Jambi – Amrizal, anggota DPRD Kerinci, diduga menggunakan ijazah milik orang lain yang kebetulan memiliki nama yang sama. Surat kehilangan diterbitkan pada tahun 2007 menjadi senjata yang digunakan untuk mendapatkan ijazah paket C.
Pemilik ijazah asli adalah Amrizal yang lahir di Kapujan pada 12 April 1974 datang memenuhi panggilan Polda Jambi, kemarin, Rabu, 21 Agustus 2024.
Amrizal menyuarakan ketidakadilan yang dirasakannya, serta mengklarifikasi kebenaran tentang ijazah yang sangat berharga baginya.
Sebelum memenuhi pemanggilan tersebut, Amrizal asli memastikan bahwa ijazah miliknya masih ia simpan hingga kini. Ia menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Bayang pada tahun ajaran 1989/1990, nomor BP 431 dengan nomor seri STTB 537, dan ijazah tersebut tercatat sebagai miliknya terakhir sebagai siswa di SMP Muhammadiyah di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Itu bukanlah milik Amrizal lahir di Kemantan Kerinci pada 17 Juli 1976, yang kini menjadi anggota DPRD Kerinci.
“Awak (saya) tamat SMPN 1 Bayang tahun 90, dari SMP Muhammadiyah yang gabung ujiannya,” ujar Amrizal, di Indragiri Hulu, Provinsi Riau, beberapa hari lalu.
Awalnya, ia tak tahu menahu identitasnya dipakai oleh Amrizal yang sudah sepuluh tahun menjabat sebagai anggota DPRD Kerinci, hingga muncul surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang di tahun 2007.
Amrizal tak habis pikir bagaimana bisa identitas dirinya dipakai oleh Amrizal DPRD tersebut.
“Awak (saya) terkejut sajo kan, anggota DPRD ini makai (ijazah) namo awak (saya). Yang bermasalah dia, awak (saya) dak mau dibawa-bawa,” kata Amrizal.
Amrizal merupakan buruh petani sawit yang bekerja di kebun milik orang lain dan pulang setiap akhir pekan.
Istri Amrizal, Indrayani, baru mengetahui identitas suaminya dipakai oleh orang lain setelah kasus ini menjadi viral, sehingga banyak keluarga yang kemudian bertanya kepadanya.
Situasi tersebut membuat Indrayani merasa tidak tenang dan dihantui rasa ketakutan, sampai mengalami kecemasan berlebihan ketika menerima tamu yang tidak dikenal.
“Kami memang gak ada salah, bapak jarang di rumah. Saya yang sering di rumah, jadi takut kalau dengan datang orang. Kalau gak ada bapak di rumah, saya gak kenal, saya intip saja. Kalau gak kenal, gak mau buka pintu karena takut,” jelas Indrayani.
Amrizal dan Indrayani tidak mengenal Amrizal DPRD Kerinci. Indrayani mengaku khawatir persoalan ini menyeret suaminya. Selama ini, mereka belum berani mengungkapkan hal tersebut sebelum ada pemanggilan resmi dari kepolisian.
“Dia (suami) lahir tahun 74, dia (Amrizal DPRD) tahun 76, memang beda. Sama sekali memang nggak ada sangkut pautnya sama kami, jangan disangkut pautkan sama kami, kami masyarakat biasa,” kata Indrayani.
Reaksi Amrizal asli dan Indrayani berharap agar masalah ini dapat cepat teratasi dan keadilan dapat ditegakkan demi melindungi nama baik keluarga mereka.
Sebelumnya, hal senada juga dikatakan Rita Yuharti, kakak kandung Amrizal, membenarkan adiknya bernama Amrizal bersekolah di SMP Muhammadiyah dan tamat di SMPN 1 Bayang Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Adiknya lahir di Kapujan pada 12 April tahun 1974, bukan Amrizal kelahiran Kemantan Kerinci pada 17 Juli tahun 1976, yang sekarang menjadi anggota DPRD Kerinci.
Rita meyakini adiknya tidak mengetahui dan tidak memahami bahwa identitasnya dipakai oleh orang lain. Apalagi sampai ada surat keterangan dari SMP N 1 Bayang sebagai surat kehilangan ijazah yang dikeluarkan pada tahun 2007.
“Ambo raso inyo indak mengerti,” kata Rita, Guru SMAN 1 yang berada di Koto XI Tarusan Painan tersebut.
Asal tahu saja, kasus ini telah mengejutkan banyak pihak, mengungkapkan realitas yang mencengangkan di dunia politik.
Modus yang diduga dilakukan oleh Amrizal DPRD Kerinci seolah-olah tamat dari SMPN 1 Bayang dengan mengandalkan surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang di tahun 2007. Surat itu untuk kemudian memperoleh ijazah Paket C dari sekolah PKBM Albaroqah di Desa Bedung Air, Kecamatan Kayu Aro, Kerinci.
Setelah mendapatkan paket C, di tahun 2009, Amrizal mencalonkan diri tetapi mengalami kegagalan. Namun, pada tahun 2014 dan 2019, ia terpilih sebagai anggota DPRD Kerinci, dan di tahun 2024 terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi.
Modus operandi ini bukan hanya merugikan individu namun juga mencoreng nama baik lembaga yang seharusnya menjadi panutan.
Aktivis Anti Korupsi, Jamhuri, menyatakan penolakan terhadap pelantikan Amrizal sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi tidaklah cukup. Ia juga mendesak pihak kepolisian untuk segera mengambil tindakan hukum terhadap Bawaslu dan KPU.
“Karena muaranya ada di sana,” ujar Jamhuri pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Jamhuri menjelaskan, tindakan ini merupakan preseden buruk bagi lembaga yang dipercaya negara untuk bertindak atas nama publik. Ini juga dapat meracuni pendidikan politik anak bangsa.
