GAS alam adalah komoditas yang sedang menjadi sorotan. Harga yang semakin mahal membuat gas alam menjadi sumber huru-hara di Eropa.
Pada Selasa (21/9/2021) pukul 11:14 WIB, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma, Amerika Serikat/AS) tercatat US$ 6,12/MMBtu. Melonjak 7,26% dari hari sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi sejak Februari 2014.
Dalam sepekan terakhir, harga gas melonjak 27,12% secara point-to-point dan selama sebulan ke belakang kenaikannya mencapai 41,88%. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga komoditas ini meroket 140,57%.
Tingginya harga gas alam membuat negara-negara Eropa kewalahan. Industri yang sangat tergantung terhadap gas alam seperti pupuk dan keramik merasakan hantaman dahsyat. Kebangkrutan jadi sebuah ancaman yang amat nyata.
Di Inggris, sudah ada enam perusahaan yang terpaksa gulung tikar akibat tidak mampu menanggung lonjakan biaya produksi.
Namun pemerintahan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menegaskan kondisi belum bisa dianggap sebagai darurat sehingga membutuhkan bantuan negara berupa bailout.
“Kondisi saat ini memang membuat sejumlah dunia usaha keluar dari pasar. Namun bukan berarti kita harus panik. Para pembayar pajak tidak perlu melihat kami akan membantu pebisnis yang tidak bisa bertahan menghadapi fluktuasi harga gas,” tegas Kwasi Kwarteng, Menteri Bisnis Inggris, sebagaimana diwartakan BBC.
Harga gas alam yang tinggi ikut mengatrol harga komoditas energi lainnya. Sebab, banyak yang kemudian beralih ke komoditas lain sebagai pengganti gas alam yang harganya selangit.
Misalnya minyak bumi. Pada pukul 11:45 WIB, harga minyak jenis Brent tercatat US$ 80,16 barel. Naik 0,79% dibandingkan hari sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi sejak Oktober 2018.
Harga batu bara juga ikut terdongkrak. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 202,95/ton.
Melonjak 6,2% dari posisi akhir pekan lalu sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Batu bara benar-benar membara tahun ini. Sejak akhir 2020, harga komoditas ini melejit 154.35% secara point-to-point.
Harga Komoditas Naik, Indonesia Dapat Berapa?
Kenaikan harga gas alam, minyak bumi, dan batu bara bisa membawa berkah bagi Indonesia. Sebagai negara yang mendapat berkah sumber daya alam melimpah dari Tuhan, Indonesia bisa kaya raya.
Volume ekspor baru bara (HS 27011900) Indonesia pada semester I-2021 adalah 132,88 juta ton. Kalau menggunakan harga yang sekarang yakni US$ 202,95/ton, Indonesia bakal mengeruk US$ 26,97 miliar.
Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.258 seperti kurs tengah Bank Indonesia (BI) 27 September 2021, maka Indonesia akan menerima Rp 384,52 triliun.
Kemudian gas alam. Pada paruh pertama 2021, volume ekspor gas alam cair (HS 27111100) adalah 5,23 miliar kg. Dikonversikan ke MMBtu, jumlahnya menjadi 207,48 juta MMBtu.
Dengan harga sekarang, yaitu US$ 6,12/MMBtu, maka nilai ekspor menjadi US$ 1,27 miliar. Saat dirupiahkan nilainya Rp 18,1 triliun.
Lalu minyak bumi. Sepanjang semester I-2021, volume ekspor minyak mentah (HS 27090010) adalah 4,56 miliar kg. Jumlah ini setara dengan 28,68 juta barel.
Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) hampir sama dengan Brent, oleh karena itu Brent bisa menjadi acuan.
Dengan asumsi harga Brent yang sekarang di US$ 80,16/barel, maka Indonesia bisa memperoleh duit US$ 2,29 miliar. Kala dikonversikan ke rupiah, angkanya menjadi Rp 32,78 triliun.
Memaksimalkan potensi pertambangan batu bara guna menopang perekonomian nasional maupun ekonomi daerah, disebutkan Ekonom sekaligus mantan Anggota DPR RI Komisi Keuangan dan Perbankan tiga periode, Usman Ermulan.
