JAMBI – Pengusaha Paut Syakarin yang menjadi terdakwa kasus suap DPRD Provinsi Jambi, mendapat proyek senilai total Rp 44 miliar pada APBD Provinsi Jambi tahun 2017.
Pengesahan APBD Provinsi Jambi 2017, adalah alasan Paut menyuap anggota Komisi III DPRD dengan nilai lebih dari Rp 2,2 miliar.
Hal ini terungkap saat sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jambi, kemarin, Rabu (3/11).
Sejumlah orang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk menjari saksi. Diantarnya, mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi, Doddy Irawan; mantan asisten pribadi Gubernur Jambi, Zumi Zola; Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, Kusnindar; pengusaha Imaduddin alias Iim; dan mantan Kabid Bina Marga Dinas PUPR, Budi.
Selain mereka ada juga Zainal Abidin dan Efendi Hatta, Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 yang sudah berstatus terpidana dalam kasus yang sama. Kemudian juga ada Hasanudin yang merupakan anak buah Paut Syakarin.
Dody Irawan dalam kesaksiannya mengatakan, pada tahun 2017 (setelah ketok palu) dia sempat melakukan pertemuan dengan Apif, Iim, dan juga terdakwa.
Dalam pertemuan itu, dibicarakan kalau terdakwa Paut akan mendapat 2 proyek pengerjaan jembatan dengan nilai masing-masing Rp 16 miliar, melalui perusahaan Giant Eka Sakti. Kemudian ada 2 proyek lainnya senilai masing-masing Rp 6 miliar.
Pertemuan ini jika diketahui saksi Budi, pertemuan itu membahas calon pemenang proyek. Kata dia, yang membahas itu adalah Apif dan Iim. Budi bertugas mencatat nama calon pemenang tender.
Budi menyerahkan nama Paut ke Pokja dan ULP untuk diproses. Sebanyak 49 paket pekerjaan sudah ditentutan pemenang lelangnya sebelum proses, kata Budi. Termasuk proyek Paut.
Kedekatan Paut Syakarin dengan pemerintahan Zumi Zola juga diungkapkan Apif Firmansyah. Kata Apif, Paut adalah orang yang membantu Zumi Zola di pemilihan gubernur.
“Pesan Zola, Paut diperhatikan,” kata Apif saat memberikan kesaksian.
Keterangan-keterangan itu juga diperkuat dengan keterangan dari Hasanuddin. Dalam kesaksiannya, Hasanuddin mengaku membeli PT Giant Eka Sakti senilai Rp 80 juta.
Perusahaan yang dijalankannya ini mendapat proyek di Dinas PUPR untuk pembangunan jembatan. Satu di Tanjung Jabung Timur dan satu jembatan di Kerinci.
Nilai masing-masing proyek Rp 16 miliar. Meski dia tercatat sebagai pemilik PT Giant Eka Sakti, Hasanuddin masih menjadi orang suruhan Paut.
Salah satunya untuk bertemu Budi, yang saat itu menjabat Kabid Bina Marga Dinas PUPR. Dia juga disuruh berkenalan sekaligus menyerahkan penawaran.
“Saya disuruh pak Paut,” kata Hasanudin di hadapan majelis hakim yang diketuai Yofistian.
Hasanudin juga berperan dalam menyuap 13 anggota Komisi III DPRD Provinsi Jambi. Hasanudin menjadi kurir yang mengantarkan uang senilai Rp 325 juta. Uang suap untuk anggota Komisi III. Masing-masing Rp 25 juta.
“Dia minta saya antarkan uang kepada pak Fendi (Efendi Hatta) di parkiran Bandara,” ungkapnya.
Mengenai keterlibatan Paut dalam suap DPRD ini semakin menguat saat Ketua Komisi III DPRD, Zainal Abidin memberikan kesaksian.
Zainal mengatakan, dia bersama Efendi Hatta datang ke rumah Paut untuk menjemput uang. Jatah Komisi III.
Masih ada sisa masing-masing Rp 150 juta untuk masing-masing anggota dari janji sebesar Rp 175 juta per orang. Rp 25 juta sudah diantarkan Hasanudin.
Saat tiba di rumah Paut, uang sudah disiapkan dalam 13 kantong. Masing-masing berisi Rp 150 juta.
“Uang itu memang sudah disiapkan dalam kantong,” kata Zainal yang bersaksi melalui Zoom.
Uang itu, lanjut Zainal, dibagikan ke anggota Komisi III. Sebagian ada yang menjemput ke rumahnya, sebagian dibagikan di kantor.
“Yang mengambil di rumah saya adalah Wiwid Iswara, Yanti Maria dan Eka Marlina,” ungkap Zainal lagi menjawab pertanyaan jaksa KPK.
Keterangan itu dibenarkan Efendi Hatta yang juga ikut sidang secara daring.