Penulis merupakan Penggiat Anti Korupsi
Oleh : Jamhuri
Untuk Judul tulisan kali ini menyangkut Kebijakan Publik Gubernur Jambi pada rezim Jambi Mantap Priode 2021 – 2024, penulis dalam menyampaikan pendapat berdasarkan beberapa hal yang dipikirkan terhadap beberapa fakta administrasi dan kondisi lapangan sebagai akibat dari kebijakan publik Gubernur Jambi dengan merujuk pada beberapa karya ilmiah diantaranya pendapat dari Peter Ferdinand Drucker yang berjudul “Pekerja Pikiran” dengan salah satu ungkapannya berbunyi :
“Pemimpin yang efektive bukan soal pintar berpidato dan mencitrakan diri agar disukai, Kepemimpinan tergambar dari hasil kerjanya bukan atribut – atributnya. Pemilihan rujukan lahir dari Perspektive ataupun Angle terhadap Visi dan Misi serta Janji Politik sebagai komoditi jualan sewaktu mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah.
Dari jualan yang digelar membuat Masyarakat membeli dan berharap serta menginginkan akan terwujud dan tercipta serta lahir tujuan negara, sebagaimana amanat konstitusional yang merupakan suatu keinginan dan hak mutlak dari setiap manusia yang paling mendasar sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dan paling mulia, tidak satu jiwapun manusia lahir ke dunia ini menginginkan hidup sengsara dalam penderitaan dan kenistaan serta berada dalam suatu penantian panjang akan harapan yang diharapkan serta doa kapan kah akan datang secerca sinar harapan dari satu suku kata yaitu kata “kesejateraan” yang teramat sangat diharapkan.
Bahkan sebagian masyarakat tetap berada dalam panjangnya penantian akan harapan sampai ajal menjemput harapan tak kunjung datang, penantian panjangpun berakhir seiring dengan hembusan napas terakhir sipenanti alias miskin seumur hidup.
Tentunya harapan tersebut baik secara sadar maupun tak sadar tergantung tinggi bak bintang di langit tetap tergantung dan digantungkan pada kadar Leadership dan Managerial pada sosok pengemban amanah masyarakat dan diterima dibawah kekuatan Sakralnya Sumpah Jabatan sesuai dengan kepercayaan masing – masing dan menyandang Status dalam pergeseran proses penghalusan bahasa dari sebutan sebagai Penguasa Kekuasaan berubah menjadi Pelayan Masyarakat dan/atau Abdi Negara yang dikenal dengan sebutan Pemerintah.
Karena hanya Pemerintah lah yang diberikan hak oleh konstitusi untuk dapat menyelesaikan masalah yang dirasakan dan mempengaruhi hajat hidup masyarakat umum.
Secara Phsycologis harapan pertama dan terutama sekali yang ada dalam pikiran setiap pemilih terlepas dari siapapun kandidat calon yang akan dipilih diharap mampu memberikan manfaat bagi pihak pemilih atas apa yang dijanjikan sewaktu mempromosikan diri yang dikemas dalam bungkusan pemikiran demi dan atasnama serta untuk kepentingan dan menguntungkan pihak masyarakat pemilih yang menginginkan perubahan.
Keadaan jual beli janji di pasaran pasar politik sebagaimana diatas identik dengan pandangan sebagaimana ungkapan dari Napoleon Bonaparte yang mengemukakan pendapat bahwa:
“Pemimpin adalah Dealer Janji”, sebuah ilustrasi yang begitu indah menggambarkan kepemimpinan sosok seorang pemimpin tak jauh berbeda dengan dan/atau diumpamakan sama dengan sebuah Dealar.
Dimana secara harfiah berdasarkan beberapa sumber dapat diketahui bahwa Dealer berarti sebuah tokoh penting yang berasa di pasar, yang membuat pasar di sekuritas, menjamin sekuritas, dan memberikan layanan investasi kepada investor, atau memiliki pengertian Dealer adalah pembuat pasar yang memberikan penawaran dan permintaan yang Anda lihat ketika Anda mencari harga sekuritas di pasar over-the-counter.
Ringkasan ilustrasi diatas adalah suatu gambaran bagaimana Bakal Calon Pemimpin Menjual Janji dan Masyarakat Pemilih membeli dan membayar nya dengan suara yang disimbolisasikan dengan pencoblosan kertas biasa yang dijadikan dan dianggap luar biasa dan memiliki nilai komersil tinggi, semacam perdagangan system barter yang tak memiliki standart harga pasti, untuk manfaat dari produk yang dibeli, yang ada hanya hasil Pandangan tanpa Mata Meraba Pikiran.
