Jambi – Gubernur Jambi, Al Haris merespons atas kasus meninggalnya santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Raudhatul Mujawwidin, Kabupaten Tebo beberapa waktu lalu.
Disampaikan Al Haris, saat ini pihak kepolisian sudah melakukan pemeriksaan, bahkan sudah menetapkan tersangka atas meninggalnya santri tersebut.
“Ini kan ada santri kita yang kalap sehingga tega menganiaya temannya, kedepan saya kira sistem pendidikan di Ponpes perlu ada guru psikologinya, ada guru Bimbingan Konseling (BK)-nya lah,” kata Al Haris usai buka bersama di Rumah PAN Provinsi Jambi, Sabtu malam (23/3/2024).
“Kalau di SMA dan SMK ada guru BK. Ke depan di Ponpes yang ada Madrasah Aliyah, ada Madrasah Tsanawiyah dan sebagainya juga perlu ada guru BK atau guru khusus psikologi, agar dia memberikan bimbingan pada anak-anak kita. Kalau mental dan gayanya berubah, itu tugas guru BK,” tambahnya.
Al Haris juga menambahkan, kalau Ini menjadi tugas bersama, dan Kemenag bagaimana nantinya di Ponpes-Ponpes ada guru BK.
Sekedar informasi, pada kasus ini Polda Jambi menetapkan dua orang anak yang berkonflik dengan hukum atas meninggalnya santri di Ponpes Raudhatul Mujawwidin, Tebo.
Penyelidikan dilakukan berdasarkan laporan ke SPKT Polres Tebo tertanggal 17 November 2023, bahwa adanya dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur yang mengakibatkan kematian terhadap korban bernama AH (13) yang terjadi di Asrama ponpes Raudhatul Mujawwidi.
“Kami menyampaikan kepada rekan-rekan sekalian, bahwa yang kita hadapi adalah anak-anak yang berhadapan dengan hukum, baik itu saksi, korban ataupun anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Kami berupaya mengungkap peristiwa sejak adanya laporan dengan meminta keterangan dari berbagai saksi hingga ditetapkan dengan status tersangka dan mengamankan barang bukti,” ungkap Dirreskrimum, Kombes Andri Ananta Yudhistira, didampingi Kabid Humas Polda Jambi dan Kapolres Tebo, Sabtu (23/3/2024).
Kronologi kejadian pada hari Selasa 14 November 2023, terjadi tindak pidana kekerasan terhadap anak dibawah umur di lantai atas Asrama. Rupanya kasus didasari rasa sakit hati kepada korban, karena menagih hutang sebesar 10 ribu rupiah.
“Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap 54 orang saksi, baik itu kakak kelas, adik kelas, pengurus dan juga dokter yang mengeluarkan surat keterangan kematian,” Jelas Kombes Andri Ananta Yudhistira.
Sementara itu, Kapolres Tebo, AKBP I Wayan Arta Ariawan menjelaskan, bahwa pihak Ponpes Raudhatul Mujawwidi turut membantu pihak kepolisian dalam mengungkap kasus.
“Pihak ponpes luar biasa mendukung dalam pengungkapan kasus ini, dan kami bersyukur karena akhirnya terungkap. Adapun motifnya, dari pihak korban pernah meminjamkan uang. Lalu korban menagih hutang, dari keterangan saksi penyampaian korban membuat dua orang anak yang berkonflik dengan hukum tersinggung, adapun besarnya hutang 10 ribu rupiah,” Terang AKBP I Wayan Arta Ariawan
“Sehingga dendam dan saat kejadian tersebut sengaja disampaikan kepada korban untuk hadir ke lantai 3, sedangkan untuk ancaman hukuman 15 tahun penjara,” Terang AKBP I Wayan Arta Ariawan.