JAKARTA – Menteri Sosial Tri Rismarini (Risma) kembali menuai sorotan.
Kali ini dirinya mendapat sorotan lantaran memaksa seorang anak yang menyandang tunarungu untuk berbicara di hadapan publik.
Kejadian tersebut turut menuai komentar dari para pejuang Tuli atau teman-teman penyandang disabilitas tuli. Mereka mengaku sangat kecewa dengan aksi Risma tersebut.
“Saya dan teman-teman jelas merasa sangat kecewa dengan apa yang dilontarkan oleh Ibu Risma karena Ibu telah menunjukkan perilaku audisme secara tidak sadar terhadap Tuli,” kata Nimas, salah satu pejuang Tuli saat dihubungi, Jumat (3/12/2021).
Nimas menilai, memang para penyandang disabilitas tuli masih mempunyai mulut dan pita suara, namun bukan berarti pantas untuk dipaksa berbicara.
Menurutnya, kemampuan berbicara penyandang disabilitas tuli itu bervariasi.
“Tuli ini tidak bisa disamaratakan atas kemampuan berbicara dan mendengar. Kami Tuli mempunyai bahasa yang indah dan ibu yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO),” ungkapnya.
“Pernyataan dari Ibu Risma tersebut menganalogikan bahwa Ibu menyuruh orang netra untuk memaksimalkan diri untuk melihat, pengguna kursi roda/prostetik untuk memaksimalkan diri untuk berjalan tanpa kursi roda. Kami Tuli tersinggung dengan pernyataannya karena Ibu sendiri mudah sekali mengatakannya dan memiliki privilese sebagai orang dengar bukan berempati,” sambungnya.
Sementara itu rekan Nimas yang juga seorang pejuang tuli, Christophorus Budidharma mengatakan, yang seharusnya dilakukan Risma sebagai Menteri Sosial mendukung penyandang tuli menggerakkan pemerintah dan masyarakat mengesahkan Bisindo.
“Kami Tuli berharap Ibu Risma mengorbankan waktu dan tenaga untuk mendalami dunia Tuli dan belajar BISINDO. Saranku, belajar BISINDO dan dunia Tuli sepaket,” kata Christo.
Lebih lanjut, menurut Christo aksi Risma tersebut telah menimbulkan ketersinggungan, namun permintaan maaf saja belum cukup.
Risma menurutnya harus membantu para penyandang disabilitas tuli menyebarluaskan bahasa isyarat Indonesia.
“Untuk memutuskan lingkaran setan ini kami Tuli berharap permintaan maaf dari Ibu dapat diterima jika Ibu telah membantu menyebarluaskan dan mensosialisasikan tentang Bahasa Isyarat Indonesia dan dunia Tuli ke masyarakat Indonesia lewat sosial media, pers atau di acara hari Disabilitas Internasional 2021 karena Ibu Risma sendiri mempunyai peran dan pengaruh yang kuat di mata masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Aksi Risma
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini dikritik seorang pria Tunarungu karena dinilai memaksa seorang anak yang menyandang tunarungu untuk berbicara di hadapan publik.
Dalam video yang tayang di kanal Youtube Kemensos RI tampak Risma meminta seorang anak penyandang tunarungu untuk berbicara di acara Peringatan Hari Disabilitas Internasional.
Hal itu lantas dikritik oleh pria yang juga menyandang tunarungu. Pria tersebut bernama Stefanus, perwakilan dari Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia (Gerkatin).
Pria tersebut tampak berbicara menggunakan bahasa isyarat yang kemudian diterjemahkan langsung oleh juru bicara bahasa isyarat.
“Ibu. mohon maaf, saya mau berbicara dengan ibu sebelumnya. Bahwasanya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar tapi tidak untuk kemudian dipaksa bicara. Tadi saya sangat kaget ketika ibu memberikan pernyataan. Mohon maaf, Bu, apa saya salah?” ucap Stefanus.
“Nggak, nggak,” jawab Risma.
“Saya ingin menyampaikan bahwasanya bahasa isyarat itu penting bagi kami, bahasa isyarat itu adalah seperti mata bagi kami, mungkin seperti alat bantu dengar. Kalau alat bantu dengar itu bisa mendengarkan suara, tapi kalau suaranya tidak jelas itu tidak akan bisa terdengar juga,” kata Stefanus.
Risma pun menjawab kritik dari Stefanus. Ia mengaku memaksa para penyandang tunarungu yang ada di lokasi itu untuk berbicara.
“Stefan, ibu tidak mengurangi bahasa isyarat, tapi kamu tahu Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita.
Yang ingin ibu ajarkan kepada kalian terutama anak-anak yang dia menggunakan alat bantu dengar sebetulnya tidak mesti dia bisa, sebetulnya tidak mesti bisu,” ujar Risma.
“Jadi karena itu kenapa ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga.
Jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi,” lanjut Risma.
Risma mengaku terinspirasi oleh sosok Angkie Yudistia yang merupakan penyandang disabilitas tunarungu dan saat ini menjadi Staf Khusus Presiden Joko Widodo.
Risma menyebut Angkie giat berlatih berbicara hingga mencapai hasil yang memuaskan.
Video tersebut ramai diperbincangkan oleh warganet di Twitter. Mereka lantas menuliskan pendapat mereka terkait sikap Risma yang memaksa penyandang tunarungu untuk biccara.
“Bukan tidak menghargai pemberian Tuhan tapi kitalah yang harus belajar menghargai dan menyadari bahwa pemberian Tuhan untuk masing masing manusia itu berbeda dan punya tujuan, salah satunya agar kita tidak angkuh dan memukul rata semua orang tanpa melihat keterbatasannya,” komentar salah seorang warganet.
“Nangis banget nontonnya,” sahut warganet lain.
“Nggak semua difable itu nggak bisa ngobrol, tapi nggak semua difable juga bisa dipaksa untuk bisa ngobrol,” tulis salah satu warganet.
“Makin kesini bu Risma makin arogan menurut gue… Ya ga tau juga sih apakah biar namanya tetap disebut oleh netizen atau emang udah wataknya seperti itu,” ujar warganet lain.
“Nyuruh orang buat maksa ngomong, tapi telinganya nggak dipakai buat dengerin kritik orang,” komentar salah satu warganet.