JABAR– Nurhayati, pelapor kasus penyelewengan APBDes yang dilakukan oleh Kuwu Desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon Jawa Barat, Supriyadi ikut diseret jadi tersangka.
Nurhayati ditetapkan menjadi tersangka pada akhir 2021 lalu. Menurut Kapolres Cirebon Kota AKBP M. Fahri Siregar, penetapan Nurhayati menjadi tersangka atas petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sumber sudah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
“Penetapan status, Nurhayati menjadi tersangka sudah memenuhi kaidah hukum yang berlaku, dan atas masukan dari JPU Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon,” katanya, Minggu (20/02).
Ia menjelaskan, awalnya berkas kasus korupsi yang dilakukan oleh Kuwu Desa Citemu yang merugikan negara lebih dari Rp 800 juta itu tidak lengkap atau P19, sehingga berkasnya dikembalikan.
Oleh karena itu, pihaknya memiliki kewajiban untuk melakukan penyidikan mendalam untuk melengkapi berkas tersebut.
Dalam penyidikan untuk melengkapi berkas itu, terungkap bahwa Nurhayati ikut berperan menyalurkan anggaran ke Kuwu Desa Citemu yakni Supriyadi.
“Dalam kurun waktu dari tahun 2018 hingga tahun 2021, Nurhayati sebagai Bendahara Keuangan sebanyak 16 kali mengirimkan dana ke Kuwu Desa Citemu. Perbuatannya tersebut melanggar hukum karena memperkaya saudara Supriyadi,” ungkapnya.
Walaupun, Nurhayati bersikap kooperatif, namun tindakan yang dilakukan oleh yang bersangkutan masuk ke dalam rangkaian terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Supriyadi.
“Tindakan yang dilakukan oleh Nurhayati masuk dalam kategori melanggar hukum. Walaupun higga kini kami belum dapat membuktikan bahwa Nurhayati menikmati uangnya, namun ada pelanggaran yang dilakukan oleh Nurhayati yakni Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistematisasi keuangan.
Dimana seharusnya Nurhayati sebagai bendahara keuangan memberikan uang kepada Kepala Seksi Pelaksana Kegiatan Anggaran akan tetapi uang itu diserahkan kepada Kuwu atau Kepala Desa Citemu. Sehingga tindakannya tersebut dapat merugikan keuangan negara dan melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasa 55 KUHP,” katanya. (Kmp)