Disadari atau tidak masyarakat pembeli janji menggunakan keyakinan berdasarkan ajakan dari lidah – lidah hasil dari pembentukan pemikiran dari kandidat calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah yang lidah – lidah pinjmanan ini diberikan hak dan kewenagan menggunakan labeling Team Sukses dan Juru Kampanye, masyarakat pemilih berada pada kondisi dalam semacam keyakinan membeli Toto Gelap (Togel) dalam Dunia Perjudian (Gambler).
Ketika tebakan yang diyakini Benar maka uang pembelian akan kembali dan Bertambah, sesuai dengan hukum perjanjian perjudian dan jika salah beli hari ini, maka besok cari lagi kode nomor baru yang akan dibeli, tak peduli kode itu datangnya dari mimpi maupun yang bersumber dari dunia tahayul (Mistik) tetap diikuti dengan keyakinan. Masyarakat terikat dalam suatu keterikatan para pembeli yang terletak pada pemikiran “Perjudian” menjanjikan kemenangan dan kemenangan diyakini akan memberikan kemewahan.
Wujud daripada Ilustrasi Analisis dari Teori Napoleon Bonaparte sebagaimana diatas salah satunya tergambar pada proses Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Jambi yang diselenggarakan pada 9 Desember 2020 yang lalu, dimana Dealer dengan Label Jambi Mantap yang menggelar dagangan produk pemikiran yang diberi Merk Dagang Dumisake sebagai kemasan dari produk multy manfaat yaitu Dua Miliar Satu Kecamatan.
Agaknya kemasan pemasaran jualannya berhasil mendapatkan pembeli terbanyak walaupun prosesnya harus menempuh perjalanan panjang, menenpuh jarak diantara Dua Gedung dan kelembagaan yang berbeda yaitu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang berstatus sebagai Gedung Lembaga Peradilan dan/atau sebagai tempat bagi para pihak untuk membuktikan kebenaran dan keadilan yang benar – benar adil seadil – adilnya.
Perjalanan waktu telah memasuki hitungan hampir Satu Tahun, waktu terus berjalan dan tak mungkin akan pernah mundur kebelakang, yang menjadikan suatu penantian panjang segenap lapisan masyarakat Provinsi Jambi menunggu lahirnya Sosok Dumisake sebagaimana Janji Politik yang dijadikan Primadona Program Unggulan Jambi Mantap yang digunakan sebagai senjata Pamungkas Pengentasan Kemiskinan, sekaligus merupakan suatu kesimpulan kalimat dari penyampaian pidato yang bersangkutan di hadapan Presiden Joko Widodo pasca pelantikan di Istana Negara beberapa waktu yang lalu.
Namun selama dalam penantian panjang yang dilakukan masyarakat Dumisake tak jua kunjung datang yang menempatkan expectasi masyarakat hanya menjadi impian belaka semacam hayalan semata, bak menatap tinggginya Balon melambung tanpa membawa apa – apa selain daripada gas dan pandangan mata yang terbius untuk menatap tanpa mengetahui kemanakah arah terbangnya sang Balon terbawa angin dan bahkan sipelepas balon itu sendiri tidak pernah tahu dimana akan jatuhnya.
Apakah di padang ilalang ataukah di lumpur kotor yang berbau tak sedap dan berwarna hitam pekat, atau akan Meletus pecah terbakar oleh hawa panas Atmosfir pada ketinggian tertentut dari terbang dan terombang – ambing tanpa arah serta terjepit pada tekanan panasnya kemilau sinar mentari dan tekanan angin. Namun setinggi – tingginya Balon melambung tidak akan pernah mampu menaklukan dan/atau berada diatas awan.
Belakangan baru diketahui publik bahwa terjadi penundaan proses kelahiran Dumisake yang disebabkan karena adanya kesalahan penulisan kode rekening sehingga harus menunggu perbaikan pada perubahan anggaran, merupakan suatu ilustrasi yang mengejutkan dimana notabenenya Kabinet Rezim Jambi Mantap dibawah Komando Sekretaris Daerah sebagai Penanggungjawab Penjabaran Visi dan Misi serta Janji Politik Kepala Daerah, yang seharusnya diisi oleh para Profesional pada bidangnya dan dibantu oleh para staff pada bidang keahlian masing – masing mampu membuat gagalnya mimpi indah masyarakat pembeli janji.
Bak pepatah jauh panggang dari Api lebih tepat menggambarkan Kinerja Kabinet Jambi Mantap dengan suatu gambaran bahwa pemerintahan rezim Jambi Mantap jauh dari paham dan memahami serta mengerti tentang apa dan bagaimana Azaz Umum Pemerintah yang Baik (AUPB).
