JAKARTA – Ada alasan di balik keputusan pemerintah meniadakan tenaga honorer mulai 2023 mendatang. Peniadaan tenaga honorer adalah mandat PP 49/2018.
Menurut Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Alex Denni, penghapusan tenaga honorer bukan kebijakan tiba-tiba.
Pembengkakan jumlah tenaga honorer di tiap instansi akhirnya mendorong terbitnya Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara 5/2014. Dalam aturan, ditetapkan hanya ada dua kategori ASN yakni PNS dan PPPK.
“Sebetulnya ini bukan ujug-ujug. Tapi sudah dari 2005. Itu sudah inventarisir,” kata Alex dilansir dari CNBC Indonesia.
Pada 2005 ada 900 ribu tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah. Sekitar 860 ribu tenaga honorer diangkat sebagai PNS.
“Sisanya tidak memenuhi kriteria, tapi yang sisanya ingin diproses lebih lanjut. Begitu di data ulang dan membengkak jadi 600 ribuan. 11x lipat membengkak angkanya pada saat itu,” ujarnya.
Alex juga angkat bicara mengenai rencana besar pemerintah dalam mentransformasikan sistem birokrasi PNS. Bukan tidak mungkin, ada beberapa kriteria PNS yang terdampak.
Alex mengatakan hampir 38% dari total 4,2 juta ASN di Indonesia berstatus sebagai pelaksana. Sementara itu, sebanyak 36% lebih berstatus sebagai guru dan dosen.
“Kemudian tenaga teknis, kesehatan dan lain-lain itu sekitar 14%. Sisa-sisanya 10-11% pejabat struktural.
Kalau bicara transformasi digital, tentu pelaksana ini yang akan terdampak terlebih dahulu karena pekerjaan akan digantikan teknologi,” kata Alex.
Alex mengatakan dalam 5 tahun yang akan datang, para pejabat pelaksana akan berkurang sekitar 30-40% dengan rencana transformasi digital. Artinya, ratusan ribu PNS yang menjabat sebagai pelaksana akan terdampak.