JAKSA Pinangki Sirna Malasari dan suaminya, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf, tidak pernah meributkan hal finansial meski penghasilan Pinangki lebih besar.
“Kami tidak pernah ribut soal finansial, semua Pinangki yang atur, saya memberikan gaji dan remunerasi, dia pegang ATM-nya,” kata Yogi di dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/11).
Napitupulu Yogi Yusuf menjadi saksi untuk istrinya, mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
Dalam sidang terungkap bahwa penghasilan Yogi per bulannya adalah sekitar Rp14 juta, sedangkan penghasilan Pinangki sekitar Rp18 juta namun pengeluaran rumah tangga mereka lebih dari Rp74 juta.
Menurut Yogi, dia dan Pinangki punya perjanjian pisah harta sebelum menikah untuk memisahkan harta milik keduanya, apalagi Pinangki diketahui membawa harta bawaan dari almarhum suami pertamanya bekas pejabat di Kejaksaan Agung Djoko Budiharjo yang setelah pensiun berprofesi sebagai pengacara.
“Kalau hanya dari penghasilan, memang tidak bisa menabung dengan pengeluaran itu,” ungkap Yogi.
Sejak sebelum menikah dengan Pinangki, 1 November 2014, Yogi mengatakan bahwa Pinangki telah tinggal di apartemen Dhamawangsa Essense, sedangkan orang tua Pinangki tinggal di Sentul.
“Sebelum menikah Pinangki memang sudah di Dharmawangsa Essense, sewa apartemen dia yang bayar. Saya juga tidak pernah hitung-hitung karena tidak pernah dari Pinangki mengatakan kekurangan uang, dia mengatakan bisa memenuhi (pengeluaran) walau dari saya tidak sebanding tapi dia bilang bisa memenuhi itu,” ungkap Yogi.
Di apartemen itu pun Yogi melihat isi brankas milik Pinangki. “Saya lihat isi brankas Pinangki karena brankas ditaruh di lemari, saya mau ambil pakaian dan saya hanya melihat sekali saja isinya saat dia buka. Kuncinya juga dia pegang, jadi saya tidak punya akses untuk membuka itu,” kata Yogi menjelaskan.
Di dalam brankas itu, menurut Yogi, terdapat tumpukan uang dalam mata uang asing namun Yogi tidak tahu jenis mata uang dan nilainya. Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA. Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS. (Red)