Padahal sepanjang pengetahuan penulis sedikit dan pemahaman yang terbatas serta tidak seberapa setidak – tidaknya Azaz Umum Pemerintahan yang Baik terdapat dalam 7 (Tujuh) Undang – Undang yaitu: Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) atau biasa disebut sebagai Undang – Undang Anti Korupsi Kolusi dan Nepotisme, Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, serta terdapat dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan,
Mengingat rendahnya pengetahuan dan minim serta kurangnya pemahaman dan pengertian akan hukum pada kesempatan ini penulis belajar untuk memahami Ketentuan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku yang dinilai berdasarkan keterbatasan pengetahuan hanya merujuk pada Pasal 3 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Pasal 5 (jo) Pasal 10 ayat (1) Undang – Undang Nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Maka baik sebagian maupun secara keseluruhan fakta hukum terkait Dumisake yang sampai dengan Priode Triwulan ke Dua masih dalam Posisi 0% (Nol Persen) serta tanpa Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tekhnis (Juklak/Juknis) sebagai Payung Hukum adalah merupakan alat bukti yang memenuhi unsur pembuktian adanya Perbuatan Melawan Hukum dan serta adanya Praktek Menyalahgunakan Wewenang dan Jabatan (Abuse of Power) dan/atau adanya Perbuatan ataupun Tindakan Pembiaran dan/atau setidak – tidaknya menghasilkan gambaran tentang Kwalitas Kabinet Jambi Mantap berhak mendapatkan Predikat Rezim Raport Merah.
Fakta Hukum menyangkut Dumisake sebagaimana diatas menjadi dasar lahirnya Asumsi dan Persefsi bahwa Managerial dan Leadership Gubernur Al Haris Gagal Total serta merupakan pemenuhan unsur pembuktian adanya Perbuatan Menyalahgunakan Wewenang dan Jabatan (Abuse of Power) dan/atau setidak – tidaknya memberikan gambaran ketidak harmonisan Komunikasi Birokrasi pada Lintas Sektor Kabinet Jambi Mantap dalam melakukan Penjabaran Visi dan Misi serta Janji Politik.
Serta dapat menempatkan Dumisake yang dijadikan program andalan Pendulang suara pada Pilkada beberapa waktu yang lalu berada pada posisi sekedar sebagai Legitimasi saja dan/atau menempatkan para pengemban pelaksana amanat Dumisake berada pada posisi Dilematis semacam suatu hamparan bentangan jaring – jaring laba – laba dalam menjebak mangsanya untuk ditangkap, yang dalam bahasa gaul anak muda dikenal dengan sebutan sebagai jebakan Batman.
Dimana Dumisake akan dengan leluasa dan mulus menghantarkan organ – organ instrument pelaksananya menikmati indahnya liburan panjang berada dalam Kamar dingin Hotel Prodeo Tindak Pidana Korupsi dengan status sebagai Terpidana, dan/atau dengan gambaran ibarat melepas orang buta di kegelapan malam tanpa tongkat tanpa pemandu.
Kesannya tidak satupun Kabinet Rezim Jambi Mantap baik selaku Penyelenggara Negara maupun sebagai Pejabat Negara mengerti akan Azaz Umum Pemerintah yang Baik (AUPB) yang antara lain adalah Azaz Profesionalitas dan Azaz Akuntabilitas serta Azaz Kepastian Hukum pada bidangnya masing – masing, ataukah mungkin proses recruitmentnya yang memang bermasalah dan/atau tidak sesuai dengan norma dan kaidah hukum serta Standart Operasional Prosedure (SOP) atau Prosedur Tetap (PROTAP) dimana sejumlah indicator prosesnya telah mengalami pergeseran makna misal Daftar Usulan Kepangkatan (DUK) telah bergeser menjadi Daftar Usulan Kekerabatan serta Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) berubah menjadi Barisan Pengukur Jarak Kedekatan.
Tolak ukur ataupun Barometernya bukan lagi Kinerja tapi furenya lebih mengarah kepada Perasaan dengan dalih peradaban budaya Ketimuran yang mengedepankan Perasaan Tidak Enak, Rekruitment Pejabat bisa saja berasal dari Team Sukses dan/atau yang memiliki kemampuan menjilat seakan – akan orang yang paling berjasa dalam menjadikan Calon Kepala Daerah menjadi Penguasa Defenitive dan diharapkan Kekuaasaannya akan Kekal Abadi, agar tetap bisa hidup enak dan terhormat sebagai penjilat, atau mungkin saja sebagai balas jasa yang diberikan oleh sang Penguasa itu sendiri, semacam penerapan paham Destructive of Cult atau ringkasnya sebagai tindakan Penkultusan Kekuasaan.
