BARU-baru ini Pemerintah India merevisi pajak impor atau bea masuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari 49,5 persen menjadi 41,25 persen selama tiga bulan.
Hal tersebut diperkirakan akan mendorong kinerja industri sawit Indonesia, khususnya ekspor, pada tahun ini.
“India baru saja merevisi pajak impor sehingga lebih rendah, akan ada peluang meningkatkan ekspor,” kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fadhil Hasan, Jumat (6/8/2021).
Perlu diketahui, sepanjang 2020, nilai ekspor minyak sawit tercatat mencapai US$22,97 miliar, setara Rp321,5 triliun (kurs Rp14.000) atau tumbuh 13,6 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Faktor lain yang membuat industri kelapa sawit moncer adalah pemulihan ekonomi yang terjadi di pasar tradisional dan non-tradisional, seperti China dan Amerika Serikat.
Lebih lanjut disampaikan Fadhil, permintaan minyak sawit dari negara importir juga sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Saya kira mengalami pemulihan yang relatif baik. Biasanya permintaan palm oil berhubungan erat dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” kata Fadhil.
Adapun faktor internal yang masih membuat pelaku usaha optimistis adalah harga minyak sawit yang cenderung meningkat menjelang semester II-2021. Padahal, pada saat masa panen atau memasuki semester II, harga sawit biasanya cenderung turun.
Pada tahun ini, penggunaan program B30 yang dinilai optimal telah membuat harga kelapa sawit cenderung stabil dan naik di saat menjelang panen raya.
“Konsistensi dari Indonesia yang mempertahankan B30 itu membuat harga relatif stabil,” jelas Fadhil.