JAKARTA – Tren penjualan gedung perkantoran saat ini kian masif di DKI Jakarta di masa pandemi Covid-19.
Di beberapa marketplace menunjukkan bahwa mayoritas penjualan gedung komersial berasal dari kategori perkantoran maupun rumah toko.
Saat bersamaan, penjualan hotel-hotel di Jakarta juga tak kalah berseliweran di toko online.
Maraknya penjualan gedung perkantoran mudah ditemukan pada berbagai situs jual beli online.
Di Lamudi misalnya, sebuah gedung kantor baru dijual dengan harga Rp 60 miliar, itu pun tertera negosiasi sampai deal.
Artinya pemilik gedung bisa saja menurunkan harga secara signifikan demi jadinya transaksi.
Adapun spesifikasi gedung tersebut adalah luas tanah 630 m2, luas bangunan 1800 m2, bangunan 5 lantai, kamar mandi di setiap lantai, listrik 33000 watt, telp 5 line, air pam & jet, pump, ac central, lift muatan 10 org, fire alarm, lampu led, serta parkiran menampung -+ 25 mobil.
Ada juga gedung kantor lima lantai dengan lift yang berlokasi di Jalan Raya Otista Jakarta Timur.
Luas Tanah 225m2, Luas Bangunan 675m2, Kamar Mandi 5, gedung ini termasuk kategori bangunan baru 2018 dan menghadap Selatan.
Dengan dukungan listrik 12.000 Watt, berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) serta carport 20 mobil, pemilik menawarkan gedungnya dengan Harga Rp 14,5 miliar atau negosiasi dengan owner.
Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong menilai tren bekerja dari rumah (WFH) yang kian masif menjadi salah satu penyebab kebutuhan sewa atau pembelian ruang perkantoran berkurang.
Sehingga berdampak pada pasar perkantoran, dan berimbas pada pemasukan sehingga tak sedikit pemilik gedung kantor mengobral asetnya saat pandemi.
“Pengaruh (WFH) cukup besar, karena banyak company pilih WFH terutama yang padat karya dimana karyawan yang biasa harus ke kantor sekarang ngga perlu lagi, artinya ada pengurangan space ruang kantor yang cukup signifikan karena tren WFH,” katanya dilansir CNBC Indonesia, Jumat (21/5/21).
Beberapa pekerjaan yang biasa mendominasi bekerja di perkantoran sudah mulai bergeser untuk bekerja dari rumah, misalnya back office seperti administrasi, keuangan hingga programmer.
Akibat tren ini, permintaan akan gedung perkantoran juga tidak terangkat signifikan.
Pengusaha di sektor perhotelan mulai angkat tangan dengan pandemi Covid-19 yang belum diketahui selesai kapan.
Mereka bukan hanya menutup operasional, namun hingga menjual aset properti. Pantauan dilapangan petugas keamanan yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan “Gedung ini dijual sejak pertengahan tahun 2020 hingga kini belum terjual, banyak yang mengsurvai lokasi tapi hingga kini belum juga terjual” jelasnya.
“Q1 Januari, Februari, Maret lebih baik dibanding Q1 tahun lalu. Masuk Q2 ternyata nggak terjadi peningkatan signifikan mungkin suasana libur lebaran, ada puasa, pengaruh juga faktor eksternal lainnya seperti varian baru Covid-19, lockdown negara-negara lain sehingga demand terutama office building agak-agak stuck,”
Karena permintaan yang cenderung stagnan, maka harganya pun lebih bisa dibicarakan. Bagi investor yang memiliki dana lebih dan sudah mengincar berinvestasi di properti, bisa jadi ini momentum yang tepat.
“Office building sekarang nego. Kalau nggak dipakai, maintenance jalan terus. Harga kondisi sekarang negotiable, yang ada duit mungkin bisa bargaining kesempatan sebenarnya,” sebutnya.
Mengenai harga negosiasi bergantung pada beragam aspek, mulai dari kondisi bangunan, hingga lokasi yang strategis atau tidak. Meski harganya tidak jatuh seperti awal pandemi Covid-19 lalu, namun ada juga penurunan.
“Untuk penurunan saya liat tahun ini lebih sedikit, sekitar 10%-20%, 15% ada, maksimal 20% lah,” jelas Lukas.