Suatu system yang memberikan kesan Pemerintah sudah tak jauh berbeda dengan Sindikat ataupun Cartel, dengan kebijakan yang akan yang bermuara pada pergeseran Asumsi dan Persefsi APBD bergeser menjadi Anggaran Penghasilan Barisan Dinasti, serta APBN akan memiliki makna terselubung dari penjabaran Akronim yang sebenarnya berlaku yaitu menjadi Anggaran Penambah Beban Negara, dengan menempatkan posisi seakan – akan Negara sengaja dimiskinkan.
Sepertinya fakta menyangkut tentang Dumisake selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh James Anderson yang memiliki pandangan: “Public Policy is a relative stable purposive course of action follow by actor or set actor in dealing with set a problem or matter of concern”, yang jika diterjemahkan secara bebas akan memiliki pengertian bahwa Kebijakan Publik adalah Tindakan – Tindakan yang terukur yang dilakukan oleh aparatur baik secara perseorangan maupun sekelompok aparatur yang diberi kewenangan membuat kebijakan untuk bisa mengatasi masalah – masalah yang ada di Masyarakat (Publict).
Menurut James Andersen tindakan – tindakan Pemerintah harus terukur dalam pengertian Pemerintah harus bisa memperhitungkan bahwa kebijkan yang dibuat itu operasional, bisa direalisasikan, bisa ditindak lanjuti yang sesuai dengan kemampuan yang ada di Pemerintah pada saat itu, kenyataannya banyak kebijakan – kebijakan dibuat ternyata terlalu idealis, terlalu mengada – ngada, mengawang – awang tidak menyentuh persoalan yang sebenarnya akibatnya kebijakan – kebijakan yang dibuat hanya bagus diatas kertas ketika direalisasikan menimbulkan kesan jauh panggang dari api.
Senada dengan Pandangan James Andersen, terdapat pandangan Steven E. Peterson tentang Kebijakan Pulik dengan pendapat bahwa : ”Public Policy is Government action to address some Problem”, yang memiliki pengertian sebagaimana yang dikutip oleh oleh Prof Budiman Rusli dalam bukunya yang berjudul “Kebijakan Publik dengan Pendekatan Efektivitas Pelayanan Publik” dengan penjelasan bahwa Kebijakan Publik adalah Action atau aktivitas Pemerintah yang dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah yang sedang terjadi di dalam masyarakat.
Konten dari Pendapat Peterson diatas bahwa masalah – masalah yang terjadi itu benar – benar dirasakan oleh masyarakat umum secara keseluruhan yaitu masalah yang timbul dan terjadi dapat membahayakan, dapat menimbulkan dampak pada kepentingan umum, pada posisi begitu Pemerintah tidak boleh bermain – main lagi karena dampak yang ditimbulkan dari sikap Pemerintah yang terkesan melakukan Tindakan Pembiaran akan lebih berbahaya dan akan menjadi penyebab utama masyarakat menggunakan cara sendiri – sendiri sesuai dengan kehendak dari mereka dan keterbatasan pola pikir dalam melakukan upaya mencari penyelesaian masalah yang dihadapi.
Menurut Peterson Pemerintah sebagai Pembuat Kebijakan (Policy Maker) harus menindak lanjuti setiap problem yang dirasakan menimbulkan dampak secara Colective dalam masyarakat, karena hanya Pemerintah lah yang diberikan hak oleh Konstiusi untuk melakukan kegiatan – kegiatan dan/atau tindakan – tindakan yang dapat menjadi formula khusus dan/atau program dalam menyelesaikan masalah – masalah yang dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.
Tidak satu kelompokpun selain daripada Pemerintah yang memiliki kewenangan apapun untuk dapat melakukan tindakan – tindakan hukum dalam menyelesaikan setiap persoalan – persoalan ataupun masalah yang muncul dan terjadi serta dirasakan oleh masyarakat secara umum.
Kelompok lain selain daripada penyandang Status Pemerintah, Siapapun Dia dan apapun nama serta Status Sosialnya tidak sama sekali memiliki kewenangan untuk dapat mengurusi baik sebagian kecil maupun secara keseluruhan dari masalah – masalah yang ada dan dirasakan serta akan merubah tatanan sosial kehidupan masyarakat.
Konstitusi negara kita hanya mengatakan untuk menjamin kesejahteraan umum, memajukan kehidupan bangsa maka dibentuklah Pemerintahan Indonesia yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 (UUD’45). Jadi secara Konstitusional hanya Pemerintah lah sebagai Pelayan dan Pelindung serta Pengayom Masyarakat yang dapat membuat kebijakan dalam rangka mengurusi dan menyelesaikan persoalan ataupun masalah yang ada dan dihadapi serta dirasakan oleh Masyarakat.
