JAKARTA – PT. Bio Farma telah mengembangkan alat PCR dengan metode kumur bernama BioSaliva.
Mungkin ini bisa jadi solusi bagi kamu yang sudah mulai bosan karena acap dites PCR dengan cara dicolok hidung atau tenggorokannya.
Produk tersebut telah mendapatkan izin edar dari Kemenkes pada 1 April 2021.
Produk itu diharapkan bisa meningkatkan tracing dengan mengedepankan kenyamanan pada pengambilan sampel terutama untuk anak-anak dan kelompok lanjut usia (lansia).
Direktur pemasaran PT. Bio Farma, Sri Harsi Teteki, mengatakan alat ini bisa menjadi salah satu alternatif bagi Kemenkes di tengah banyaknya barang impor dalam penanganan pandemi corona.
”Seperti kita ketahui banyak sekali produk yang masih impor, sehingga atas riset yang kita lakukan (melalui BioSaliva) mudah-mudahan bisa menjadi pilihan dari Kementerian Kesehatan untuk regulasi ke depannya produk dalam negeri ini bisa diutamakan,” ujarnya dalam rilis Kemenkes, Minggu (5/9).
Dalam mendeteksi penyebab COVID-19, alat ini memiliki sensitivitas hingga 95 persen. Artinya, alat ini bisa digunakan untuk alternatif PCR Kit.
Bio Farma tengah menguji post market produk ini dengan Kemenkes melalui tiga laboratorium.
Ketiganya adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Laboratorium Biomedik Lanjut Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, dan Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Cara penggunaan
Sebelum berkumur dengan BioSaliva, pengguna dianjurkan untuk tidak makan selama satu jam sebelum pengambilan sampel.
Pengguna dianjurkan batuk sedikit untuk mengeluarkan dahak sebelum berkumur. Akan tetapi, dahak itu ditahan di dalam mulut.
Setelah itu, pengguna bisa memasukkan cairan kumur BioSaliva ke dalam mulut dan mulai berkumur hingga ke bagian dalam tenggorokan.
Lalu, cairan dari mulut pengguna dimasukkan ke dalam wadah dan dicampurkan dengan larutan pencampur yang tersedia dalam kemasan. Setelah itu, campuran itu dikocok terus diserahkan ke laboratorium untuk dites.
Larutan BioSaliva bisa disimpan hingga dua tahun. Sementara itu, untuk sampel saliva (air liur) dapat stabil di suhu ruangan hingga 30 hari, suhu -20C, dan suhu -80C.