SAROLANGUN – Sebanyak 3 orang suku anak dalam (SAD) yang menembak satpam perusahaan perkebunan kelapa sawit, kabur dari sel tahanan di Polres Sarolangun, Jambi, sekitar pukul 11.15 WIB, Jumat (31/12).
Kasi Humas Polres Sarolangun, Iptu Rendradi membenarkan adanya aksi kabur tersebut. Para orang rimba itu kabur dari sel tahanan khusus.
“Setelah kejadian itu, Kapolres Sarolangun segera memerintahkan personel untuk melakukan pencarian. Pencarian terus dilakukan dan dibantu oleh polres tetangga dan personel dari Polda Jambi. Ikut pula jenang dan tumenggung,” katanya, Sabtu (1/1).
Polres Sarolangun, kata Rendradi, sudah menyebarkan foto 3 tersangka penembakan tersebut. Harapannya, masyarakat dapat membantu dalam proses pencarian.
“Kami sudah menyebarkan foto ketiga tersangka itu melalui BKTM, kades, tripika, serta di tempat umum. Mohon bantuan kepada masyarakat apabila melihat ketiga orang tersebut agar segera melaporkan kepada pihak kepolisian,” katanya.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan KKI Warsi, konflik suku anak dalam dengan PT Primatama Kreasimas (anak perusahaan Sinarmas Agro Resources and Technology), bukan terjadi begitu saja. Perlakuan buruk yang diterima SAD sebelumnya, juga menjadi faktor pecahnya konflik.
“Kalau kita lihat kronologisnya, bentrok hari Jumat (29/10/2021), bukanlah kejadian tunggal. Tetapi akumulasi atas kejadian sebelumnya dimana Orang Rimba mendapatkan perlakuan buruk dari tenaga security perusahaan,” tutur Robert Aritonang, Manager Program Suku-Suku KKI Warsi, Selasa (2/11/2021).
Bentrok ini terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Awalnya, perempuan SAD sedang mengambil sawit yang jatuh dari pohon, didatangi 3 satpam.
Para satpam tersebut menarik kembali buah sawit itu. Perempuan SAD ini berteriak-teriak, sehingga Besayung datang untuk melindungi.
Namun, Besayung malah jadi korban kekerasan satpam. Karena terdesak, SAD itu mengangkat kecepek. Namun, satpam langsung mengarahkan senjata ke SAD.
Memandang kondisi itu, para perempuan SAD berteriak lagi. Datanglah rekannya yang melakukan penembakan secara acak.
Satu tembakan kena kaki, satu tangan, dan satu di bagian pantat. Para satpam ini segera dibawa ke rumah sakit oleh pihak perusahaan.
Sebelum ini terjadi, pada tanggal 17 September 2021 juga terjadi konflik dengan satpam. Orang Rimba yang mengambil buah sawit, dihadang satpam dan pekerja perusahaan terkait.
Karena kalah jumlah, SAD ini menuruti permintaan satpam tersebut. Namun, kemudian SAD malah dipukuli, sehingga 3 orang terluka. Lalu, 6 sepeda motor yang dikendarai SAD dirampas dan dibuang ke dalam parit.
Konflik ini belum berhenti. Ketika SAD melewati lokasi yang sama, juga mendapatkan pemukulan dan motor mereka dirusak.
Melalui Tumenggung Ngelembo yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kelompok yang dipukuli, SAD berupaya menemukan penyelesaian.
Sehingga muncul kesepakatan damai pada tanggal 13 Oktober lalu. Dalam kesepakatan ini, perusahaan akan membayar sanksi denda. Denda ini mengacu pada 6 orang yang luka.
Sedangkan 17 motor yang sudah dibenamkan di parit, harus dikembalikan dalam kondisi yang sudah diperbaiki. Perusahaan berjanji seminggu akan menyelesaikan perbaikan motor dan membayar denda tersebut.
Namun, denda tak kunjung dilunasi perusahaan. Orang rimba pun kembali mengambil sawit. Tidak heran, konflik ini kembali meletus.
Dari rentetan kekerasan ini pula, kata Robert, KKI Warsi mendorong polisi untuk menyelesaikan konflik ini dengan persuasif, dan menekankan adanya keadilan untuk semua pihak.