DIREKTUR Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung menjelaskan terdapat lima faktor penting yang menjadikan mandatori biodiesel perlu dilanjutkan di Indonesia.
Pertama, biofuel merupakan salah satu jalur hilirisasi sawit Indonesia. Biofuel yang telah dihasilkan saat ini yakni biodiesel, biohidrokarbon, diesel sawit, bensin sawit, avtur sawit, bioetanol, biogas, biodiesel alga, dan lainnya.
Kedua, ketahanan energi yakni untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, diversifikasi sumber energi EBT, dan menghemat fosil untuk generasi selanjutnya.
Ketiga, pengurangan emisi gas rumah kaca (mitigasi perubahan iklim); menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan produksi dan konsumsi energi fosil, memenuhi komitmen Nationally Determined Contributions (NDCs)/Paris Agreement, Glasgow Commitment.
Keempat, berkaitan dengan manfaat sosial ekonomi. Kelima, mandatori biodiesel merupakan bagian dari instrumen stabilisasi pasar CPO dunia (market leader).
“Potensi green fuel berbasis sawit domestik cukup besar sebagai subsitusi energi fosil mulai dari Biodiesel (B30), Bensin Nabati, Diesel Nabati, dan Avtur Nabati. Selain itu, menjadi target penurunan emisi (gas rumah kaca). pemerintah telah menetapkan penurunan emisi hingga 2030 yaitu 29 persen,” ungkap Tungkot, Senin (6/12/2021).
Kendati demikian, tak dapat dimungkiri bahwa industri sawit masih saja dihadang oleh kampanye negatif sawit, terutama di pasar internasional.
Perlu diketahui, berikut tantangan pengembangan biofuel berbasis sawit di Indonesia yakni GHG emission saving dan standar Renewable Energy Directive (RED) ataupun Renewable Fuels Standard (RFS); Biodiversity loss; forest risk commodity/high ILUC risk biofuel (RED II); UE Green Deal 2030; isu sosial; dan isu ekonomi.