JAKARTA – Pemerintah menerbitkan peraturan baru Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) yang bermuatan peraturan dasar pengelolaan UI yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan peraturan dan prosedur operasional di UI.
Peraturan tersebut ditetapkan di Jakarta dan diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Juli 2021. Peraturan tersebut sekaligus mengganti peraturan sebelumnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI.
“Oh iya benar, kami Majelis Wali Amanat (MWA) juga baru terima salinannya, dan akan kami pelajari terus dirapatkan di MWA,” kata Ketua MWA UI Saleh Husin dilansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (20/7/2021).
Saleh mengatakan, pembahasan revisi statuta UI sudah diperbincangkan pada Desember 2019 lalu. Pun ia berterima kasih pada pemerintah karena akhirnya memberikan pedoman baru bagi UI agar mampu berkembang lebih baik lagi.
“Seingat saya proses revisi statuta UI sudah sejak akhir 2019,” kata dia.
Adapun dalam peraturan anyar itu, terdapat beberapa pasal perubahan yang menjadi sorotan, khususnya pasal yang mengatur soal ketentuan larangan rangkap jabatan pada rektor dan wakil rektor.
Pada PP Nomor 68 Tahun 2013 Pasal 35 misalnya, saat itu disebutkan terdapat lima ketentuan larangan rangkap jabatan.
Pertama, larangan rangkap jabatan pada pejabat satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
Kedua, pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Ketiga, pejabat pada badan usaha milik negara (BUMN)/daerah maupun swasta.
Keempat, anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik. Kelima, pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.
Namun dengan aturan anyar, terdapat perubahan letak pasal, juga subjek yang dilarang rangkap jabatan.
Dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 Pasal 39 disebutkan bahwa rektor dan wakil Rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap jabatan dengan ketentuan.
Yang pertama, pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat.
Kedua, pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah. Ketiga, direksi pada BUMN/daerah maupun swasta dan keempat, pengurus/ anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan partai politik.
Sehingga, apabila dibandingkan dari dua aturan itu, maka terlihat bahwa dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 larangan rangkap jabatan pada BUMN hanya spesifik pada satu jabatan, yakni khusus direksi.
Tak genap sebulan, rangkap jabatan di UI santer dibicarakan usai Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro diduga melanggar aturan rangkap jabatan. Pasalnya, selain menjabat sebagai rektor, Ari juga diketahui menjabat sebagai komisaris BUMN.
Selain menjadi orang nomor wahid di UI, Ari saat ini juga tercatat menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Ia diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPTS) BRI pada 18 Februari 2020 lalu.
Temuan dugaan rangkap jabatan itu lantas mendapat sorotan banyak pihak, yang tak sedikit mendesak agar Ari melepas jabatannya di perusahaan pelat merah.
Namun demikian,Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyerahkan polemik rangkap jabatan rektor UI ke MWA UI.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam menjelaskan aturan tersebut berlaku karena UI merupakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). PTN BH memiliki otonomi yang lebih luas dalam hal akademik.