Firli Bahuri itu Dari Kecil Sudah Punya Nyali, Hidupnya Penuh Sensasi, Enam Kali Test Baru Lulus Akademi Polisi
Catatan Mursyid Sonsang, Wartawan Senior dan Pendiri JMSI
Saya kenal dengan Firli Bahuri, karena sering bertemu dalam acara Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI). Setidaknya ada lima kali beliau hadir menjadi nara sumber dalam kegiatan organisasi media siber yang antara lain didirikan oleh Teguh Santosa, Mahmud Marhaba dan termasuk saya sendiri.
Dalam acara itu kapasitas beliau sebagai Ketua KPK, tidak sekalipun membawa ajudan dan isterinya. Saat pidatopun, tidak ada ajudan yang memberikan setumpuk kertas untuk bahan pidato. Beliau mencatat sendiri di sebuah kertas kecil bahan pidatonya.
Di setiap datang ke suatu daerah, ada saja orang yang memasang baleho ” Firli Cocok Jadi Presiden” dan kalimat kalimat dukungan terhadap Firli. Tidak tahulah siapa yang memasang. Firli membantah tuduhan tuduhan dari sekelompok orang, dia berminat jadi presiden.
Kisah Hidup Firli yang beliau sendiri menulis dalam rangka Hari Pendidikan tahun 2022 lalu.
“Saya ingin berbagi kisah hidup saya yang berubah karena pendidikan. Sebagai bungsu dari 6 bersaudara yang berasal dari keluarga miskin di pelosok dusun Sumatera Selatan. Sebagai anak dari keluarga miskin, yang menjadi spirit dan motivasi terbesar dalam hidup saya yaitu petuah orang tua, terutama ibu, tentang pentingnya pendidikan untuk mengubah keadaan khususnya kondisi ekonomi keluarga yang sangat sulit saat itu,” jelas Firli Bahuri.
Dengan segala keterbatasan ekonomi keluarga, apalagi usai ditinggal wafat ayah saat usia baru menginjak 5 tahun. Dari tangan Ibu lah mendapatkan pendidikan kehidupan yang begitu mempengaruhi hidup, lalu dengan itu pula menguatkan tekad dan diri untuk terus sekolah setinggi-tingginya agar nasib dapat berubah.
Proses pendidikan yang saya lalui teramat berat bahkan terasa perih. Di kala teman SD berangkat diantar orang tua atau saudaranya dengan sepeda, saya harus berjalan kaki “nyeker” pergi dan pulang ke sekolah sejauh 16 KM setiap hari. Jangankan memiliki sepatu, sandal saja tidak punya.
Untuk bayar SPP saja bukan dengan uang, melainkan “barter” buah kelapa atau durian. Beruntung Kepala Sekolah memahami betul kondisi kehidupan saya, yang menerima kelapa atau durian, bahkan ikan hasil tangkapan sendiri sebagai pengganti uang SPP.
Semasa SMA, saya ikut kakak mengontrak di dekat SMA 3 Palembang, saya ingat betul, setiap pulang sekolah bersama kakak, kami mencari ikan di rawa untuk di tukar dengan pisang serta beras ketan.
Oleh kakak, beras ketan dan pisang tadi diolah menjadi pepes ketan. Selanjutnya saya yang menjualnya ke warung-kewarung atau “ngider” dari kampung ke kampung. Dari hasil berjualan pepes ketan, kami gunakan untuk membayar uang sekolah.
Untuk membeli peralatan dan keperluan sekolah lainnya, saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang cuci mobil, atau menjual spidol yang saya beli di Pasar Cinde, lalu saya jual kembali dengan sedikit keuntungan di Taman Ria Palembang.
Usia tamat SMA, kondisi perekonomian kami belum berubah, karenanya saya tidak memiliki uang untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Universitas. Jadi saya mendaftarkan diri ikut sekolah yang dibiayai negara yakni Akabri. Itupun 3 kali mendaftar, 3 kali nya gagal.
Tiga kali gagal tes Akabri tidak membuat saya patah arang. Berbekal tekad yang kuat, saya memutuskan untuk tes sekolah Bintara. Berkat do’a Ibu dan ketekunan, saya akhirnya lulus menjadi anggota polisi berpangkat Sersan.
Meski sudah bekerja, petuah ibu tentang pentingnya pendidikan tidak pernah saya lupakan, sehingga saya putuskan untuk kembali mengikuti tes Akabri untuk yang keempat dan kelima kalinya, namun tatap saja gagal. Barulah kesempatan yang ke-6, pada tahun 1987 saya bisa dierima sebagai Capratar (Calon prajurit Taruna).
“Alhamdulillah, tes untuk keenam kalinya ini, saya dinyatakan lulus dan mengikuti pendidikan sebagai seorang perwira polisi, perlahan namun pasti menggapai bintang, dan akhirnya kini diberikan mandat untuk berkarya kepada bangsa dan negara, mengabdi untuk ibu pertiwi membebaskan dan membersihkan NKRI dari praktik-praktik Korupsi.” ujarnya.
Biodata Firli
Dikutip dari Wikipedia, Firli Bahuri, Lahir 8 November 1963 di
Lontar, Muara Jaya, Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan. Sekolah Dasar Hingga SMA dijalani di Muara Jaya dan Palembang.
Sejumlah jabatan penting pernah diembannya. Ia pernah menjabat ajudan Wakil Presiden RI Boediono. Ia kemudian menjabat Wakil Kepala Kepolisian Daerah Banten, Karopaminal Divpropam Polri, Kepala Kepolisian Daerah Banten, Karodalops Sops Polri, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Deputi Penindakan KPK, Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Selatan dan terakhir sebagai Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri.
Tahun 2019 terpilih menjadi Ketua KPK, seharus tahun 2023 ini jabatannya berakhir. Tapi MK memperpanjang jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Di waktu sama Firli dituduh berselingkuh dengan seorang wanita muda yang cantik. Wanita ini bernama Salsabila Syaira seorang presenter yang pernah mewawancarai Firli. Dalam kasus ini sangat sulit pembuktiannya, tapi beritanya di medsos dan media mainstream marak.
Hingga saat ini belum ada keterangan bantahan dari Salsabila dan Firli, upaya untuk konfirmasi dari wartawan tidak ada jawaban dari Firli.****