JAMBI – Anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode 2014-2019 dan 2019- 2024, Amrizal, tidak menunjukkan respons yang signifikan terhadap laporan yang dilayangkan ke Polda Jambi.
Awak media berusaha untuk menghubunginya, tetapi Anggota DPRD Provinsi Jambi terpilih 2024-2029 tersebut tidak merespons panggilan maupun pesan yang dikirim hingga berita ini dimuat pada Jumat malam, 30 Agusus 2024.
Pesan dikirim oleh awak media sejak Kamis, 29 Agustus 2024, sekira pukul 16.14 WIB melalui Whatsapp, yang diketahui merupakan nomor miliknya dengan profil poto mengenakan jas Golkar warna kuning.
Amrizal tidak memberikan tanggapan atas pesan yang dikirim meskipun terlihat centang dua. Awak media juga berusaha meneleponnya, namun sambungan tetap berdering dan Amrizal tidak menjawab.
Kasus Amrizal tengah menjadi sorotan publik karena dugaan penggunaan identitas ijazah milik orang lain yang kebetulan memiliki nama yang sama.
Amrizal terancam tidak diambil sumpahnya pada September mendatang. Jika dilantik dan terbukti bersalah, Amrizal dipastikan tidak akan menjabat lama.
Partai Golkar, tempat Amrizal bernaung, telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan menunggu hasil penyelidikan dari Polda Jambi
“Saya lihat kasusnya bergulir, bukti-bukti makin terbuka,” ujar Cek Endra, Ketua DPD I Golkar Provinsi Jambi pada Senin, 26 Agustus 2024.
Menurut Cek Endra, hasil penyelidikan Polda Jambi akan sangat menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Golkar.
“Karena sudah dilaporkan ke Polda, kita tetap menunggu hasil keputusan Polda,” kata Cek Endra, juga mantan Bupati Sarolangun dua periode.
Cek Endra menegaskan bahwa partai Golkar tidak akan menutup mata terhadap kasus Amrizal. Apabila Amrizal terbukti bersalah, prosedur Pergantian Antar Waktu (PAW) akan dilakukan.
“Kalau memang ada kebenarannya, kita pulihkan. Kalau ternyata memang bersalah, berarti tidak bisa menjadi anggota DPRD, pasti kita PAW-kan,” kata anggota DPR RI terpilih tersebut.
Asal tahu saja, modus yang diduga dilakukan oleh Amrizal, anggota DPRD Kerinci dua periode ini, seolah-olah tamat dari SMPN 1 Bayang dengan mengandalkan surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang di tahun 2007. Surat itu untuk kemudian memperoleh ijazah Paket C dari sekolah PKBM Albaroqah di Desa Bedung Air, Kecamatan Kayu Aro, Kerinci.
Setelah mendapatkan paket C, di tahun 2009, Amrizal mencalonkan diri tetapi mengalami kegagalan. Namun, pada tahun 2014 dan 2019, ia terpilih sebagai anggota DPRD Kerinci, dan di tahun 2024 terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi.
Ketua Komite Advokasi Daerah (KAD) Jambi, Nasroel Yasier, mendesak Polda Jambi segera menetapkan status hukum serta hasil dari penyelidikan yang sedang berlangsung sebelum pelantikan anggota DPRD Provinsi Jambi pada September mendatang.
“Kami mendesak supaya polda segera memberikan kepastian hukum mengenai kasus dialami Amrizal yang diduga memakai ijazah orang lain untuk kepentingan pribadi,” ujar Nasroel pada Minggu, 25 Agustus 2024.
Menurut Nasroel, jika terbukti bahwa Amrizal menggunakan identitas ijazah milik orang lain, Polda Jambi diminta untuk tidak ragu-ragu segera menetapkannya sebagai tersangka. Bahkan dalam hal ini, Amrizal juga harus digugurkan dari jabatannya sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi terpilih berdasarkan peraturan KPU.
“Bagi polisi, tidaklah sulit untuk menentukannya, cukup bandingkan dengan ijazah SMP pemilik aslinya. Kemudian, dibandingkan pula dengan yang dimiliki Amrizal anggota dewan ini,” kata Nasroel.
Wakil Ketua Pengurus Muhammadiyah itu berkata, kasus tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena dapat merusak integritas dunia pendidikan di tanah air, tetapi juga berdampak luas pada sistem demokrasi dan kepercayaan publik.
Nasroel juga menyampaikan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak oleh Polda Jambi semakin menegaskan bahwa kasus Amrizal sudah dapat disimpulkan sebelum pelantikan bulan September mendatang.
Bukan hanya merugikan individu namun juga mencoreng nama baik lembaga DPRD Provinsi Jambi yang seharusnya menjadi panutan. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil.
“Polisi harus menentukan status kasusnya sebelum pelantikan dan memberikan kepastian hukum, apakah benar atau salah. Jika tidak, akan terus-menerus menjadi polemik di tengah masyarakat,” katanya.
Kejelasan status hukum dimaksud Nasroel sangat penting. Penetapan status ini tidak hanya akan memberikan kepastian hukum bagi Amrizal tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap institusi legislatif.
Jika terbukti bersalah, hal ini dapat menjadi preseden bagi calon anggota dewan lainnya dalam menjaga integritas akademis mereka. Keputusan yang diambil oleh Polda Jambi dalam waktu dekat akan menjadi titik kunci dalam kasus ini.
Perlu diketahui, pemilik asli ijazah itu adalah Amrizal yang lahir di Kapujan pada 12 April 1974. Ia telah hadir memenuhi panggilan Polda Jambi pada hari Rabu, 21 Agustus 2024.
Amrizal menyuarakan yang dirasakannya, serta mengklarifikasi kebenaran tentang ijazah yang sangat berharga baginya.
