JUMLAH penguna internet di Indonesia saat ini sudah mencapai 175,4 juta orang, dimana pengguna media sosial di Indonesia sebanyak 160 juta orang.
Hal itu berdasarkan riset platform Manajemen media sosial Hootsuite dan agensi marketing sosial We Are Social yang dirilis pada akhir Januari 2020. Dengan pengguna media sosial yang sudah mencapai seratusan juta orang itu diperlukan etika dan perilaku setiap warganet atau “netizen” dalam menggunakan media sosial secara baik. Baik itu, masyarakat umum atau sipil, pejabat maupun aparat negara.
Karena manakala menggunakan media sosial dengan tidak baik, seperti provokatif, penyebaran informasi bohong atau hoaks, maka akan terjerat hukum. Hal itu, tak terkecuali aparat negara, seperti prajurit TNI.
Seluruh prajurit TNI pun diwajibkan untuk mematuhi Sumpah Prajurit dan Sapta Marga, salah satunya penggunaan media sosial secara bijak. Termasuk, anggota keluarga prajurit TNI itu sendiri.
Bahkan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa terpaksa mencopot jabatan tujuh orang prajuritnya karena tidak menggunakan media sosial dengan bijak, terkait insiden penusukan mantan Menko Polhukam Wiranto pada 2019 lalu, salah satunya Dandim 147/Kendari Kolonel Kav HS.
Ketujuh orang prajurit TNI itu juga dikenakan hukuman disiplin militer. Hal itu lantaran keluarga prajurit TNI itu melanggar aturan terkait penggunaan media sosial. Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa sendiri pernah mengingatkan kepada seluruh prajuritnya tidak memberikan informasi yang provokatif di media sosial, sehingga menimbulkan kebencian di tengah masyarakat.
Namun baru-baru ini dua prajurit TNI dikenakan sanksi disiplin. Mereka adalah Kopda ATY dan Serka BDS. Keduanya mengunggah video ketika menyambut kepulangan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Pemeriksaan internal pun langsung langsung dilakukan oleh keduanya. Kopda ATY diserahkan kembali ke satuannya Danyon Zipur 11. Sedangan Serka BDS Anggota TNI AU juga sempat menjalani pemeriksaan dan penahanan di POM TNI AU.
Seorang prajurit TNI memang disumpah untuk taat kepada aturan dan atasan. Termasuk dalam urusan penggunaan media sosial.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad pada Jumat (13/11) menegaskan seorang prajurit harus memegang teguh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Sesuai pedoman Sapta Marga dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014.
TNI senantiasa terus mengingatkan bahwa prajurit harus berdiri di atas semua golongan, sehingga diharapkan jangan sampai ada prajurit yang melanggar aturan yang sudah dikeluarkan pimpinan.
Dia pun mengingatkan agar seluruh prajurit TNI bijak dalam menggunakan media sosial. Bahkan hal itu disampaikan berulang kali, agar prajurit paham mengenai dampak media sosial yang begitu besar.
Penggunaan media sosial yang salah juga dapat menimbulkan perpecahan. Hal itu nyaris terjadi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019, dimana terjadi polarisasi di masing-masing kandidat.
Oleh karena itu, Kapuspen TNI juga mengajak pegiat media sosial untuk menjaga persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia melalui media sosial. Perkembangan teknologi media sosial saat ini menjadi wadah yang bisa digunakan untuk apa saja, salah satunya perang informasi.
“Perang saat ini lebih banyak kepada peperangan informasi media sosial, tetapi yang jelas kondisi saat ini, perang informasi sangat menjadi wahana,” kata Jenderal bintang dua ini pada acara pertemuan Keluarga Besar Puspen TNI dengan Pegiat Media Sosial di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (17/11).
Oleh karena itu, seluruh pegiat media sosial diharapkan bersama-sama membangun media sosial ini dengan menyampaikan pesan-pesan yang baik, bisa dalam bentuk memberikan pengajaran maupun edukasi.
Medsos jadi media propaganda
Ancaman Separatisme dengan menggunakan media sosial bertujuan propaganda untuk memisahkan diri dari NKRI juga marak dilakukan.
Aksi separatisme saat ini tidak hanya berupa pemberontakan bersenjata, tetapi sudah berkembang melalui kampanye internasional dengan memanfaatkan media sosial di dunia maya.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto ketika menjadi Keynote Speaker dalam acara Webinar Pelatihan Sinergi Anak Bangsa Dalam Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara Dari Aksi Separatisme di Dunia Maya, di Jakarta, Sabtu (21/11), mengatakan, semua yang ada di dunia maya memiliki kelebihan berupa kecepatan dan jangkauan yang lebih cepat, lebih luas, dan lebih mudah.
Selanjutnya juga disadari bahwa dampak yang ditimbulkan di dunia maya, baik positif maupun negatif, ternyata dapat lebih masif dari dunia fisik.
“Mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus mengakui bahwa media sosial telah dapat dimanfaatkan sebagai media propaganda, media perang urat syaraf,” papar Marsekal Hadi.
Mantan Irjen Kementerian Pertahanan ini pun berpendapat dengan penggunaan dan jangkauan yang luas, media sosial menjadi media yang efektif untuk melakukan perang informasi ataupun perang psikologi.
“Sekarang kita mengenal hastag, trending topic. Dahulu kita menyebutnya sebagai tema propaganda,” katanya.
Terpolarisasi
Dalam beberapa minggu terakhir ini dunia maya di Indonesia diramaikan dengan beberapa isu yang cukup hangat.
“Isu-isu tersebut bila kita lihat membuat masyarakat menjadi terkotak-kotak, terpolarisasi dan dibenturkan satu sama lain. Terdapat pula narasi yang membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah dan tidak percaya kepada berbagai upaya pemerintah untuk kepentingan rakyat,” kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) ini.
Menurut Hadi, diperlukan kesatuan pandangan dan persepsi untuk mensinergikan keselarasan dalam tindakan, kebijakan dan rencana aksi yang utuh. Menghadapi hal ini, diperlukan partisipasi lintas sektoral dan tidak mungkin hanya bisa dihadapi oleh satu instansi semata.
Oleh karena itu, dibutuhkan langkah penanganan yang dilakukan secara komprehensif, integral dan terpadu.
“Diperlukan sinergi untuk negeri,” imbuhnya.
Maka, dalam penggunaan media sosial seluruh komponen bangsa harus mengesampingkan perbedaan dan ego kesukuan, bersatu padu, dan bahkan mengorbankan jiwa raganya demi Indonesia merdeka. Karena sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita saat ini, sebagai generasi penerus perjuangan untuk memelihara dan menjaga semangat persatuan dan kesatuan serta keutuhan bangsa dan negara tercinta. (Red)