Oleh: Jamhuri-Direktur Eksekutive LSM Sembilan
Diantara tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Pemeriksaan oleh BPK mencakup Pemeriksaan terhadap laporan Keuangan, dan Pemeriksaan Kinerja, serta Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, seperti yang telah dilakukan terhadap pengelolaan retribusi persampahan yang dilakukan oleh PDAM Tirta Mayang bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi.
BPK telah mengungkap adanya kelalaian pada pihak DLH saja akan tetapi amat disayangkan BPK terkesan pilih kasih dalam melakukan tugas pemeriksaan yang menjadi hak jabatan, akan tetapi tidak sama sekali menyebutkan tentang hasil Audit pada PDAM Tirta Mayang menyangkut tentang pelaksanaan pengelolaan retribusi persampahan tersebut.
Fakta sebagaimana pada Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut menimbulkan kesan terdapat manuver politik dalam kegiatan audit yang dimaksud, seakan-akan LHP pesanan agenda Politik.
Padahal dasar daripada penetapan tarif retrebusi yang dimaksud yaitu dengan berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 6 tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2012 tentang Retrebusi Jasa Umum.
Disamping Peraturan Daerah tersebut, pengelolaan Keuangan Daerah juga diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 tahun 2020 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Artinya kedua belah pihak tersebut (DLH dan PDAM TM) adalah sama-sama sebagai subyek hukum dari kedua instrumen hukum yang dimaksud yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Daerah Kota Jambi.
Secara normative keduanya baik DLH maupun PDAM Tirta Mayang mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama untuk melaksanakan sifat-sifat hukum pada kedua aturan tersebut.
BPK juga tidak atau belum memberikan penjelasan apakah ada upaya dari unsur pimpinan ataupun jajaran direksi PDAM Tirta Mayang untuk melaksanakan kedua amanat konstitusional sebagaimana diatas, atau sejauh mana sinkronisasi antara setoran ke Kas Daerah dengan besaran nilai pungutan yang dilakukan terhadap masyarakat pelanggan.
LHP tersebut sepertinya dapat diprediksi belum memberikan penjelasan menyangkut kegiatan pembentukan Satuan Tugas penanganan kebocoran air, dan kegiatan pengadaan barang berupa bahan kimia , yang keduanya telah di laporkan oleh masyarakat dan telah ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) baik Kepolisian (Poltabes) maupun Kejaksaan (Kajari).
Persoalan berikutnya yang kiranya belum tersentuh oleh BPK-RI Perwakilan Jambi agar dilakukan pemeriksaan dengan tujuan khusus (Audit Investigasi) sebagaimana amanat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap pembelian sebidang tanah bagi kepentingan pembangunan Intek PDAM milik Pemkot tersebut dan audit khusus bagi pelaksanaan pembangunannya sendiri.
Pembangunan yang sempat mendapat penolakan dari warga masyarakat setempat (Kelurahan Bagan Pete).
Berawal dari penolakan oleh warga masyarakat tersebut kiranya perlu pendalaman menyangkut Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari transaksi jual beli tanah yang dimaksud.
Sebagai penerima amanah konstitusional diharapkan BPK benar-benar profesional dan proporsional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagaimana mestinya.
Agar kredibilitas dan akuntabilitas para pelaksana Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dapat terwujud secara nyata sesuai dengan ekspektasi (harapan) masyarakat.