WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan rencana pemerintah membuat kebijakan pemangkasan cuti bersama akhir tahun 2020 harus diikuti dengan disiplin penerapan protokol kesehatan aturan pengendalian pergerakan massa yang ketat.
“Tanpa protokol kesehatan yang ketat, upaya pemangkasan cuti bersama akhir tahun akan sia-sia. Intinya jangan sampai terjadi kerumunan massa saat liburan akhir tahun yang berpotensi menciptakan klaster penularan baru COVID-19,” kata Lestari Moerdijat atau Rerie, Kamis (3/12).
Menurut dia, pemerintah sudah berupaya menerapkan langkah hati-hati menjelang libur panjang akhir tahun, dalam bentuk pengurangan jumlah hari libur menjelang pergantian tahun ini.
Rerie menilai upaya pengurangan hari libur tidak akan signifikan menekan penyebaran COVID-19 apabila para pemangku kepentingan tidak bisa mengendalikan pergerakan massa sehingga tercipta kerumunan di sejumlah tempat.
“Jadi meskipun durasi liburan dikurangi, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat wajib mengendalikan pergerakan massa,” ujarnya.
Menurut dia, dari sisi pemerintah harus ketat memberlakukan aturan pengendalian yang ada sehingga tidak terjadi kerumunan. Sementara itu, dari sisi masyarakat, harus disiplin memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan saat menikmati hari liburan.
“Karena pada Desember 2020 ini kerawanan terjadinya kerumunan bukan hanya terjadi pada liburan akhir tahun. Pada 9 Desember 2020, saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah di 270 kabupaten dan kota juga berpotensi terjadi kerumunan di tempat-tempat pemungutan suara,” katanya.
Politikus Partai NasDem itu mengatakan upaya pencegahan terjadinya kerumunan harus benar-benar direncanakan dan diterapkan secara baik dan terukur pada Desember 2020, mengingat potensi terjadinya kerumunan massa cukup besar.
Protokol kesehatan yang ketat dinilai akan menjadi jaminan dan kunci sukses bagi kelangsungan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember. Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Sigit Pamungkas, mengatakan kesiapan penyelenggaraan pilkada serentak terutama terkait pemastian jaminan keamanan dan penerapan protokol kesehatan.
“Perlu adanya penguatan koordinasi semua pihak yang terlibat untuk memastikan protokol kesehatan berjalan dengan baik,” ujarnya.
Pilkada serentak yang berlangsung pada 9 Desember 2020 akan digelar di 270 daerah terdiri dari 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.
Sigit menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah memberikan empat arahan terkait penyelenggaraan pilkada. Yang terpenting menurut arahan Presiden adalah pilkada harus berjalan Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (Luber), jujur, adil, serta aman dari COVID-19.
“Pilkada tinggal hitungan hari, sementara pertumbuhan kasus COVID-19 masih berfluktuasi. Oleh karena itu, penyelenggara pemilihan perlu menerapkan protokol kesehatan yang ketat sebagaimana yang telah dirancang,” ujar Sigit.
Pria yang juga mantan anggota KPU Pusat ini menambahkan, untuk memastikan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 bebas dari COVID-19, penyelenggara pemilu harus bisa bersikap tegas.
Jika ada hambatan segera cari jalan keluar sehingga tidak menjadi persoalan ketika pencoblosan. “Petugas yang bekerja harus bebas dari COVID-19. Bagi yang terpapar agar segera diambil tindakan cepat dan tepat,” kata Sigit.
Pada beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo juga telah menginstruksikan agar pilkada tetap berjalan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, serta aman dari COVID-19.
Presiden pun menegaskan, penerapan protokol kesehatan harus menjadi sebuah kebiasaan baru dalam setiap tahapan pilkada agar tidak menimbulkan klaster baru COVID-19.
Di sisi lain, Satgas Penanganan COVID-19 juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020. Termasuk juga pemerintah daerah yang menyelenggarakan pilkada.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2020 harus didorong secara optimal agar menggunakan hak pilihnya sehingga memenuhi target 77,5 persen tingkat partisipasi masyarakat.
