Jambi – Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Pinto Jayanegara, menyatakan bahwa bahwa Badan Kehormatan DPRD tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan pemberhentiannya sebagai pimpinan sekaligus anggota DPRD.
“Tidak bisa serta merta memecat seorang anggota DPRD, semua punya aturan mainnya,” ujarnya, belum lama ini.
Menurutnya, ada prosedur dalam pemberhentian tersebut, mengingat anggota DPRD dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan umum.
“Prosesnya (pemilu) juga panjang, dari pendaftaran sampai pencoblosan,” katanya.
Pinto berharap BK DPRD Provinsi Jambi bekerja profesional berdasarkan hasil konsultasi mereka ke BK DKI Jakarta serta DPD RI, dimana keputusan pemecatan tidak serta merta cukup dilakukan oleh BK saja, ada tata cara aturan.
“Dibawa ke rapat pimpinan, dalam hal ini ketua DPRD dan 3 wakil ketua. Kemudian dibawa ke rapat Bamus untuk dibahas lebih luas lagi apakah layak atau tidak. Kalau layak baru dibahas di paripurna,” ucapnya.
Pinto juga mengibaratkan pemecatan seorang anggota DPRD sama seperti pemecatan karyawan swasta yang harus mengikuti prosedur, apalagi karena anggota DPRD dipilih langsung oleh masyarakat.
Kasus-kasus seperti ini sering kali terjadi karena dapat menguntungkan suara di bawahnya.
“Pemecatan anggota DPRD menguntungkan bagi yang di bawahnya, sehingga orang di bawahnya paling berkepentingan untuk PAW,” ucapnya.
Pinto menanggapi laporan mantan anakbuahnya, Rahma Asy Syifa, yang kini sedang bergulir di Polda Jambi.
“Kasus ini sudah masuk di Polda Jambi, kita biarkan polisi memprosesnya. Kalau laporan itu masuk penyelidikan, itu BK akan menunggu dulu,” tegas Pinto.
Sebelumnya, tim pembela Rahma Asy Syifa meminta Badan Kehormatan DPRD Provinsi Jambi memecat Pinto Jayanegara sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi
“Kami meminta BK DPRD Provinsi Jambi untuk merekomendasikan pemecatan terhadap Pinto, baik sebagai wakil ketua DPRD maupun sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi, karena sudah merusak citra anggota DPRD Provinsi Jambi,” ujar Ketua Tim, Dr. Fikri Riza.
Menurut Fikri, Pinto seharusnya tidak menahan honor seorang staf non-ASN.
“Ketika mencalonkan diri, ia meminta untuk dipilih, namun setelah terpilih, ia malah menahan hak orang lain berupa uang perjalanan dinas, uang reses, dan uang pembuatan baliho sewaktu mencalonkan diri sebagai anggota DPRD untuk periode 2024-2029 dari dapil Sarolangun – Merangin,” ucap Fikri.
Kader Partai Golkar itu juga pernah menuduh Syifa mencuri iPad, sehingga harus menjalani pemeriksaan sampai pukul 01.30 malam, setelah dituduh membuat kegaduhan di rumah dinas Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi.
“Wakil rakyat macam apa itu? Seharusnya, ia menjadi tempat aspirasi rakyat, tetapi malah membuat susah rakyatnya,” kata Fikri yang juga merupakan Ketua LBH HUMANIORA Jambi. (Deni)