JAKARTA – Pemerintah dikabarkan dalam waktu dekat akan mengerek naik tarif royalti batu bara baik batu bara ekspor maupun batu bara domestik.
Atas rencana itu, Ekonom Senior Faisal Basri mendesak pemerintah untuk memberikan 100% royalti tersebut kepada daerah penghasil batu bara.
Faisal Basri menyampaikan, bahwa royalti batu bara jangan dibagi hasilnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sewajarnya, pihak daerah penghasil batu bara diberikan royalti 100% karena ini merupakan kekayaan alam di daerah.
“Pemerintah dapat dari mana? Pemerintah sudah dapat banyak sekali dari PPh badan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sehingga untuk keadilan 100% harus diserahkan kepada daerah penghasil batu bara,” ungkap Faisal Basri, Minggu (13/2/2022).
Faisal menilai, royalti 100% kepada daerah sebagaimana prinsipnya untuk menghindari daerah semakin miskin, oleh karena itu nilai yang diambil oleh pertambangan batu bara setidaknya setara dengan nilai yang dikembalikan kepada daerah itu.
“Jadi jangan bagi hasil,” tandas Faisal.
Pemerintah kabarnya dalam waktu dekat akan mengubah ketentuan royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan juga Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Saat ini pemerintah dan pelaku usaha tengah membahas mengenai angka yang pas atas perubahan royalti batu bara tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia membenarkan bahwa saat ini pemerintah sedang membahas mengenai perubahan royalti untuk perusahaan pertambangan batu bara.
“Pemerintah sedang menggodok bahwa tarif royalti IUP pun akan dinaikan yang saat ini 3, 5, 7%. Dan tadi saya katakan IUPK akan dinaikan dalam waktu dekat yang saat ini 13,5%, jadi luar biasa tingginya royalti kita,” ungkap Hendra.
Sebelumnya memang, berdasarkan dokumen yang diterima oleh CNBC Indonesia, tercatat bahwa pemerintah mengusulkan agar tarif royalti ekspor batu bara dan domestik dikenakan secara progresif.
Hal ini untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor batu bara saat harga sedang mengalami kenaikan.
Tarif royalti progresif itu berdasarkan tingkat harga batu bara. Misalnya, harga batu bara mencapai US$ 70 per ton ke bawah, maka royalti yang akan dikenakan mencapai 14%.
Jika harga batu bara US$ 70 – US$ 80, royalti mencapai 16%. Kemudian harga batu bara US$ 80 – US$ 90 per ton royaltinya 19%, dan harga batu bara US$ 90 – US$ 100 royaltinya mencapai 22%.
Adapun jika harga batu bara di atas US$ 100 maka royalti yang dikenakan mencapai 24%.
Seperti yang diketahui, saat ini penerapan royalti batu bara dikenakan secara patokan. Berapapun harga batu bara acuan royalti hanya dikenakan 13,5% – 14%.
Hendra berharap pelaku usaha tetap dilibatkan mengenai pembahasan perubahan royalti ini.
“Kita memang setuju tarif royalti khususnya IUPK (perusahaan tambang atas perubahan kontrak) dinaikan.
Namun besarannya ini yang akan kita diskusikan dengan pemerintah, cari formula yang tepat sehingga negara tidak dirugikan dan pengusaha tidak dirugikan,” ungkap Hendra.