Kelompok lain di luar dari Pemerintah baik yang menyandang status sebagai mantan Team Sukses maupun sebagai Kerabat Handai Tholan daripada Penguasa, tidak memiliki hak dan kewenangan sama sekali untuk mengurusi persoalan yang timbul ditengah – tengah masyarakat karena mereka akan melakukan tindakan dengan pola pendekatan Pembuat Keuntungan (Profite Making), dengan orientasi Benefite sesuai dengan konsep Profite Orientite.
Logikanya tidak satu orangpun siapapun dia baik itu pengusaha dan/atau orang ataupun kelompok di luar Pemerintah yang mau mengalami Kerugian, isi kepada dan/atau pemikiran mereka hanya berisi pikiran untuk dan/atau akan melakukan hal – hal atau tindakan – tindakan yang bersifat akan menguntungkan dan/atau demi kepentingan individu ataupun kelompok tertentu yang jelas secara yuridis akan bertentangan dengan pendekatan pemerintah yang berazazkan pada Konsep Pelayanan Umum (Publik Service’s).
Pandangan Steven E Peterson sebagaimana diatas kiranya identik dengan Persoalan Angkutan Batubara yang menjadi Polemik yang meresakan sebagian besar warga masyarakat dan terkesan penampakan Pemerintah Provinsi Jambi menghadapi kekuatan kekuasaan Batubara dari kejadian kecelakaan lalu lintas yang tidak sedikit menelan korban jiwa, aksi protes warga yang berlaku anarkis dengan membakar truk angkutan batubara.
Gelombang aksi protes terhadap Kebijakan Pemerintah mengenai Angkutan Batubara yang baik dilakukan oleh sekelompok mahasiswa maupun oleh Sopir Angkutan Batubara itu sendiri dan serta oleh masyarakat yang merasa dirugikan dan/atau menjadi korban halusnya debu – debu batu bara yang menghampiri dan merubah warna merubah warna cat dinding rumah mereka, kesulitan menjemur pakaian yang telah dicuci, memperlambat perjalanan masyarakat pengguna jalan pada lintasan jalan umum baik jalan Kabupaten/Kota maupun jalan Nasional seperti di Kawasan Kabupaten Batanghari dan sebagian Kota Jambi.
Pada situasi mengenai Batubara ini benar – benar mata ujian bagi pembuktian kemampuan Pemerintah dalam hal ini adalah Gubernur Jambi, terhitung sejak tahun anggaran 2012 yang lalu tidak ada satu kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi pun yang mampu memberikan Solusi bagi kepentingan masyarakat, jangankan Suara lantang teriakan aksi protes keras dan tajamnya mata hukum pun terkesan lumpuh dan tumpul.
Bahkan kalimat – kalimat pada pasal – pasal dan ayat – ayat sakti yang termuat pada batang tubuh Peraturan Daerah hanya tersimpan rapih dalam kakunya sampul Naskah Peraturan Daerah sebagai contoh Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2012 tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi. Kerasnya Perda dimaksud dengan Sifat Mengatur, Mengikat dan Memaksa serta kerasnya Ancaman Pidana sebagaimana pada Pasal 14 Peraturan Daerah yang dimaksud tidak mampu membela dan melindungi kepentingan masyarakat. Tidak satu perkara angkutan batubara pun sebagaimana ancaman hukuman Pasal 14 Perda dimaksud yang di proses secara hukum sampai kepada proses peradilan.
Peraturan Daerah dimaksud juga mengatur dengan menggunakan kalimat bersifat limitative dengan menetapkan paling lambat bulan Januari 2014 batu bara wajib melalui jalan khusus dan pelanggaran atas ketentuan dimaksud diancam dengan ancaman pidana sebagaimana Pasal 12 juncto Pasal 14 Perda yang dimaksud.
Sebagai Penjabaran dan untuk Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2012 tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi yang dimaksud Gubernur Jambi menerbitkan dan memberlakukan Peraturan Gubernur Jambi Nomor 18 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengangkutan Batubara, serta memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jalan Khusus tidak membuat Pemerintah Rezim Jambi Mantap mempunyai wibawah dan kredibilitas serta menempatkan Hukum pada posisi Lumpuh bak seekor macan ompong kehilangan Belang serta memberikan gambaran Hukum Tajam kebawah dan tumpul keatas.
