JAKARTA – Politisi senior Partai Gerindra Arief Poyuono pasang badan membela Presiden Jokowi atas menjamurnya kritik soal pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal II-2021 sebesar 7,07 persen.
Kritik itu dinilai tidak tepat, dikhawatirkan membuat pasar panik.
“Para pengamat dan politisi yang concern dengan perekonomian nasional jangan bikin panik pasar dan bikin statement yang justru nonproduktif ya,” saran Poyuono dilansir Rakyat Merdeka, Senin (16/8/2021).
Poyuono menjamin pertumbuhan 7,07 persen itu prestasi pemerintah dengan kerja keras membangun ekonomi di tengah gempuran pandemi Covid-19, bukan omong kosong.
Dia yakin para pengkritik juga mengetahui ekonomi nasional mengalami pertumbuhan. “Harus konsisten. Kalau nyinyir ketahuan nggak kelas nanti,” sindirnya.
Poyuono juga sebal dengan istilah pertumbuhan ekonomi semu yang dilontarkan banyak kritikus karena capaian ini menggunakan ukuran Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 yang memang kecil akibat terdampak pandemi.
Menurutnya, tidak ada istilah pertumbuhan semu dalam ilmu ekonomi. “Ini capaian dari kerja keras tim ekonomi yang dipimpin Menteri Airlangga Hartarto. Patut kita syukuri dong,” ungkapnya.
Poyuono juga optimistis, ekonomi kuartal III yang jatuh pada September 2021 nanti akan kembali tumbuh minimal 5 persen. Ukuran perbandingannya, tetap PDB kuartal III di tahun 2020.
Keyakinan itu didasarkan pada besarnya program belanja pemerintah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, seperti bantuan subsidi upah buruh, bantuan sosial, dan bantuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di daerah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Aktivis buruh itu menyarankan, meski pemerintah telah mencapai prestasi, tetap harus dibarengi gesitnya Pemerintah Daerah.
Misalnya, dalam percepatan penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk penanggulangan pandemi. Jika bisa selaras, tidak hanya ekonomi yang meroket, pandemi pun segera berlalu.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan kabar gembira ihwal pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen di kuartal II-2021.
Pertumbuhan ini tertinggi dibandingkan India (1,6 persen), Korea Selatan (5,69 persen), dan Jepang (-1,6 persen).
Namun, kabar gembira ini disambut kritik parpol nonkoalisi dan pengamat ekonomi. Misalnya, Ketua Dewan Pakar partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo yang menganalisa pertumbuhan ini masuk kategori rapuh.
Salah satu penyebabnya, angka 7,07 persen diperoleh dari basis PDB yang anjlok drastis tahun lalu, ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II-2020 dan ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah.
Dari Senayan, Anggota Komisi XI DPR Marwan Cik Asan menilai, capaian pemerintahan itu hanya pertumbuhan semu. Karena faktanya, belum bisa mendongkrak kesejahteraan rakyat dan mengatasi pengangguran. (WE)