Jambi – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi mencatat di tahun 2022 telah terjadi darurat kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Jambi.
“Maraknya industri ekstraktif yang legal maupun illegal saat ini mengancam keberlangsungan DAS Batanghari,” kata Direktur Wahli Jambi, Abdullah, Sabtu, 31 Desember 2022
Berdasarkan data WALHI, aktifitas Pertambangan emas tanpa izin (Peti) dari hulu sungai Batanghari hingga saat ini tercatat ada sebanyak 437 unit yang sedang bekerja dan tentunya bisa akan bertambah, disamping itu aktifitas galian C saat ini juga menyumbang permasalahan sungai dengan dampak yang cukup besar.
“Akibat semua itu kerusakan kualitas air sungai, pegikisan sempadan sungai, hingga sedimentasi tidak dapat lagi dielakkan,” kata Abdullah.
Selain aktifitas illegal, keberadaan industri ekstraktif yang diberikan izin juga tidak serta merta berhenti memberikan dampak yang buruk terhadap DAS Batanghari dan berdasarakan fakta di lapangan, terjadi pencemaran air sungai akibat limbah perusahaan.
Seperti yang terjadi limbah pestisida dari sektor perkebunan hingga pembuangan limbah yang merusak ekosistem sungai seperti yang terjadi di Desa Pemusiran Kecamatan Mandiangin kabupaten Sarolangun.
Ancaman kerusakan Sungai Batanghari juga menjadi semakin besar dengan rencana Pemerintah Provinsi Jambi yang akan menjadikan sungai terpanjang di Pulau Sumatera tersebut menjadi jalur transportasi tambang.
Wacana jalur khusus batubara sudah dikeluarkan sejak Gubernur Hasan Basri Agus melalui Perda Nomor 13 tahun 2014 tentang pengangkutan batubara. Melalui regulasi tersebut, diharapkan mampu mengurai kemacetan dan menyelamatkan rakyat dari ancaman kecelakaan.
Sejak dikeluarkannya perda tersebut, Pemerintah Provinsi Jambi akan merealisasikan jalan khusus batubara dalam waktu dekat ini. Jalan khusus batubara ini tidak hanya melalui jalur darat saja, melainkan akan menggunakan sungai Batanghari sebagai jalur transportasi batubara menuju stockpile yang tentunya juga akan menimbulkan permasalahan lingkungan.
Dengan adanya angkutan batubara melalui sungai Batanghari, tentunya akan menambah pencemaran di dalam sungai dikarenakan jatuhan batubara dari tongkang pengangkut atau human eror.
Selain itu gelombang besar yang dihasilkan oleh kapal dan tongkang besar akan mengakibatkan erosi di pinggir sungai. Selain saat ini sungai Batanghari mengalami sedimentasi atau pendangkalan di beberapa titik.
Rencana pengunaan sungai Batanghari sebagai jalur transportasi tentunya harus melalui pengerukan atau pendalaman sungai. Jika melakukan pendalaman sungai, tentu akan merubah siklus dan keseimbangan sungai.
“Hal ini bisa terjadi erosi dan membuat sungai menjadi semakin keruh. Pada akhirnya, Rakyat yang hidup di pinggir sungai adalah individu yang paling terdampak akibat transportasi batubara melalui sungai,” kata Abdullah.
Pencemaran, erosi, dan kerusakan ekosistem akan membuat rakyat kehilangan akses mereka terhadap sumber kehidupan sehari-hari. Air yang tercemar tidak bisa dimanfaatkan untuk kehidupan dan beralih menjadi sumber penyakit akibat pencemaran dari jatuhan batubara dari tongkang. (Ant)