar di Jambi saat ini rata-rata mencapai Rp 50 ribu dan bahkan pernah menembus angka Rp70 ribu perkilogram. Menurut dia, berkurangnya pasokan cabai ke Jambi tersebut disebabkan karena para petani cabai di daerah penghasil saat ini masih memasuki masa tanam.
Dia mencontohkan, saat ini cabai yang masuk ke pasar tradisional terbesar di Jambi, yaitu Pasar Angsoduo hanya mencapai 20 ton perhari. Jumlah itu jauh menurun dibandingkan pada pasokan normal yang mencapai 40 ton perhari yang didistribusikan ke sejumlah daerah terdekat.
“Prediksi kamu sampai bulan November harga cabai di pasaran masih mahal,” katanya menjelaskan.
Dengan tingginya harga cabai di pasaran saat ini, BI memprediksi cabai akan menjadi salah satu komoditas yang menyumbang nilai inflasi paling tinggi.
“Inflasi bulan ini di Jambi proyeksi BI secara keseluruhan itu rata-rata 0,1 sampai 0,15, dan cabai salah satunya yang menyumbang bobot inflasi,” katanya. ant