Baik sebagian maupun secara keseluruhan dari Tiga Instrument Hukum sebagaimana diatas tidak mampu melindungi kepentingan hak – hak masyarakat yang menjadi korban dari kepentingan kekayaan segelintir kelompok kecil pengusaha Batubara yang mampu membeli kekuasaan dengan penawaran harga kemewahan. Prestasi besar Rezim Jambi Mantap mampu merubah tatanan Hierarki Hukum dengan menempatkan setidak – tidaknya Dua Eksemplar Surat Edaran yaitu Surat Edaran Nomor : 1448/SE/DISHUB-3.1/XII/2021 tentang Pengunaan Jalan Publik untuk angkutan Batubara, TBS, Cangkang, CPO, dan Pinang antar Kabupaten/ Kota dalam Provinsi Jambi (Kabupaten Bungo, Tebo, Sarolangun, Merangin, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjab Barat, dan Kota Jambi) dan Surat Edaran Gubernur Jambi Nomor : SE .116/DISHUB-3.1/V/2022 tentang Pengaturan Lalu Lintas Angkutan Batubara di Provinsi Jambi.
Baik sebagian maupun secara keseluruhan dari kedua Surat Edaran dimaksud mampu mementahkan Aturan yang lebih tinggi, merupakan hasil dari suatu pemikiran yang bertolak belakang dengan konsep hukum dalam membuat suatu Peraturan perundang – undangan yang harus dilengkapi dengan unsur – unsur Sosiologis, Yuridis dan Filoshopis, atau mungkin tidak memperhatikan prinsif sebagaimana adagium adanya kesesuaian pikiran dengan objek.
Prinsip ini pada dasarnya merupakan rambu-rambu dalam merumuskan materi hukum yang telah diterima secara universal (Adaequatio intellectus et rei) serta Gubernur tidak ingat pada prinsif penegakan hukum (law enforcement) sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan (Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus).
Dan juga lupa akan kaidah hukum bahwa menjalankan pemerintahan berarti melihat ke depan dan menjalankan apa yang harus dilakukan (Gouverner c’est prevoi), yang harus dilakukan dengan menempatkan Hukum sebagai Panglima dan sebagai Filter bagi Kekuasaan bukan sebaliknya menjadikan hukum sebagai alat mempertahankan Kekuasaan atau Politik Harus Tunduk kepada Hukum bukan sebaliknya (Politiae legius non leges politii adoptandae).
Bahkan Gubernur terkesan benar – benar lupa bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara (Salus populi suprema lex). Gubernur Jambi Al Haris lupa bahwa perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata (Facta sunt potentiora verbis).
Atau mungkin saja karena ketidak mengertian atau masih terlena dengan eforia kekuasaan asal main syahkan saja atau mungkin juga dibuat oleh Pejabat yang tidak mengerti dan amatiran atau Gubernur sendiri tidak mengerti sama sekali hingga asal teken saja.
Gubernur lupa ataukah memang tidak mengerti jika ketidak tahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan, tapi tidak demikian halnya dengan ketidak tahuan akan hukum (Ignorantia excusatur non juris sed facti), sederetan Surat Edaran yang diberlakukan menyangkut batubara identik sekali dengan apa yang diungkapkan oleh Lord Acton, guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke 19 :”Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang.
Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan “pintu masuk” bagi tindak korupsi” untaian kalimat tersebut sebagai hakikat dari adagium yang berbunyi “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)
Tidak menutup kemungkinan baik sebagian maupun secara keseluruhan Surat Edaran Gubernur Jambi yang dimaksud menjadi cikal bakal pelecehan terhadap hukum dan dapat mencabik – cabik nilai – nilai Normative Hukum dengan salah satu hasilnya membuat mentah dan tidak berlaku gebrakan yang dilakukan oleh Kapolda Jambi Irjen Pol A.Rachmad Wibowo, yang semula dapat melahirkan keputusan menghentikan dan/atau menertibkan aktivitas distriusi dan operasional Penambangan Batubara.
Sayangnya Keputusan Tindakan Hukum dimaksud harus berakhir di tangan Kekuasaan Direktur Jendral Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Benar – benar luar biasa sebuah pertunjukan perang tanding kekuasaan, Hak dan Kewenangan yang melekat pada Kedudukan dan Jabatan atau Kekuasaan Direktorat Jendral Mineral Batubara mampu mementahkan Kompetensi Absholute Jajaran Kepolisan sebagai Institusi Yudicative dalam hali ini Jajaran Kepolisian Daerah Jambi dalam melakukan Tugas Pokok dan Fungsinya Melakukan upaya Penegakan Hukum (Law Enforcement).
Keputusan Direktur Jendral memberikan Sanksi dengan Tindakan Hukum terhadap Delapan Perusahaan Batubara di Provinsi Jambi berusia sangat singkat yaitu hanya dapat bertahan hidup dan berlaku selama 4 (Empat) Hari dan roh dan napasnya kembali di Cabut oleh oknum sebagai organ – organ Kekuasaan di Jajaran Kementerian ESDM itu sendiri, kejadian tersebut sangat mirip dengan system Kepala Kura – Kura yang kepalanya dapat ditarik ulur keluar dan masuk di lobang lehernya, atau mirip tayangan film action dimana pemerannya hanya mengalami kondisi saat dalam film tidak diluar film atau merupakan pertunjukan kepura – puraan semata.
