JAKARTA – Badan Pusat Statistik mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai US$ 3,77 miliar, melesat 183,59% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33% dan kenaikan hingga 168,89%.
“Ekspor batu bara dibandingkan bulan sebelumnya naik 9%, tujuan terbesarnya ke Tiongkok dan India,” ujar Ketua BPS Margo Yuwono, Sabtu (16/10).
Margo menjelaskan, kenaikan ekspor bukan hanya terjadi pada batu bara. Permintaan ekspor terhadap lignit atau batu bara cokelat juga melesat mencapai 904,91% dibandingkan September 2021.
Ekspor lignit menyumbang 11% total ekspor pertambangan dan lainnya.
Lignit adalah jenis batu bara tingkat terendah yang biasa disebut dengan batu bara cokelat.
Batu bara ini lebih rapuh dan secara geologis lebih muda, serta berada relatif dekat dengan permukaan bumi.
Komoditas ini menghasilkan suhu panas yang rendah dan biasa digunakan untuk pembangkit listrik.
Margo menjelaskan, kenaikan ekspor juga terjadi pada komoditas bijih tembaga yang naik 1,03% secara bulanan atau melesat 166,28% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ekspor biji titanium bahkan melesa 102,6% secara bulanan naik 1,03%,
Secara keseluruhan, ekspor pertambangan dan lainnya tumbuh 3,46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ekspor sektor pertambangan berhasil naik di tengah penurunan total ekspor secara bulanan pada September sebesar 3,84%.
“Ekspor pertambangan lainnya menyumbang 18,3% dari total ekspor,” kata Margo.
Lonjakan ekspor batu bara dan lignit tak terlepas dari krisis energi yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia.
Mengutip Reuters, krisis energi yang semakin parah antara lain terjadi di Cina. Cuaca dingin melanda sebagian besar Negara Panda ini sehingga bergegas untuk menimbun batu bara.
Harga batu bara termal Zhengzhou untuk kontrak Januari 2021 yang teraktif mencapai rekor tertinggi baru di 1.669,40 yuan atau US$ 259,42 per ton pada Jumat (15/10) pagi. Harga batu bara termal melesat lebih dari 200% tahun ini.
Pemerintah Cina telah melakukan berbagai langkah untuk menahan kenaikan harga batu bara, termasuk meningkatkan produksi domestik dan memotong pasokan listrik untuk industri yang haus setrum dan beberapa pabrik selama periode permintaan puncak.
Namun, kekurangan suplai listrik akan berlanjut hingga awal tahun depan. Para analis dan trader memperkirakan konsumsi listrik industri pada kuartal keempat tahun ini turun 12% karena pasokan batu bara berkurang dan pemerintah daerah memberikan prioritas kepada masyarakat biasa.