PEMERINTAH China tengah mempertimbangkan untuk melakukan intervensi terhadap harga komoditas yang naik tajam, termasuk batu bara.
Beberapa waktu lalu, Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China (NDRC) mengungkapkan tengah mempelajari langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengintervensi harga batu bara.
Mereka akan melakukan segala upaya agar harga kembali ke kisaran yang masuk akal.
Salah satunya adalah dengan menggenjot produksi, yang sempat terhambat karena bencana banjir di sejumlah wilayah penghasil batu bara.
Jika ini berhasil dilakukan pemerintahan Presiden Xi Jinping, dipastikan kebutuhan impor China akan berkurang.
Sebagaimana diketahui, pada 18 Oktober 2021, produksi batu bara China tercatat 11,6 juta ton, melonjak 8,6% dibandingkan posisi akhir bulan lalu.
NDRC menargetkan produksi 12 juta ton per hari agar harga batu bara bisa turun.
Menurut perhitungan Refinitiv, jika tingkat produksi Oktober 2021 terjaga hingga akhir tahun, maka pada kuartal IV-2021 produksi batu bara China akan sebanyak 1,07 miliar ton.
Ini membuat produksi sepanjang 2021 menjadi 3,99 miliar ton, naik 4% dibandingkan 2020 sekaligus menjadi rekor tertinggi.
Batu bara merupakan komoditas strategis bagi China, karena sekitar 60% pembangkit listrik di sana menggunakan tenaga batu bara.
Tingginya harga batu bara membuat perusahaan listrik kesulitan, terutama saat permintaan juga ikut tinggi.
Harga batu bara ibarat roller coaster di bulan Oktober. Di awal bulan batu bara terus menanjak hingga memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa, tetapi setelahnya berbalik nyungsep hingga puluhan persen, dan berada di level terendah nyaris 3 bulan terakhir.
Melansir data Refinitiv, harga batu bara acuan di Ice Newcastle Australia untuk kontrak dua bulan ke depan anjlok 10,12% ke US$ 154,9/ton pada perdagangan Jumat (29/10) kemarin, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 5 Agustus lalu
Sepanjang pekan ini, batu bara tercatat merosot nyaris 19%. Sementara jika dilihat dari rekor tertinggi sepanjang masa US$ 280/ton yang dicapai pada 5 Oktober lalu, maka harga batu bara sudah ambrol lebih dari 44%.
China yang terus berupaya mengintervensi pasar batu bara membuat harga acuannya semakin merosot.
Batu bara adalah komoditas strategis bagi China, karena sekitar 60% pembangkit listrik di sana menggunakan tenaga batu bara.
Tingginya harga batu bara membuat perusahaan listrik kelimpungan karena di sisi lain permintaan juga sangat tinggi.
Pemerintah China sudah memberikan persetujuan bagi 153 penambang untuk meningkatkan produksi. Penambahan produksi diharapkan mampu menurunkan harga, dan dampaknya sudah terlihat belakangan ini.
Terbaru, China dikabarkan akan melakukan intervensi langsung dengan menetapkan target harga batu bara.
Reuters melaporkan rencana tersebut diungkapkan pada pertemuan antara Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional (NDRC) dengan para penambang batu bara, distributor, juga perusahaan pembangkit listrik pada Selasa dan Rabu pekan ini.
Di sisi lain, terkait dengan krisis energi, perusahaan energi besar China juga sempat mencari kesepakatan jangka panjang dengan pemasok dari Amerika Serikat (AS) pada pertengahan Oktober lalu.
Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters jika perusahaan energi besar seperti Sinopec Corp dan China National Offshore Oil Company (CNOOC) sedang dalam pembicaraan lanjutan mengenai kontrak jangka panjang dengan eksportir gas alam cair (LNG) dari AS.
Pembicaraan ini dikatakan dapat menghasilkan kesepakatan senilai puluhan miliar dolar yang akan meningkatkan impor LNG China dari AS di tahun-tahun mendatang.
Sebelumnya perdagangan gas antara kedua negara sempat berhenti sebentar saat perang dagang China-AS 2019 silam.