Semacam pertunjukan azaz The Ruling Class, atau seperti sebutir Batu Kerikil Kecil akan Hilang dan Terbenam ditimpa oleh Keras dan Beratnya sebongkah Batu Gunung yang Besar dan Keras.
Baik Peraturan Daerah, Peratauran Kepala Daerah (Peraturan Gubernur), Keputusan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, maupun Surat Edaran Gubernur Jambi menunjukan bahwa Hukum tidak lagi sebatas Tajam ke Bawah Tumpul keatas, tapi Hukum benar – benar sudah lumpuh total dan tidak lagi dapat digunakan sebagai alat Sosial Kontrol (a tool of engineering sociality contol) sebagai perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah masyarakat ke suatu tujuan yang diinginkan bersama yang memberikan arti bahwa hukum merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku disini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar.
Kiranya Kinerja dan Pemikiran Kapolda sebagai Pemegang Hak dan Kewenangan Penegakan Hukum (Law Enforcement) dilakukan dengan lupa dan/atau tidak memperhatikan Kinerja dan Kebijakan Gubernur Jambi yang lebih dulu memiliki Prestasi dan Etos Kerja yang Mampu merubah Tatanan Hierarki Hukum, dimana dengan menjadikan Performa Surat Edaran dimaksud mampu mementahkan dan/atau membuat tidak berlakunya Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2012 tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi, Peraturan Gubernur Jambi Nomor 18 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengangkutan Batubara, serta Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jalan Khusus mentah dan/atau tidak berarti apa – apa, dengan memberlakukan Dua Eksemplar Surat Edaran yaitu Surat Edaran Nomor : 1448/SE/DISHUB-3.1/XII/2021 dan Surat Edaran Gubernur Jambi Nomor : SE .116/DISHUB-3.1/V/2022 sebagaimana diatas.
Dimana baik sebagian maupun secara Kedua Surat Edaran dimaksud terbukti mampu merubah warna dan tatanan hierari hukum setidak – tidaknya dalam Provinsi Jambi, dimana Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Gubernur) terkesan hanya setumpukan kertas kosong tanpa isi, tanpa roh, tanpa jiwa serta napas dan hanya sekedar sebagai simbolisasi keberadaan sebuah kekuasaan Pemerintahan.
Catatan Hitam Raport Merah Perjalaan Kekuasaan Rezim Jambi Mantap lainnya yang menunjukan bahwa suatu rezim yang tidak mengerti Azaz Umum Pemerintah yang Baik (AUPB) tidak hanya sebatas Persoalan Dumisake dan Angkutan Batubara saja akan tetapi masih terdapat sederetan catatan panjang kisah kegagalan dalam pelaksanaan peran sebagai penyandang status Pelayan Masyarakat.
Dengan salah satu kisah romantic tentang pelantikan Dua Ratus Enam Puluh Tiga orang Kepala Sekolah yang menggunakan management layang – layang dengan cara Tarik ulur, ketika angina cukup kencang benang diulur sepanjang ketersediaan, ketika menginginkan ketinggian benang ditarik sekencang – kencangnya maka layang – layang akan meliuk – meliuk menari – nari menghibur dan memberikan kepuasan bagi sang pemain layang – layang beserta penonton disekitarnya.
Dengan kisah dimana pada hari Jum’at pagi tanggal 3 Juni tahun 2022 beredar Surat Gubernur Jambi Nomor : S-2537/BKD-3.3/V/2022 yang ditujukan kepada Calon Kepala Sekolah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi dengan Perihal Pemberitahuan Pelaksanaan Pelantikan yang akan dilaksanakan pada Pukul 14.00 WIB bertempat di ruang Auditorium Rumah Dinas Gubernur.
Hanya dalam hitungan Jam dan hanya terpaut 13 (Tiga Belas) nomor kode Surat Rencana Pelantikan Batal tanpa alasan tanpa batas waktu sampaikan pembatalan akan berakhir sebagaimana yang tercantum dalam Nomor : S-2551/BKD-3.3/VI/2022 yang ditujukan kepada Calon Kepala Sekolah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi dengan Pokok Surat Penundaan Pelaksanaan Pelantikan.