“Di sinilah letaknya peranan norma atau kaidah hukum pembuktian membuktikan sejauh mana tingkat cacat logika dan cacat nalar serta sesat pikiran yang diderita oleh oknum yang berada dibalik sandiwara lolosnya sipengguna ijazah palsu dimaksud,” katanya.
Menurut Direktur Eksekutif LSM Sembilan itu, permasalahan ini tidak hanya sebatas indikasi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 263 juncto Pasal 266 KUHP. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya isu suap menyuap yang memperburuk praktik verifikasi dan validasi.
“Tidak menutup kemungkinan adanya persoalan suap menyuap untuk menghiasi bobroknya kemilau warna hak verivali (Verifikasi/Validasi),” katanya.
Jamhuri menegaskan bila terbukti secara sah dan meyakinkan, hal ini menandakan bahwa di Indonesia semakin banyak pengkhianat demokrasi dan pemerkosa suara rakyat.
“Jika terbukti secara sah dan meyakinkan di hadapan hukum artinya warga negara Indonesia ini telah bertambah dengan kehadiran barisan para pengkhianat demokrasi dan pemerkosa,” ucapnya.
Pengamat kebijakan publik, Nasroel Yasier justru menegaskan, KPU dan Bawaslu Kabupaten Kerinci harus bertanggung jawab atas kekacauan yang terjadi terkait kasus Amrizal.
Mereka diminta untuk tidak berdiam diri. Pasalnya, mereka memiliki kewenangan untuk melakukan pengecekan terkait keabsahan dokumen yang dibawa para caleg.
“KPU dan Bawaslu tampak kurang serius dalam menyelidiki berkas Amrizal. Sepertinya ada sesuatu yang tersembunyi di tengah jalan, dan mereka seharusnya melacak keberadaan Amrizal yang asli,” ujar Nasroel pada Rabu, 14 Agustus 2024.
Mereka perlu mengulangi pemeriksaan terhadap seluruh dokumen yang dimiliki Amrizal, mulai dari tingkat SD, SMP, hingga paket C. Penelitian lebih lanjut tentang proses Amrizal dalam memperoleh ijazah paket C yang diduga melanggar aturan juga harus dilakukan, terutama penggunaan SMP milik orang lain yang kebetulan memiliki nama yang sama.
“Proses ini penting untuk ditelusuri kembali. Jika saya menjadi Bawaslu, saya akan menyelesaikannya dalam seminggu. Data buku pengambilan ijazah dapat menjadi barang bukti yang jelas,” tambah Nasroel.
Ia bilang kasus ini tidak seharusnya dianggap remeh, karena dapat merusak integritas dunia pendidikan di tanah air, tetapi juga berdampak luas pada sistem demokrasi dan kepercayaan publik.
“Selama proses hukum masih berlangsung, pelantikan Amrizal sebagai anggota terpilih DPRD Provinsi Jambi sebaiknya dipending hingga proses hukum selesai,” kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Provinsi Jambi itu.
Ketua Komite Advokasi Daerah (KAD) Provinsi Jambi yang menjadi mitra KPK ini, berharap agar proses hukum yang saat ini ditangani oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Jambi berjalan dengan transparan.
“Paket C diperoleh berdasarkan SMP, Polda bisa melakukan uji forensik,” ujarnya.
Amrizal dilaporkan ke Polda Jambi oleh LSM Kompej. Mantan Ketua DPD II Golkar Kerinci, Sartoni, mengungkapkan keprihatinan terhadap peristiwa yang melibatkan Amrizal.
Sartoni menjelaskan bahwa sebenarnya kasus ini telah bergulir sejak tahun 2014 dan belum diselesaikan oleh Polres Kerinci.
“Baru menyadari ketika ia digugat oleh Edi Sandora ke Polres Kerinci karena terdapat kejanggalan dalam cara memperoleh paket C,” katanya.
Sebagai ketua pada waktu itu, Sartoni cuma memeriksa ijazah paket C yang diserahkan Amrizal, termasuk berkas legalisir dan asli saat mendaftar sebagai calon legislatif. Tidak meneliti lebih jauh tentang proses Amrizal memperoleh ijazah paket C yang diduga tidak sesuai aturan.
Namun sayang, hingga masa jabatannya sebagai ketua berakhir, kasus tersebut belum terselesaikan oleh Polres Kerinci, walaupun sejumlah saksi telah dimintai keterangan.
“Golkar pada tahun itu menunggu hasil penyelidikan kepolisian dari gugatan Edi Sandora, salah atau benarnya,” ujar Sartoni, memastikan dirinya juga pernah memanggil Amrizal ke kantor DPD II Kerinci, di mana Amrizal membantah seluruh tuduhan tersebut. Reputasi Golkar pun bisa terancam jika kasus ini tidak dihadapi dengan serius dan transparan.
Pernyataan Harmen, mantan Kepala SMPN 1 Bayang yang telah diperiksa oleh Polda Jambi beberapa waktu lalu menarik perhatian publik, kata Sartoni, dapat disebut sebagai saksi kunci yang mengungkapkan bahwa Amrizal sebenarnya bukanlah anggota DPRD Kerinci dimaksud yang lahir di Kemantan Kerinci pada 17 Juli 1976, melainkan Amrizal lahir di Kapujan pada 12 April 1974.
Ditambah lagi dengan surat keterangan dari Ali Amri, mantan Kepala SMPN 1 Bayang, serta pernyataan Rita Yuharti kakak kandung Amrizal yang asli, dan Andi kawan yang tamat satu angkatan Amrizal, semakin menegaskan situasi itu.
“Benar atau tidak masalah ini penyidik nantinya yang akan membuktikan,” kata Sartoni. (Den)