JAMBI – Sosok Bambang Hidayah tak asing bagi warga Jambi karena dia merupakan mantan Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) Wilayah VI.
Saat ini Bambang Hidayah dipercaya sebagai Kepala Balai Besar Wilayah (BBWS) Citanduy.
Bambang memiliki harta kekayaan cukup banyak yakni Rp4.564.010.112, yang dilaporkan pada 24 Maret 2021 atau Periodik 2020.
Dikutip dari LHKPN, kekayaan tersebut berupa tanah, tanah dan bangunan, kendaraan, harta bergerak, dan kas.
Dua antara aset Bambang berada di Provinsi Jambi. Tanah seluas 3182 M2 di Kota Jambi seharga Rp82 juta dan tanah seluas 1908 M2 yang berada di Muarojambi seharga Rp32 juta.
Kemudian tanah seluas 2880 M2 di Purwakarta senilai Rp704 juta, dan tanah seluas 2726 M2 di Kota Banjar senilai Rp218.032.000. Keempat aset ini dimiliki atas hasil sendiri oleh Bambang.
Bambang juga memiliki enam aset tanah dan bangunan. Yakni, seluas 246 M2/120 M2 di Bogor senilai Rp902.000.000, sebagai hasil sendiri.
Seluas 144 M2/203 M2 di Bandung seharga Rp887.518.000, hibah dengan akta. 2875 M2/130 M2 di Majalengka seharga Rp275.125.000, hasil sendiri.
Tanah dan bangunan seluas 90 M2/36 M2 di Bandung seharga Rp97.380.000, hasil sendiri.
Lalu, seluas 404 M2/204 M2 di Cirebon seharga Rp285.000.000 yang merupakan warisan. Dan, seluas 743 M2/100 M2 di Banjar, hasil sendiri.
Selanjutnya, dua unit mobil dan satu unit motor merupakan hasil sendiri. Yakni, Ford Escape 2.3L Limited A/T tahun 2010 seharga Rp110 juta.
Toyota Fortuner 2.7 G LUX A/T tahun 2014 seharga Rp265 juta. Serta Honda Vario tahun 2012 seharga Rp6,5 juta.
Dalam LHKPN tersebut, tidak memiliki surat berharga, hutang dan harta lainnya.
Kekayaan ini naik tiap tahun, Rp3.661.229.976 pada tahun 2018 saat dia awal menjabat Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan Rp4.011.632.747 pada tahun 2019.
Hingga berita ini dipublis pada Senin hari ini (7/3), Bambang Hidayah, ogah merespon sejumlah pertanyaan dikirim AKSIPOST melalui WA.
Terkait harta kekayaan berada di Jambi. Termasuk informasi, lokasi strategis tanah dan bangunan yang jadi tempat usaha, di jalan utama KH Agus Salim, Handil Jaya, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Tempat usaha ini beroperasi sejak November 2018.
Apakah lokasi dimaksud tanah seluas 3182 M2 di Kota Jambi yang dia laporkan seharga Rp82 juta?
LHKPN merupakan instrumen akuntabilitas pejabat negara mempertanggung-jawabkan harta kekayaannya sebagai pejabat publik yang penghasilannya bersumber dari uang rakyat.
Dalam aplikasi LHKPN, KPK menyediakan fitur pengumuman atau disebut dengan e-Announcement LHKPN yang dapat diakses publik melalui https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/login#announ.
Apakah penyelenggara negara sudah melaporkan LHKPN?
Kemudian, sudah sesuaikah LHKPN dengan profil kepemilikan hartanya?
Masyarakat juga bisa menilik lebih rinci, harta apa saja yang telah dilaporkannya, dari kepemilikan rumah, tanah, tempat usaha, kendaraan, perhiasan, bahkan jumlah uang dalam rekening bank-nya.
Bila ada temuan LHKPN seorang penyelenggara tidak sesuai dengan profilnya, maka masyarakat bisa mengabarkan melalui Call Center KPK 198 atau email [email protected].
“Masyarakat bisa melihat wajar tidaknya harta dan kekayaan yang disampaikan oleh penyelenggara negara,” kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Sementara itu, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyatakan sebanyak 95 persen laporan harta kekayaan pejabat atau penyelenggara negara (LHKPN) tidak akurat.
Pahala menyebut, jumlah itu didapat lewat pemeriksaan terhadap 1.665 LHKPN selama periode 2018-2020.
“Ternyata 95 persen LHKPN yang kita lakukan pemeriksaan detail terhadap kebenaran isinya, itu 95 persen memang tidak akurat,” kata Pahala.
Dia menyebut banyak pejabat yang tak melaporkan kekayaan mereka dalam LHKPN. Mulai dari tanah, bangunan, rekening bank, dan berbagai bentuk investasi lain.
Selain itu, kata Pahala, ketidakakuratan itu juga menggambarkan transaksi perbankan yang tak wajar dalam rekening sejumlah pejabat. Misalnya, antara penghasilan dengan yang dilaporkan.
“Nah, di antara 95 persen yang tidak akurat ini, selain yang tidak dilaporkan juga melaporkan penghasilan yang agak aneh dibandingkan dengan transaksi banknya,” kata dia.
Lebih lanjut, Pahala mengatakan bahwa 15 dari 95 persen itu juga menunjukkan ketidaksesuaian antara profil data keuangannya.
Misalnya, tak semua laporan kekayaan sejumlah pejabat di bank sesuai dengan penghasilan yang mereka terima. Bahkan, penghasilan yang masuk ke rekening ada yang lebih tinggi dari harta yang dilaporkan.
“Kalau saya melaporkan penghasilan saya Rp1, seharusnya di bank saya kira-kira itu ada Rp1 masuk, setengah rupiah keluar gitu ya. Tapi bukan saya laporkan penghasilan saya Rp1 secara konstan setiap bulan saya dapat Rp100, Rp150, Rp200 seperti itu,” kata dia.
“Jadi 15 persen dari yang 95 persen itu menunjukkan profil yang tidak fit dengan data keuangannya,” imbuh Pahala.
Pahala menyebut kondisi itu membuat pihaknya lebih aktif dalam memeriksa kembali harta kekayaan para pejabat negara.
KPK akan memastikan kekayaan pejabat, termasuk aliran keuangan mereka untuk anggota keluarga.
“Jadi mekanisme pemeriksaan ini membuat kita lebih aktif ke beberapa stakeholder untuk melakukan cek bahwa (misalnya) yang namanya A dengan keluarga istrinya ini, anaknya yang sudah dewasa ini. Ini apakah punya rekening di bank,” kata dia. (Dani)