JAMBI – Pegiat media massa serta pengusaha media di Jambi diresahkan oleh kebijakan Kepala Dinas Kominfo Provinsi Jambi, Ariansyah, yang dianggap diskriminatif. Hal itu menyusul langkah yang diambilnya, yang dinilai tidak memiliki standar jelas.
Ariansyah secara jelas melanggar kesepakatan hasil konsultasi yang dilakukannya beberapa waktu lalu, ke Dewan Pers bersama Komisi I DPRD Provinsi Jambi soal Indeks Kemerdekaan Pers yang cukup memprihatinkan yakni posisi 32 dari 38 Provinsi.
Tokoh Pers sekaligus wartawan senior yang telah lebih dari 30 tahun berkiprah di dunia jurnalistik, Mursyid Sonsang menyebut, Ariansyah secara terang-terangan mengangkangi masukan dan saran dari Dewan Pers terkait persyaratan media massa yang dapat bermitra dengan Diskominfo Provinsi Jambi.
“Ariansyah bohongi Komisi 1 DPRD Provinsi Jambi dan Dewan Pers. Dia sendiri yang melanggar peraturan yang telah disepakati,,” tegas penerima Pers Card Number One (PCNO) dari PWI Pusat itu, Selasa, 18 Maret 2025.
Pendiri organisasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Pusat ini berkata, kebijakan Ariansyah mengkhawatirkan masa depan kemerdekaan pers khususnya di Provinsi Jambi.
Terpisah, pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Noviardi Ferzi berpendapat, Diskominfo harus transparan terkait anggaran publikasi media di Provinsi Jambi.
Menurutnya, publikasi media merupakan corong informasi bagi masyarakat dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.
“Saya pribadi memandang anggaran media tetap menjadi prioritas pemda, karena ada tugas mulia disana, apa itu? menceritakan kebenaran dan informasi bagi masyarakat,” jelasnya.
Pria yang juga berprofesi sebagai dosen pada salah satu perguruan tinggi di Jambi itu, meminta agar DPRD turut memberikan atensi mengenai persoalan ini demi menjaga keberlangsungan demokrasi di Provinsi Jambi.
“Saya minta DPRD provinsi bisa memberi ruang anggaran yang cukup untuk media di Jambi,” ujarnya.
Ia menilai, pengelolaan anggaran publikasi media massa di Diskominfo Provinsi Jambi belum dikelola secara profesional dan transparan.
“Masih belum terbuka, terutama soal kriteria kontrak, besaran kontrak dan pembinaan kepada media sebagai mitra,” katanya.
Dengan tersingkirnya media yang memenuhi syarat lengkap, seperti yang telah diatur undang-undang dan peraturan Dewan Pers, serta masuknya media yang diketahui tidak memenuhi syarat, kata dia, Diskominfo telah menunjukkan perilaku tidak profesional.
Ia kembali menekankan pentingnya transparansi dalam menentukan mitra media massa yang menjadi corong dalam menyampaikan informasi kepada publik.
“Masih belum terbuka, terutama soal kriteria kontrak, besaran kontrak dan pembinaan kepada media sebagai mitra,” ucap pria yang juga pebasket Jambi tersebut.
Untuk mengatasi kisruh ini, ia menyarankan agar Gubernur Jambi Al Haris segera menindaklanjuti dengan mengambil langkah tegas dan terukur kepada Ariansyah selaku pelaku kebijakan pada Diskominfo Provinsi Jambi.
“Sarannya, gubernur beri teguran pada kadis kominfo karena seringkali menimbulkan kegaduhan dalam mengelola rekan media,” pungkasnya. (den/tim)