Jambi, AP – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi, yang berhasil mengungkap sindikat penjualan daging dan sisik trenggiling (manis javanica) di Kabupaten Batanghari, kini sedang menyelidiki para pengepul trenggiling binatang yang dilindungi itu.
“Setelah berhasil mengungkap jaringan internasional kini polisi tengah melakukan pengembangan dan menelusuri jaringan pengepul di Provinsi Jambi,” kata Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Jambi, Kompol Wirmanto, Rabu (02/11).
Polisi kini tengah mengembangankan kasus trenggiling dengan barang bukti 2,5 ton daging trenggiling dan 279 Kg sisik trenggiling untuk mengungkap jaringannya.
“Anggota sekarang menyelidiki jaringan pengepul trenggiling di Jambi,” kata Kompol Wirmanto, kepada awak media di ruangannya.
Untuk tersangkanya saat ini masih diamankan di Polda Jambi dan masih dalam pemeriksaan intensif dan selanjutnya penyidik juga akan memintai keterangan saksi-saksi dan ahli dalam kasus ini.
Kasus ini terungkap pada 27 Oktober 2016 anggota Ditreskrimsus Polda Jambi, melakukan penggerebekan gudang penyimpanan trenggiling yang berlokasi di RT 3 Desa Kilangan, Kecamatan Muarabulian, Kabupaten Batanghari.
Hasilnya diamankan 2,5 ton daging trenggiling dan 279 Kg sisik trenggiling siap dipasarkan.
Jika dikonversi ke rupiah maka negara bisa alami kerugian mencapai Rp7 miliar dan dari kasus ini diamankan tiga tersangka. Salah satunya merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia berinisial YKY, dua lainnya warga Jambi, yakni SM (44) dan WMA (40).
Hasil pemeriksaan, daging trenggiling akan dijual ke Singapura, Taiwan, Tiongkok dan Malaysia. Sementara, sisiknya akan dijual oleh YKY ke Tiongkok untuk bahan campuran membuat narkotika jenis sabu.
Kasus ini terungkap dari pengembangan Polda Metro Jaya yang berkoordinasi dengan Polda Jambi terkait penangkapan Bandar narkotika jenis sabu di Jakarta.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal 21 ayat 2 huruf A, B dan D jo pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta. ant