BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meragukan rencana penerapan sistem rekapitulasi secara elektronik (Sirekap) KPU dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan masih banyak kendala yang terjadi di daerah yang tidak memungkinkan Sirekap berjalan lancar seperti kendala jaringan internet, ponsel pintar, dan sumber daya manusia (SDM).
“Saya melihatnya banyak kendala dan hambatan. Belum lagi tidak semua daerah memiliki sumber daya yang memadai. Kalimantan tentu berbeda dengan pulau Jawa,” kata Abhan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Kamis (12/11).
Abhan menjelaskan data daerah (kelurahan) yang terkendala dengan jaringan internet dan listrik di TPS menjadi alasan Bawaslu meragukan Sirekap KPU. Data ini, kata Abhan, menyentuh hingga 30 provinsi, di antaranya Provinsi Bali 91 kelurahan, Bangka Belitung 54, Banten 197, Bengkulu 273, Gorontalo 99 kelurahan.
Kemudian, lanjut Abhan, Jambi 350 kelurahan, Jawa Barat 557, Jawa Tengah 670, Jawa Timur 771, Kalimantan Barat 771, Kalimantan Selatan 366, Kalimantan Tengah 489, Kalimantan Timur 908 kelurahan.
Selanjutnya, Kalimantan Utara 164 kelurahan, Kepulauan Riau 380, Lampung 272, Maluku 194, Maluku Utara 229, Nusa Tenggara Barat 158, Nusa Tenggara Timur 402, Riau 232 kelurahan. Berikutnya, Sulawesi Barat 143 kelurahan, Sulawesi Selatan 363, Sulawesi Tengah 720, Sulawesi Tenggara 326 kelurahan.
Kemudian Sulawesi Utara 354 kelurahan, Sumatera Barat 248, Sumatera Selatan 122, Sumatera Utara 664, dan D.I Yogyakarta 72 kelurahan. Abhan menjelaskan faktor lain yang akan terjadi jika Sirekap menjadi acuan utama KPU dalam rekapitulasi surat suara bisa dimungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan teknis maupun non-teknis.
“Dan penyimpangan yang berdampak terhadap hasil rekap oleh jajaran KPU,” katanya.
KPU, menurut Abhan, juga harus mempertimbangkan pasal sanksi pidana dalam kesalahan-kesalahan teknis yang berakibat pada perubahan hasil yang berdampak pidana. Abhan mengatakan Sirekap pun belum mempertimbangkan permasalahan teknis lapangan, serta minimnya waktu KPU dalam persiapan penggunaannya mengingat Pilkada 2020 tinggal 27 hari lagi.
Ia menilai Sirekap rawan manipulasi data. Penggunaan Sirekap masih memungkinkan terjadinya manipulasi data dengan menggunakan Form C.
“Hasil-KWK karena belum adanya klasifikasi oleh sistem terhadap keaslian dokumen C. Hasil-KWK,” ujarnya.
Abhan mengakui hasil uji coba pada formulir C-Hasil-KWK yang diubah dengan menggunakan format C-Hasil-KWK yang dicapture melalui handphone dan dilakukan scan foto melalui aplikasi Sirekap, data dapat terbaca sebagai data asli.
Hal tersebut, kata dia, memungkinkan terjadinya manipulasi data ketika akses tidak diberikan kepada saksi dan pengawas serta apabila terdapat kondisi di mana tidak ada saksi di TPS dan tidak ada data sandingan. Red)