JAKARTA – Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) melanda di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera sampai ke Jawa. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun menyebut kelangkaan BBM tidak hanya Solar, namun juga bensin non subsidi dengan merek Pertalite (RON 90).
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih.
Menurutnya, kelangkaan ini menyebabkan antrian panjang warga untuk mengisi Solar dan Pertalite di sejumlah daerah.
Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan kelangkaan BBM, di antaranya lonjakan harga minyak, meningkatnya aktivitas perekonomian masyarakat, khususnya sejak pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Selain itu, juga terjadi peningkatan aktivitas pertambangan di tengah harga sejumlah komoditas yang melambung tinggi seperti batu bara.
“Pasokan Solar dan Pertalite yang akhir-akhir ini terjadi antrian. Kalau kami amati bahwa kita tahu saat ini harga minyak naiknya cukup naik tajam. Kemudian, aktivitas masyarakat itu juga sudah kembali normal,” ungkapnya, Selasa (26/10/2021).
Soal peningkatan aktivitas masyarakat, Soerja menjelaskan bahwa konsumsi BBM masyarakat setelah PPKM dilonggarkan, kembali normal sama seperti sebelum terjadi Covid-19.
“Tadinya pada masa PPKM, sekarang jadi lebih longgar, kita kembali normal sama seperti kondisi sebelum Covid dari sisi konsumsi,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, saat ini Pertalite dijual di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan harga sebesar Rp 7.650 per liter.
Namun, harga keekonomian saat ini sudah mencapai di atas Rp 11.000 per liter.
Harga keekonomian yang naik ini disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia yang telah menyentuh di kisaran US$ 85 per barel.
Adapun asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada APBN 2021 hanya sebesar US$ 45 per barel.
“Pertamina masih tetap harus jual di harga Rp 7.650, ini kembali lagi agar supaya tidak terjadi keresahan di masyarakat karena kenaikan harga cukup tinggi, sehingga Pertamina sebagai BUMN diharapkan bisa support kelancaran pendistribusian BBM yang terjangkau,” paparnya.
Sementara itu, mengenai kelangkaan Solar, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut kelangkaan terjadi di beberapa daerah, seperti Sumatera Utara, Jambi, dan Jawa.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan saat ini kondisi sudah berangsur normal dan diupayakan agar segera kembali normal.
“Jadi memang kita alami beberapa kejadian kelangkaan (Solar) di Sumatera Utara, Jambi, dan Jawa. Secara umum semua kondisi telah normal, diupayakan normal,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika bercerita, bulan lalu saat dia melakukan kunjungan ke Dapil, banyak laporan dari masyarakat yang menyebut terjadi kelangkaan.
Mengenai kelangkaan ini dia mengaku sudah berkomunikasi dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas.
Menurutnya, jawaban dari dua pihak ini adalah kelangkaan akibat adanya masalah cash flow di Pertamina.
“Masalah BBM ini pilarnya ada tiga yakni Menteri ESDM, Pertamina, dan BPH Migas. Waktu saya tanya satu-satu semuanya saling menghindar, Pertamina bilang dari BPH, BPH bilang karena Pertamina, saya ke Menteri juga komunikasi,” ucapnya dalam kesempatan yang sama.
Di sektor energi satu hal yang haram terjadi menurutnya adalah kelangkaan. Kondisi kelangkaan BBM yang terjadi saat ini menurutnya karena kurangnya antisipasi
Masalah utama energi yang tidak boleh terjadi adalah kelangkaan. Kejadian kelangkaan ini menurutnya terjadi karena kurangnya antisipasi pemerintah dan badan usaha.
Dia mencontohkan, di Jawa saat ini sedang musim panen, di mana petani sudah tidak lagi memanen padi dengan tangan, namun dengan mesin yang membutuhkan Solar.
Kondisi ini dia sebut tidak diantisipasi, sehingga terjadi kelangkaan.
“Pelaut tidak melaut karena gak ada Solar karena keadaan yang begini,” sesalnya.