Lantas pada tanggal 11 Juni 2022 atau satu Mnggu terbit Surat Nomor : S-2602/BKD-4.3/VI/2022 dengan Perihal Pemberitahuan Pelantikan yang akan dilakukan pada Hari Minggu tanggal 12 Juni 2022 Pukul 19.30 WIB yang akan dilaksanakan di Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi, tidak tanggung – tanggung surat dimaksud melampirkan 263 (Dua Ratus Enam Puluh Tiga) nama Calon Kepala Sekolah SMA/SMK seprovinsi Jambi, dari daftar nama dimaksud setidak – tidaknya 258 – 259 orang merupakan Kepala Sekolah Baru.
Fakta ini menunjukan ada 4 (Empat) kemungkinan yang menjadi penyebab Pergantian dimaksud pertama semua kepala sekolah yang diganti bersamaan berakhir masa jabatannya kedua semua mereka melakukan pelanggaran hingga terkena hukuman lengser dari jabatannya secara berjamaah, ketiga adanya faktor Suka dan Tidak Suka (Like and Dislike) pembuat kebijakan serta opsi (kemungkinan) ke empat mengangkangi regulasi dan/atau Ketentuan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku sebagaimana yang telah diatur dengan ketentuan Pasal 2 juncto Pasal 3 Peraturan Menteri Pendidikan Nomor :40 tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah, yang pelaksanaannya seperti Mencukur Kumis yang dilakukan sesuka hati sesusai selera dan keingian sipemilik Kumis terlepas dilakukan di hadapan atau menggunakan ataupun tidak menggunakan cermin.
Pergantian Berjamaah Kepala Sekolah dibandingkan dengan Sakralnya Ritual Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 2021 hanya berselang dalam waktu selama 339 hari atau 11 (Sepuluh) bulan 9 (Sembilan) hari, Bagaimana seleksi sebagaimana ketentuan Pasal 2 juncto Pasal 3 Peraturan Menteri Pendidikan dimaksud dilakukan?
Menyimak dari pemberitaan yang dilansir oleh beberapa Media Massa yang mengutip Pidato Gubernur Jambi Al Haris setelah dilakukan pelantikan dalam forum pelantikan dimaksud dengan kalimat :”Saya akan mengutuk dan mencopot Kepala Sekolah jika kedapatan melakukan setoran untuk menjadi Kepala Sekolah”.
Kalimat Pidato itu merupakan suatu ungkapan yang menunjukan suatu Legitimasi bahwa Jabatan Kepala Sekolah yang diperoleh merupakan suatu jabatan yang berfantasikan nikmat syurgawi, yang sekaligus juga merupakan suatu ungkapan kejujuran yang menunjukan Gubernur begitu jujur mengakui kalau persoalan suap menyuap dan/atau jual beli jabatan dilingkungan Sekretariat Pemerintah Daerah Provinsi Jambi benar – benar memang ada dan diketahui secara pasti oleh yang bersangkutan, dan serta merupakan suatu tradisi turun temurun yang membudaya dan/atau merupakan isyarat dari suatu kecemasan akan berbenturan dengan Hukum.
Perjalan Rezim Jambi Mantap benar memiliki aneka warna, tidak hanya persoalan – persoalan sebagaimana diatas yang menghiasinya, masih banyak persoalan lain seperti kemampuan daya serap anggaran yang sampai dengan Priode Triwulan ke Dua tepatnya tanggal 9 Juni 2022 baru sebesar 23,52% (Dua Puluh Tiga point Lima Puluh Dua Persen) dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), artinya baru sebatas dana rutin yang bisa digunakan dan/atau tidak satupun Pejabat pada Organisasi Perangkat Daerah yang memiliki kemampuan untuk mengabdikan diri sebagai Pelayan Masyarakat, yang berakibat tidak jalannya roda perekonomian dengan konsekwensi akan terjadi lonjakan angka kemiskinan.
Belum lagi ketika dibahas tentang Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (LHP BPK – RI), dengan segala bentuk temuan yang beraneka macam ragam bentuk dengan aneka warna – warni Opini Wajar Tanpa Pengecualian yang Populer sebutannya WTP, yang mengundang decak kagum atas penyajian LHP yang mencatatkan WTP, apakah mungkin dengan WTP.
BPK selaku Badan Pencari Kebenaran memberikan isyarat bahwa Opini diberikan dengan makna terselubung yaitu Wajar Tanpa Pemeriksaan yang bisa diartikan Kinerja Pemerintah Provinsi Jambi dapat dikatakan Wajar jika tanpa dilakukan pemeriksaan atau juga bisa jadi WTP itu bahasa isyarat yang menunjukan sesuatu yang dianggap Wajar sebagai Tanda Pertemanan, bisa dikatakan wajar mengingat kedekatan dan kekerabatan pertemanan, walau sebenarnya Rezim Jambi Mantap merupakan Rezim Raport Merah, dengan konsep Pandangan Tanpa Mata Meraba Pikiran.