JAKARTA – Staf Khusus Presiden Jokowi, Ayu Kartika Dewi yang beragama Islam, menikah dengan pria Katolik Gerald Sebastian.
Keduanya menjalani prosesi pernikahan dengan dua cara, yaitu akad nikah Islam sesuai agama Ayu dan proses pernikahan atau pemberkatan di Gereja Katedral sesuai agama Gerald yaitu Katolik.
Stafsus Jokowi bernama Ayu ini menggelar akad nikah di Hotel Borobudur Jakarta secara Islam, sekitar pukul 07.30 pagi, Jumat (18/3).
Setelah itu dilanjutkan dengan misa pemberkatan di Gereja Katedral Jakarta pukul 10.00 WIB.
Prosesi pernikahan disiarkan langsung di YouTube Ayu Kartika Dewi.
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan menanggapi pernikahan beda agama itu. Ustaz Amirsyah Tambunan menjelaskan bahwa sesuai Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, secara tegas dan jelas menyebutkan perkawinan berbeda agama tidak dibolehkan di Indonesia.
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 itu disebutkan bahwa pernikahan yang sah harus sesuai agama dan keyakinannya masing-masing.
Hal itu ia katakan merespons pertanyaan soal pernikahan Staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ayu Kartika Dewi yang menikah berbeda Agama dengan seorang pria bernama Gerald Sebastian hari ini di Gereja Katedral Jakarta, Jumat (18/3).
“Dalam aturan itu disebutkan dalam satu pasal perkawinan sah itu menurut agama dan keyakinan masing-masing,” jelas Amirsyah, Sabtu (19/3).
“Artinya perkawinan itu memang perkawinan yang dikonotasikan secara tegas dan jelas berbeda agama tidak dibolehkan, harus dengan seagama sesuai keyakinan,” katanya.
Amirsyah menjelaskan bahwa konstitusi Undang-undang Dasar 1945 telah mengatur bahwa Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ia juga menekankan bahwa konstitusi telah memberikan kebebasan untuk menjalankan agama dan keyakinan masing-masing.
Namun Amirsyah malah enggan berspekulasi soal konsekuensi yuridis atau hukum terhadap pernikahan beda agama yang dilakukan Ayu Kartika Dewi dan Gerald Sebastian.
Ia lantas menyerahkan ke pihak Dukcapil dan Kementerian Agama terkait konsekuensi tersebut.
Amirsyah juga kembali menyebutkan ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan itu.
“Di UU tahun 74 jelas bahwa perkawinan dalam undang-undang itu seagama, bukan berbeda agama,” katanya.