INDONESIA dan Malaysia sama-sama menjadi negara produsen minyak sawit nabati terbesar di dunia. Produksi sawit dari dua negara ASEAN ini saling berebut mengisi pasar global.
Kedua negara telah bersepakat untuk menjalin kerja sama melalui council of palm oil producing countries (CPOPC) sejak pertemuan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim dengan Presiden Indonesia Jokowi pada Senin (9/1).
Kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia tersebut salah satunya untuk memerangi kebijakan diskriminasi sawit yang kini diberlakukan Uni Eropa.
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi mengatakan, sebagai sesama negara produsen sawit, Indonesia dan Malaysia harus kompak memerangi kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa. Namun pada saat yang sama, kedua negara ini juga saling berkompetisi untuk mengisi pasar dunia.
“Indonesia dan Malaysia harus kompak. Diskriminasi sawit Uni Eropa harus dilawan bersama oleh para negara produsen minyak sawit. Tetapi menghadapi pasar utama lain seperti RRC dan India, Indonesia dan Malaysia memang bersaing terutama terkait harga yang lebih kompetitif,” kata Tofan, dikutip pada Jumat (13/1).
Uni Eropa sendiri merupakan pangsa pasar yang besar bagi produk sawit Indonesia. Pada 2021, ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa hampir mencapai 5 juta ton, atau sekitar 14 persen dari total ekspor 35 juta ton.
Namun, kini Uni Eropa menerapkan kebijakan Renewable Energy Directie (RED) II yang dianggap diskriminatif terhadap produk minyak kelapa sawit. Uni Eropa membuat batasan dan mengkategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai High ILUC (Indirect Land Use Change) Risk karena diklaim menyebabkan ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.
Tofan mengatakan, ke depan pemerintah harus lebih berhati-hati membuat kebijakan yang bisa membuat Indonesia kehilangan pasar potensial mereka. Pasalnya pada pertengahan tahun 2022 lalu Presiden Jokowi sempat membuat larangan ekspor minyak kelapa sawit.
“Jangan sampai kekosongan pasokan dari Indonesia kemudian diisi oleh negara lain meskipun secara volume (dalam konteks sawit), pasokan dari Malaysia tidak mungkin bisa memenuhi kekosongan pasokan minyak sawit di pasar global,” kata dia.
Adapun volume nilai produksi minyak sawit Indonesia mencapai 50 juta ton, sementara Malaysia hanya sebesar 22 juta ton. “Kedua negara adalah penguasa pasar minyak nabati global,” kata Tofan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menemui PM Malaysia di Istana Bogor pada Senin, 9 Januari 2023. Setidaknya ada 8 perjanjian kerja sama yang disepakati, salah satunya tentang sawit.
“Kita juga tadi bersepakat memperkuat kerja sama melalui council of palm oil producing countries (CPOPC) untuk meningkatkan pasar minyak kelapa sawit dan memerangi diskriminasi terhadap kelapa sawit,” kata Jokowi. (Kumparan)