Sebelum memenuhi pemanggilan Polda Jambi tersebut, Amrizal memastikan ijazah miliknya masih ia simpan hingga kini.
Ia menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Bayang pada tahun ajaran 1989/1990, nomor BP 431 dengan nomor seri STTB 537, dan ijazah tersebut tercatat sebagai miliknya terakhir sebagai siswa di SMP Muhammadiyah di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Itu bukanlah milik Amrizal lahir di Kemantan Kerinci pada 17 Juli 1976, yang kini menjadi anggota DPRD Kerinci.
Amrizal asli tak habis pikir bagaimana bisa identitas SMP dirinya dipakai oleh Amrizal anggota DPRD partai Golkar tersebut.
“Awak (saya) tamat SMPN 1 Bayang tahun 90, dari SMP Muhammadiyah yang gabung ujiannya,” ujar Amrizal, di Indragiri Hulu, Provinsi Riau, beberapa hari lalu.
Awalnya, ia tak tahu menahu identitasnya dipakai oleh Amrizal yang sudah sepuluh tahun menjabat sebagai anggota DPRD Kerinci, hingga muncul surat kehilangan dari SMPN 1 Bayang di tahun 2007.
“Awak (saya) terkejut sajo kan, anggota DPRD ini makai (ijazah) namo awak (saya). Yang bermasalah dia, awak (saya) dak mau dibawa-bawa,” kata Amrizal.
Amrizal merupakan buruh petani sawit yang bekerja di kebun milik orang lain dan pulang setiap akhir pekan.
Istri Amrizal, Indrayani, baru mengetahui identitas suaminya dipakai oleh orang lain setelah kasus ini menjadi viral, sehingga banyak keluarga yang kemudian bertanya kepadanya.
Situasi tersebut membuat Indrayani merasa tidak tenang dan dihantui rasa ketakutan, sampai mengalami kecemasan berlebihan ketika menerima tamu yang tidak dikenal.
“Kami memang gak ada salah, bapak jarang di rumah. Saya yang sering di rumah, jadi takut kalau dengan datang orang. Kalau gak ada bapak di rumah, saya gak kenal, saya intip saja. Kalau gak kenal, gak mau buka pintu karena takut,” jelas Indrayani.
Amrizal dan Indrayani tidak mengenal Amrizal DPRD Kerinci. Indrayani mengaku khawatir persoalan ini menyeret suaminya. Selama ini, mereka belum berani mengungkapkan hal tersebut sebelum ada pemanggilan resmi dari kepolisian.
“Dia (suami) lahir tahun 74, dia (Amrizal DPRD) tahun 76, memang beda. Sama sekali memang nggak ada sangkut pautnya sama kami, jangan disangkut pautkan sama kami, kami masyarakat biasa,” kata Indrayani.
Reaksi Amrizal asli dan Indrayani berharap agar masalah ini dapat cepat teratasi dan keadilan dapat ditegakkan demi melindungi nama baik keluarga mereka.
Mantan Kepala SMP Negeri 1 Bayang, Harmen, memastikan bahwa ijazah itu bukanlah milik Amrizal anggota DPRD.
“Ketika dicek keabsahannya di buku pengambilan ijazah/STTB tamatan tahun ajaran 1988-1990 tidak ada nama Amrizal alamat Kemantan Kerinci yang lahir 17 Juli tahun 1976 dengan nomor BP 431 dan nomor STTB 072387. Yang ditemukan adalah data Amrizal yang lahir di Kapujan pada 12 April tahun 1974, dengan nomor BP 431 dan nomor seri STTB 537,” ujar Harmen.
Alasan Harmen memastikan ijazah itu adalah milik Amrizal lahir Kapujan bukan tanpa alasan, berdasarkan kalkulasi usia masuk sekolah hingga lulus SMP.
“Kita ambil standard bahwa Amrizal yang lahir Kemantan tahun 1976 dan masuk SD usia 6 tahun berarti pada tahun ajaran 1982/1983 ia sudah kelas 1, setelah 6 tahun berarti lulus SD 1988/1989. Jika diperhitungkan proses pendidikan SMP selama 3 tahun maka dia seharusnya lulus pada tahun ajaran 1991/1992. Kalau dia masuk SD umur 5 tahun maka menjadi tamatan tahun 1990/1991, mungkinkan dia masuk umur 5 tahun?,” katanya.
Ali Amri, kepala SMPN 1 Bayang sebelum Harmen, juga mengakui hal serupa melalui sebuah surat tertanggal 24 Mei 2014. Surat dari Ali Amri tersebut bertujuan untuk meluruskan kesalahan dari surat sebelumnya yang telah melegalisir dan mengakui surat kehilangan ijazah milik Amrizal yang dibuat oleh kepala sekolah sebelumnya, Erman Ahmad, pada Agustus 2007.
Penegasan Harmen dan surat Ali Amri kembali diperkuat oleh pernyataan Rita Yuharti, kakak kandung Amrizal asli. Ia membenarkan adiknya bernama Amrizal bersekolah di SMP Muhammadiyah dan tamat di SMPN 1 Bayang Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Adiknya lahir di Kapujan pada 12 April tahun 1974, bukan Amrizal kelahiran Kemantan Kerinci pada 17 Juli tahun 1976, yang sekarang menjadi anggota DPRD Kerinci.
Rita meyakini adiknya tidak mengetahui dan tidak memahami bahwa identitasnya dipakai oleh orang lain. Apalagi sampai ada surat keterangan dari SMP N 1 Bayang sebagai surat kehilangan ijazah yang dikeluarkan pada tahun 2007.
“Ambo raso inyo indak mengerti,” kata Rita, Guru SMAN 1 yang berada di Koto XI Tarusan Painan tersebut. (Den/Gus)