Kualatungkal, AP – Belum terselenggaranya pengelolaan aset yang baik di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) ditengarai menjadi faktor utama yang menyebabkan pemerintah belum bisa meraih predikat Wajar Tanpa Pengeculian (WTP) dalam beberapa tahun terakhir.
Bahkan, banyaknya temuan aset yang tidak selaras keberadaanya juga pernah menyebabkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak mengeluarkan pendapat (Disclaimer) atas laporan hasil pemeriksaan keuangan pemkab Tanjabbar pada tahun 2015.
Data dihimpun, masih terdapat ribuan aset bernilai milyaran rupiah yang menjadi salah satu ganjalan pemkab untuk memperbaiki pendataan dan pengelolaan aset. Sekurangnya terdapat 1600 item aset berupa barang dan mesi yang mengalami rusak berat dengan nilai taksiran mecapai kisaran Rp 3,4 MilIar.
Kepala Bagian Aset Setda Tanjabbar, Julhendra membenarkan persoalan tersebut. Menurutnya, terdapat dua poin penting yang menyebabkan pendataan aset tanjabbar menjadi temuan BPK yakni persoalan aset yang tidak diketahui keberadaanya dan beberapa aset yang memang belum dilaporkan.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk mengatasi persoalan yang terjadi, Bupati Tanjabbar sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan sudah menyurati SKPD untuk melakukan penelusuran beberapa aset yang menjadi temuan.
“Pemkab konsekwen mengatasi persoala aset ini. Bupati juga sudah menyurati seluruh SKPD terkait untuk melakukan penelusuran,” tutur Julhendra ditemui di ruang kerjanya, Selasa (6/12).
Untuk menertibkan keberadaan aset milik Pemkab, pihaknya kini tengah mengejar beberapa upaya termasuk penghapusan dan pemindahtanganan aset yang sudah tidak diketahui keberadaanya ataupun tidak memiliki nilai lantaran rusak berat.
Disinggung soal percepatan proses penanganan beberapa aset yang terkesan terbengkalai, Julhendra menjelaskan jajaranya kini tengah memproses upaya penghapusan aset sesuai mekanisme yang berlaku.
“Sesuai mekanisme, penghapusan harus melalui pemindahtanganan. Kecuali untuk aset yang akan dihapuskan. Salah satu tolak ukurnya aset itu sudah tidak bisa digunakan dan tidak lagi diminati masyarakat karena tidak ada nilai jualanya. Contohnya semisal kalau ada aset yang kita letak di tengah jalan tetapi tidak ada orang yang mau ngambil, berarti itu tidak ada nilainya sehingga bisa dimusnahkan. Makanya kita minta pendampingan dari BPK untuk pemusnahan,” paparnya.
Sayangnya, Julhendra enggan memberikan rincian total aset bermasalah yang akan diupayakan penghapusanya oleh pemeritah. Ia beralasan, keberadaan aset ini tidak terinci lantaran item satuanya berjumlah ribuan.
“Kalau perkiraan hitungan nominalnya susah juga. Yang jelas jumlahnya banyak karena kita melakukan pendataan berdasar laporan item satuan. Misalnya aset sekolah seperti meja dan kursi yang sudah rusak. Jumlahnya saja sudah ratusan, belum lagi yang lain-lain,” tandasnya. cha