TEBO – Pemimpin kelompok Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi, Temenggung Apung, memprotes soal penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kementerian Sosial (Kemensos) karena dinilai tidak merata.
Pasalnya, dari 36 Kepala Keluarga (KK) dalam kelompok yang dia pimpin, hanya 10 KK yang menerima bantuan tersebut.
“Ini yang nantinya membuat warga saya ribut. Soalnya tidak semuanya menerima bantuan,” kata Apung beberapa waktu lalu.
Apung menjelaskan, sesuai syarat penerima BST harus memiliki data kependudukan berupa KTP dan KK. Menurutnya, seluruh warga MHA SAD yang dipimpinnya telah memiliki data kependudukan tersebut.
“Kami tidak tahu apa masalahnya. Kok di kelompok kami banyak yang tidak terdaftar dan tidak menerima BST,” ujarnya.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua RT 32, Simpang Stop Sungai Bungin, Dusun Wonorejo, Desa Muara Kilis, Malenggang. Pemimpin RT wilayah MHA SAD Kelompok Temenggung ini mengungkapkan, sebelum dilakukan penyaluran BST Kemensos, ada petugas yang mengaku dari lembaga WARSI melakukan pendataan.
Petugas tersebut mendata jumlah MHA SAD yang telah memiliki data kependudukan dengan alasan untuk didaftarkan sebagai calon penerima BST Kemensos.
“Waktu itu kita di sini didata semuanya. Tetapi ketika BST keluar, kok dari kita yang menerima cuma 10 KK. Gara-gara itu hampir saja terjadi keributan antarsesama kita,” ujarnya.
Diakui Malenggang, masyarakatnya selalu menjalankan program dan arahan pemerintah, mulai dari hidup menetap, tidak boleh menjual lahan, tidak boleh merambah dan membakar hutan hingga pendataan data kependudukan. Semua dilakukan oleh kelompok MHA SAD.
“Tetapi kok ketika ada bantuan, malah banyak dari kami tidak menerimanya,” kata dia.
Yang diherankan, lanjut Malenggang, ada sekelompok SAD yang menerima BST Kemensos tanpa memenuhi syarat yang ditentukan. Dia adalah SAD kelompok Temenggung Lidah Pembangun. Tidak satu pun dari anggota kelompok tersebut yang memiliki data kependudukan.
“Anehnya, walau mereka tidak memiliki data kependudukan, tetapi mereka semua menerima BST Kemensos. Bukan per KK, tetapi per jiwa. Bahkan yang sudah meninggal dunia pun masih didata dan menerima bantuan. Waktu itu anaknya yang mengambil bantuan itu,” kata Malenggang.
Tentang ketimpangan ini pernah disampaikan Malenggang dan beberapa warga MHA SAD Kelompok Temenggung Apung kepada pemerintah daerah melalui Dinas Sosial Kabupaten Tebo. Kata pihak Dinas Sosial, mereka tidak tahu soal data SAD penerima BST Kemensos.
“Kata pemerintah SAD yang menerima BST Kemensos tersebut sesuai data yang diusulkan oleh WARSI. Nah, sebelumnya kan kelompok kami juga sudah didata oleh WARSI. Kok dari kami cuma 10 KK yang menerima bantuan,” ujarnya.
Sementara dari kelompok Temenggung Lidah Pembangun, lanjut dia, semuanya menerima (per jiwa). “Mulai dari yang tua hingga anak-anak menerima bantuan itu. Bahkan yang mati pun masih menerima,” ujarnya.
Untuk itu, atas nama MHA SAD Kelompok Temenggung Apung, dia minta kepada pemerintah agar benar-benar melakukan pendataan agar bantuan yang diserahkan sesuai dan tepat sasaran.
” Waktu penyerahan bantuan tersebut hampir saja terjadi keributan. Untungnya masih bisa didiamkan,” katanya.
Keluhan ini dibenarkan pendamping MHA SAD Kabupaten Tebo, Ahmad Firdaus. Dia mengaku bingung atas penetapan data SAD penerima bantuan dari Kementerian Sosial tersebut.
“Ya bingung, kok yang belum memiliki data kependudukan menerima bantuan dan itu hampir per jiwa bukan per KK. Sementara, kelompok Temenggung Apung, dari 36 KK hanya 10 KK yang terdaftar dan menerima bantuan. Itu datanya dari mana?” katanya.
Firdaus mengaku jika data MHA SAD penerima bantuan dari Kemensos tersebut sudah diklarifikasinya kepada Dinas Sosial Kabupaten Tebo. Namun, Dinas Sosial juga tidak mengetahui soal penetapan data tersebut.
“Kata pihak Dinas Sosial data itu dari pusat, bukan mereka yang menetapkan,” ujar Firdaus.
Untuk itu, Firdaus meminta kepada pihak terkait agar kembali mendata SAD supaya bantuan yang diberikan benar-benar merata dan tepat sasaran.