“Keikutsertaan masyarakat dalam Pilkada Serentak 2020 bukan suatu kewajiban tetapi merupakan hak untuk memilih. Partisipasi masyarakat harus didorong secara optimal untuk menggunakan hak pilihnya dalam rangka mewujudkan suksesnya pilkada,” kata Guspardi.
Dia mengatakan KPU RI menargetkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2020 sebesar 77,5 persen, sehingga target itu seharusnya dapat dilampaui di tiap daerah yang melaksanakan pilkada.
Guspardi mengingatkan bahwa penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 dapat berjalan sukses dengan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi dengan memastikan setiap tahap dari prosesi penyelenggaraan pemilu dapat berjalan baik.
“Saya mengingatkan tentang pengaturan waktu kedatangan pemilih ke TPS, jangan terlalu kaku namun harus dibuat lebih fleksibel. Masyarakat yang sudah datang ke TPS agar diizinkan menggunakan hak pilihnya, sepanjang tidak melewati rentang waktu yang telah ditetapkan dan memenuhi syarat sebagai pemilih,” ujarnya.
Politikus PAN itu menjelaskan, Pilkada 2020 dilaksanakan dalam situasi pandemi COVID-19, sehingga penerapan protokol kesehatan (prokes) harus dikawal dan dipastikan berjalan dengan ketat.
Langkah itu, menurut dia, untuk menjawab kritikan dari beberapa pihak yang khawatir terhadap pelaksanaan Pilkada 2020 dapat memicu terciptanya klaster baru COVID-19.
“Prokes pencegahan COVID-19 harus dikawal dan dipastikan berjalan dalam tiap tahapan pilkada, itu untuk menjawab kritikan beberapa pihak yang khawatir pelaksanaan pilkada memicu munculnya klaster baru COVID-19,” katanya.
KPU RI menargetkan partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2020 sebesar 77,5 persen. Pada Pilkada 2018, tingkat partisipasi pemilih sebesar 73,24 persen, Pilkada 2017 sebesar 74,5 persen, dan Pilkada 2015 sebesar 70 persen. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II DPR optimistis target KPU RI tersebut realistis dan akan tercapai.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengimbau kepada seluruh pasangan calon atau kontestan pada Pilkada Serentak 2020 agar tidak terprovokasi dengan isu-isu yang dimainkan pihak yang berharap munculnya kegaduhan, khususnya di masa tenang pada 6-8 Desember.
“Bersama kita jaga muruah pilkada saat masa tenang nanti, jangan cepat terprovokasi. Kita jaga suasana harmonis dan nyaman, baik pasangan calon maupun relawan bisa menghentikan seluruh aktivitas kampanye sesuai dengan aturan PKPU,” kata Azis Syamsuddin.
Dia meminta kepada semua pihak, khususnya saat kampanye yang dilakukan melalui media sosial, harus mampu menahan diri dan tidak terpancing dengan narasi yang bersifat propaganda.
Menurut dia, DPR juga berharap Bawaslu dan Kemenkominfo untuk memantau dan bersikap tegas terhadap konten-konten yang berdampak negatif terhadap keberlangsungan pilkada itu sendiri.
“Suasana yang harmonis ini harus terus kita jaga, jangan terpancing dengan provokasi yang mengarah adu domba atau memecah belah persatuan menjelang pesta demokrasi,” ujarnya.
Azis menilai meredam dengan langkah-langkah cepat sangat dibutuhkan agar aroma provokatif tidak menjadi akar masalah sehingga diharapkan peran Bawaslu dan Kemenkominfo untuk mengantisipasi gejolak yang tidak diharapkan.
Dia juga meminta KPU dan Bawaslu mampu mengantisipasi polemik penggunaan ribuan kertas suara yang sebelumnya dinyatakan rusak hasil penyortiran petugas. “Agar tidak menimbulkan kendala pada hari pencoblosan di tempat pemungutan suara nanti. Termasuk upaya memanfaatkan kelemahan penyelenggara,” katanya.
Menurut dia, Bawaslu harus memberikan saran perbaikan kepada KPU terkait ditemukan lembar kertas suara rusak dengan meminta dilakukan penggantian seluruhnya.
Politikus Partai Golkar itu juga berharap pendistribusian logistik untuk pilkada dapat dilakukan tepat waktu dan tepat jumlah sehingga tidak muncul permasalahan di tempat pemungutan suara (TPS). (Red)