Kala itu Usman menyarani kepada pemerintah daerah di Indonesia termasuk Jambi.
Jambi akan merugi bila ini tidak dikelola dengan baik. Menurut Usman, hasil pertambangan bukan hanya menggunakan transportasi darat.
Usman berujar bahwa hukum ekonominya melalui transportasi Sungai Batanghari.
“Jelas kapasitasnya sekali bawa 1.000 ton. Biayanya lebih murah daripada angkutan darat, pasti itu akan dipilih para pengusaha tambang. Sedangkan mobil (truk) hanya 10 sampai 12 ton,” ujar Usman Ermulan, Rabu (22/9).
Usman meyakini pemerintah Jambi siap menjalani itu, bekerja sama Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi.
Yakni, cukup mengeruk spot-spot tertentu yang akan dilalui kapal pengangkut batu bara.
“Atau mungkin kerja sama dengan para penambang pasir di kawasan Sungai Batanghari,” katanya.
Mantan Bupati Tanjungjabung Barat yang dikenal peduli ekonomi kerakyatan ini menyebutkan, batu bara merupakan penyumbang devisa melalui pajak dan royalti yang dibayarkan ke negara.
Dengan berseliwerannya kapal-kapal pengangkut batu bara sepanjang Sungai Batanghari, daerah semakin diuntungkan melalui Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 30 persen.
“Ini bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi warga yang hidup di sepanjang Sungai Batanghari. Karena kapal yang mengangkut batu bara itu tak akan mungkin selalu singgah di pelabuhan. Warga bisa berjualan pakai ketek (perahu). Pasti dipanggil oleh kapal-kapal ponton itu,” ucap Usman.
Keuntungan lainnya, lanjut Usman, menekan polemik yang terjadi di jalan raya dengan masyarakat.
“Kerusakan jalan bisa teratasi, beban belanja pemerintah jadi berkurang,” sebut Usman.
Truk pun masih tetap bisa berseliweran, mengangkut dari jarak dekat dari sumber tambang ke pinggir sungai tempat stock pile.
Setiap truk kebagian rata-rata kebagian dua sampai tiga rit dalam sehari.
“Kebijakan ini akan berdampak positif terhadap perekonomian lokal dan nasional,” tegas Usman.
Sekedar informasi, Jambi memiliki sumber daya batu bara mencapai 6,81 miliar ton atau 4,7 persen dari total sumber daya batu bara nasional.
Sedangkan cadangan batu bara tercatat sebesar 2,13 miliar ton atau sekitar 5,5 persen dari cadangan batu bara nasional.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jambi dirilis awal bulan September lalu, nilai ekspor Kelompok Pertambangan pada bulan Juli 2021 naik sebesar 37,60 persen dari bulan sebelumnya yaitu dari US$ 88,08 juta pada bulan Juni 2021 menjadi US$ 121,20 juta pada bulan Juli 2021.
Kenaikan terjadi pada nilai ekspor komoditi migas serta komoditi batubara. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya naik sebesar 35,54 persen.
Dari dalam negeri Harga Batubara Acuan (HBA) yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) harganya selalu menanjak sejak bulan Maret tahun ini.
HBA tercatat di angka US$ 84,47 dan terakhir bulan September ini harganya mencapai US$ 150,03 per ton, yang berarti dalam kurun waktu kurang dari setahun HBA telah menguat hingga 77,61 persen.
“Kita harus meningkatkan ekspor batu bara guna membantu dan memperkuat cadangan devisa negara. Dana Moneter Internasional atau IMF sangat tertarik dengan ekspor Indonesia, justru itu IMF mau membantu dana untuk cadangan devisa negara supaya ekspor terus ditingkatkan. Apapun kebijakan pemerintah daerah, jangan sampai menurunkan ekspor Indonesia. Sehingga ada perhatian pemerintah Pusat terhadap daerah,” pesan Usman yang juga mantan Staf Khusus Menteri/Kepala Bappenas RI.