FASE esensial itu telah dilalui, kini Bank Jambi telah menjadi Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Hal ini menyusul telah disahkannya dua Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait Bank Jambi.
Dua Ranperda yang disahkan tersebut yakni, perubahan status hukum PT BPD Jambi menjadi Perseroda Jambi dan penambahan penyertaan modal Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi pada PT Bank Pembangunan Daerah Jambi (Perseroda)
Perubahan status hukum ini dilakukan sebagai amanat undang-undang, bahwa ada perubahan status hukum dari pada Bank Jambi. Termasuk juga di dalamnya, penyertaan tentang modal aturan dari OJK yang mengharuskan bahwa akhir 2024 bank milik daerah itu minimal modalnya Rp 3 triliun.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.12/POJK.03/2020 tanggal 16 Maret 2020, tentang Konsolidasi Bank Umum dan Bank Daerah. Dalam pasal 8 yang menyebutkan bahwa, bagi bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi modal inti minimum paling sedikit Rp 3 triliun paling lambat tanggal 31 Desember 2024.
Soal permodalan suatu bank, dalam suatu papernya, lembaga peringkat ekonomi bisnis dunia, Fitch Ratings mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi perbankan daerah di Indonesia dalam menyokong pertumbuhan kredit saat ini adalah akses ke sumber modal baru dan tata kelola perusahaan (GCG).
Isu Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance) atau selanjutnya disebut GCG merupakan unsur penting di industri perbankan, mengingat risiko dan tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan yang semakin kompleks.
Kembali ke Bank 9 Jambi, telah lama melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip-prinsip GCG. Tata kelola perusahaan yang baik dirasakan semakin penting seiring dengan meningkatnya risiko bisnis dan tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan. Dengan mengutamakan penerapan pelaksanaan GCG serta manajemen risiko yang baik.
Penerapan GCG secara konsisten akan memperkuat posisi daya saing perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya akan memperkokoh kepercayaan pemegang saham dan stakeholders, sehingga Bank Jambi dapat beroperasi dengan baik dan tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang.
Tantangan terdekat pasca penyertaan modal disetujui, Bank Jambi harus bersiap menjadi bank devisa. Bank plat merah ini tertarik mendapat status sebagai bank devisa karena menyediakan pilihan yang lebih beragam bagi nasabah.
Menjadi Bank Devisa merupakan salah satu langkah strategis Bank Jambi memenangkan persaingan, dengan cara memperhatikan perkembangan pasar dan kebutuhan nasabah. Hari ini perdagangan interinsuler semakin melebar ke perdagangan internasional.
Peran bank di dalam menjembatani kebutuhan ini semakin dituntut. Sampai saat ini masih terdapat beberapa bank yang belum dapat memberikan pelayanan jasa-jasa luar negeri. Hal ini disebabkan karena statusnya belum menjadi bank devisa.
Untuk menjadi bank devisa, bank diminta oleh regulator (OJK) untuk menyampaikan proposal studi/ analisis kelayakan yang berisi tentang rencana bisnis dan persiapan sumber daya manusia (SDM), sistem teknologi dan lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan menjadi bank devisa,diharapkan bank mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar kepada nasabahnya, sehingga dapat memudahkan skala kegiatan dan pertumbuhan usahanya.
Dalam kaitan penerapan GCG ini studi kelayakan sedikitnya memuat: potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan antar bank, tingkat kejenuhan jumlah bank berkaitan dengan transaksi devisa, rencana persiapan SDM dan pengembangan bisnis proses.
Selain studi kelayakan di atas, dimulai dari business diagnostic, meliputi mempelajari potensi bisnis, kesiapan bank dan calon nasabah. Bank Jambi diharapkan menyampaikan business plan yang dijabarkan dalam rencana bisnis bank (RBB) tahunan, yang memuat rencana kerja, proyeksi arus kas bulanan dan neraca rugi
Status sebagai bank devisa akan membawa keuntungan bagi bank dan daerah. Salah satu alasannya banyak investor yang berminat menjalin kerja sama dengan Pemprov Jambi, tetapi tidak dinikmati oleh Bank Jambi.
Dalam mewujudkan ini Bank Jambi tentu dipacu untuk terus melakukan penguatan infrastruktur, restrukturisasi internal yang mengarah kepada praktik terbaik, penyesuaian dan pembaharuan sistem dan prosedur yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan GCG yang efektif. Dalam kaitan dengan tambahan modal kepercayaan pemegang saham perlu ditingkatkan, tentunya tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders lainnya.
Menempatkan GCG sebagai sistem dalam pengelolaan perusahaan, sehingga implementasi GCG yang efektif merupakan tantangan strategis yang harus senantiasa ditingkatkan dengan terus berbenah diri menuju suatu organisasi yang berkomitmen untuk melaksanakan GCG.
Pengembangan GCG mengakomodir adanya perubahan yang dinamis dan terbuka terhadap konsep-konsep baru. Kredibilitas serta kepercayaan publik, pemegang saham, nasabah serta stakeholders lainnya merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan dan kelangsungan serta meningkatkan nilai-nilai perusahaan, dan hari ini Bank Jambi telah berada di jalur yang benar.
Dr. Noviardi Ferzi, Pengamat Perbankan.