Oleh: Pengamat Ekonomi, Dr. Noviardi Ferzi
SABAK Port atau Pelabuhan Muara Sabak menjadi satu – satunya pilihan bagi Provinsi Jambi jika ingin memiliki pelabuhan Samudra berkelas Internasional yang menjadi pintu eksport import, menjadi akselerator penggerak ekonomi Provinsi Jambi khusus di wilayah timur.
Pemikiran ini kembali mengemuka ketika Kementerian Perhubungan mengeluarkan keputusan tentang kelanjutan Pelabuhan Ujung Jabung, menurut kajian mereka secara administratip dan teknis tidak bisa dilanjutkan.
Secara teknis Ujung Jabung terlalu dekat dengan Pelabuhan Tanjung Api-Api Sumsel hanya 100 Mil sehingga Pelabuhan Ujung Jabung nantinya bisa berstatus kelas II Pelabuhan Perintis. Masalah ini bertambah, sebagian besar dari lahan 4.200 ha yang dijanjikan belum dibebaskan.
Alasan penghentian pelabuhan Ujung Jabung ini bisa bertambah menjadi belasan jika mau diuraikan semua. Sehingga dengan berbagai alasan ini rencana pelabuhan Ujung Jabung boleh dikata tutup buku.
Jika Ujung Jabung tamat (the end), justru Pelabuhan Muara Sabak berpotensi besar untuk dapat dijadikan pelabuhan ekspor utama karena kondisi geografis yang mendukung cost efisiensi, karena lebih dekat dengan sumber daya alam Jambi dan lebih dekat ke Negara tujuan ekspor.
Selain itu satu kelebihan Sabak Port memiliki draft yang dalam dimana bisa menampung kapal yang lebih besar untuk kegiatan bongkar muat. Hal ini tentu saja menjadi salah kelebihan yang membuat Sabak port memiliki daya saing untuj dikembangkan sumber penggerak perekonomian.
Selama ini satu persoalan mendasar yang memberi keraguan pusat dan swasta mengembakan pelabuhan di Jambi adalah ketersediaan barang yang akan diangkut.
Ini problem yang mendasar karena ini menyangkut uang besar yang harus dikeluarkan, sejujurnya pemerintah pusat dan swasta belum melihat potensi angkutan yang menguntungkan untuk menanam modal di pelabuhan di Jambi.
Jika mundurnya pemerintah untuk membangun pelabuhan Ujung Jabung hal ini menjadi alasan, bagaimana dengan pelabuhan Sabak, bagaimana ketersediaan barang yang akan diangkut oleh kapal yang bersandar ? Jika ini tak terjawab, agak sulit kita berfikir untuk mengembangkan pelabuhan Sabak.
Bicara potensi pengembangan pelabuhan Sabak para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, pengepul, eksportir perlunduduk bersama membahas peluang, strategi, tantangan dan hambatan dalam perdagangan internasional melalui Pelabuhan Muara Sabak di wilayah Tanjung Jabung Timur.
Salah satu potensi yang angkutan Pelabuhan Sabak adalah potensi ekspor komoditas perkebunan yang besar. Berdasarkan data IQFAST, selama Januari 2021 hingga Agustus 2021, ekspor kelapa bulat sudah mencapai 15.518 ton ke negara Cina dan Malaysia dengan nilai 56,9 Miliar Rupiah. Sebagai upaya lanjutan peningkatan ekspor kelapa.
Secara total, Jambi menyumbang 3,8 persen dari total ekspor kelapa nasional. Data ini sejalan dengan jumlah luas lahan perkebunan kelapa yang sudah ada. Ini potensi yang menjadi argumen kuat mengembangkan pelabuhan Muara Sabak.
Kelapa baru satu komoditas, apa ada yang lain ? Sebenarnya Sabak memiliki peluang besar untuk menjadi pelabuhan eksport utama batu bara seperti Teluk Bayur Padang.
Jambi memiliki sumber daya batu bara mencapai 6,81 miliar ton atau 4,7 persen dari total sumber daya batu bara nasional. Sedangkan cadangan batu bara tercatat sebesar 2,13 miliar ton atau sekitar 5,5 persen dari cadangan batu bara nasional.
Secara sederhana dengan cadangan 2 miliar ton lebih, dengan kemampuan produksi hanya bekisar 11 juta ton lebih, artinya, butuh waktu 181 tahun lebih untuk mengekploitasi memprodusi batubara Jambi. Artinya, Jambi membutuhkan pelabuhan khusus Batu Bara. Pilihannya hanya satu yaitu Muara Sabak.
Hari ini pelabuhan angkutan di Talang Duku menjadi efisentrum kemacetan Batu Bara, volume batu bara tak sebanding lagi dengan kapasitas pelabuhan (Tersus). Akibatnya, pelabuhan itu kurang mampu memberi pelayanan bongkar muat Batu Bara secara cepat. Lambatnya bongkar muat inilah yang menimbulkan kemacetan di kawasan Talang duku dan sekitarnya.
Selain itu, masalah luas lahan pelabuhan Batu Bara yang ada di kawasan sana tak sebanding dengan volume angkutan Batu Bara. Kondisi ini membuat pelabuhan batubara disana tak layak dipertahankan.
Sebenarnya mengantisipasi hal ini PT. Pelindo yang mengelola Pelabuhan Sabak sudah tampak jor – joran untuk pengembangan pelabuhan yang diwacanakan Gubernur Abdurahman Sayuti serta mulai dibangun era Gubernur Zulkifli Nurdin.
Sikap Pelindo ini sejalan dengan sinyal yang ditunjukan Presiden Jokowi yang sempat meninjau pembangunan dan peningkatan kualitas jalan nasional Kota Jambi (Batanghari II)-Zona Lima, yang merupakan akses utama menuju Candi Muaro dan Pelabuhan Muara Sabak, Jambi.
Bahkan pada kesempatan itu, di depan Presiden Menteri PUPR Basuki Mulyono mengatakan, peningkatan aksesibilitas serta konektivitas jaringan infrastruktur jalan ditujukan untuk memberikan kelancaran, keselamatan, keamanan, juga kenyamanan perjalanan pengendara. Akses jalan yang semakin baik juga akan menunjang perekonomian masyarakat di kawasan sekitar, yang semakin berkembang dengan kebangkitan harga komoditas sawit dan batubara.
Salah satunya di dorong melalui penetapan KEK Provinsi Jambi yang Kawasan Sabak masuk didalamnya. Masuknya kawasan Sabak bukanlah suatu hal kebetulan. Karena dari sisi ketersediaan lahan, volume angkutan jalan dari Batanghari II ke Sabak yang belum padat serta letak Geografis di pesisir Timur Jambi, ditambah keterbatasan pelabuhan Talang Duku membuat pelabuhan Sabak menjadi satu – satunya pilihan.